Thursday, October 20, 2016

Fasisme

BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Pada abad ke-20, fasisme muncul di Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Sementara itu di Jerman, juga muncul sebuah paham yang masih bisa dihubungkan dengan fasisme, yaitu Nazisme pimpinan Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme Italia karena yang ditekankan tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan rasialisme dan rasisme yang sangat sangat kuat. Saking kuatnya sampai mereka membantai bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih rendah.
Fasisme menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan berkuasanya rezim fasis di Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di negara-negara seperti Yunani, Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat menderita oleh cara-cara pemerintah yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan tekanan dan kekerasan ini, mereka hanya dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu—di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum—mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut. Lebih jauh lagi, pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua tingkatan kemasyarakatan, dari pendidikan hingga budaya, agama hingga seni, struktur pemerintah hingga sistem militer, dan dari organisasi politik hingga kehidupan pribadi rakyatnya. Pada akhirnya, Perang Dunia II, yang dimulai oleh kaum fasis, merupakan salah satu malapetaka terbesar dalam sejarah umat manusia, yang merenggut nyawa 55 juta orang.





BAB I
PEMBAHASAN

A.                FASISME
Fasisme adalah sebuah gerakan politik otoritarian yang dikembangkan di Italia dan beberapa negara Eropa lainnya sebagai reaksi atas perubahan politik dan sosial yang diakibatkan oleh PD I serta meluasnya sosialisme dan komunisme. Nama fasisme berasal dari kata  “fasces” yaitu simbol kekuasaan Romawi kuno yang terdiri dari seikat tangkai dan sebuah kapak. Partai Fasis Italia berkembang dengan cepat dan hingga tahun 1921, telah memiliki 300.000 anggota. Pada tahun itu pula, partai ini berhasil menghantarkan 35 anggotanya sebagai anggota parlemen. Pada tahun 1922, Musolini diangkat sebagai perdana menteri Italia. Pemerintahan berideologi  fasis bersifat nasionalis ekstrim, melakukan teror, menciptakan budaya takut, militerisme, hegemoni, penjinakan ideologi tertentu, merepresi para oposan, serta amat bergantung pada kharisma seorang pemimpin. Ideologi serupa diterapkan Adolf Hitler di Jerman. Ideologi ini telah menyeret umat manusia dalam perang besar yaitu PD II. Fasisme merupakan sebuah paham politik yang mengangungkan kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Dalam paham ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat kentara.

Syarekat Islam

A.                    Pendahuluan
Tidak dapat disangkal bahwa Islam merupakan komponen penting yang turut membentuk dan mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia dari waktu ke waktu. Perjuangan umat Islam merupakan suatu proses ke arah pembentukan pola tatanan baru dalam dinamika kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara.
Dalam kurun waktu permulaan abad 20 hingga abad 21 sekarang ini, pergerakan Islam memberikan peran tersendiri di negeri ini. Perjalanan sejarah umat Islam di Indonesia memperlihatkan peranan yang amat dominan dalam menyuarakan dan menegakkan kemerdekaaan dalam segala aspeknya; menentang penjajahan, mengupayakan kemerdekaan politik untuk membebaskan diri dari belenggu pen-jajahan, perjuangan bersenjata dalam perang kemerdekaan, perjuangan di alam pembangunan dalam mengisi kemerde-kaaan, hingga menyuarakan kemerdekaaan berpikir, umat Islam tampil paling depan dengan segala konsekwensinya. Tapi, terkadang ia tampil dalam pentas politik nasional, dan terkadang pula ia terpental darinya.

Thursday, October 13, 2016

Resensi Buku JALAN KE PENGASINGAN

JALAN KE PENGASINGAN
Pengarang       : John Ingleson
Penerbit           : LP3ES
Tahun              : 1983
Tebal               : 263 Halaman

            Buku ini ditulis seorang mahasiswa pasca sarjana pada jurusan sejarah pada Universitas New South Wales yaitu John Ingleson. Di dalam buku ini kita diberikan pengetahuan tentang sejarah Indonesia pada masa pergerakan nasional. Kelebihan dalam penulisan buku ini adalah penulis mampu menjelaskan langkah langkah yang diambil oleh para tokoh pergerakan nasional. Sedangkan kekurangan dari buku ini  adalah kurang dijelaskannya tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan Hindia Belanda sewaktu masa penjajahan.
Sedangkan ikhtisar dari buku tersebut adalah seperti di bawah ini ; Kematian kaum non-kooperasi telah ikut mempercepat perkembangan PBI dan Budi Utomo yang menjadi pokok pembicaraan sejak tahun 1930. Pada bulan Desember 1935 kedua organisasi itu membentuk Partai Indonesia Raya (Parindra) yang terus melanjutkan politik kooperasi yang moderatnya. Parindra dan Gerindo merupakan organisasi kaum nasionalis yang paling terkemuka setelah tahun 1934 karena usaha-usahanya untuk tetap menghidupkan perjuangan politik. Suara kedua organisasi itu tersendat-sendat oleh pembatasan-pembatasan terhadap pers, tetap berlakunya larangan mengadakan rapat umum yang bersifat politik dan peringatan pemerintah yang berulang-ulang bahwa setiap usaha yang bermaksud untuk menghidupkan kembali partai-partai non-kooperator tersebut akan ditumpas. Gubernur Jenderal Van Starkenborgh Stachouwer yang mengganti De Jonge pada tahun 1936 meneruskan politik represif terhadap kaum nasionalis, Volksraad hampir merupakan satu-satunya forum yang tidak mendapat sensor dari pemerintah. ini bukanlah sesuatu yang membesarkan hati karena permohonan yang terkecil sekalipun untuk pembaruan politik tetap tak digubris oleh pemenintah yang dalam kepicikannya merasa yakin bahwa, ‘ketenangan dan ketertiban’ telah terpulih dan bahwa kaum nasionalis itu adalah suatu kelompok yang kecil saja, tidak representatif dan juga impoten. Kaum nasionalis semakin merasa putus asa untuk memperoleh konsesi apa pun dan Belanda dan karenanya berharap bahwa perang Pasifik yang semakin mendekat itu dapat mengakhiri cengkeraman Belanda atas Hindia Belanda.
Politik agitasi Sukarno telah membuat pemerintah marah sebagaimana telah diramalkan oleh para pengritiknya, tetapi politik pembentukan kader dan Hatta yang lebih berhati-hati ternyata sama juga hasilnya. Pada akhirnya keduanya mengalami nasib yang sama. PNI Baru telah ditindas seperti halnya Partindo, tetapi ia mempunyai potensi yang jauh lebih besar untuk berkembang menjadi suatu organisasi massa yang rapi organisasinya. Dengan pembuangan Hatta dan Sjahrir serta déngan penghancuran PNI Baru, maka tantangan ideologis partai itu kepada Partindo berakhir lebih cepat daripada seharusnya. Radikalisme sosial dan ekonomi PNI Baru tetap bertahan di kalangan sebagian kecil kaum nasionalis sekuler dengan konsekuensi-konsekuensi penting bagi revolusi setelah tahun 1945.
Pada akhirnya Hatta dan Sukarno saling melengkapi karena keduanya sama-sama memberikan sumbangan kepada proses pendalaman yang luar biasa dan kesadaran nasional pada periode ini. Ideologi kaum nasionalis sekuler itu banyak berhutang budi kepada Hatta, dan sikapnya yang terus menerus menekankan perlunya organisasi yang kuat serta kader yang berdisiplin dan terdidik telah agak meredakan sikap Sukarno yang lebih agitatif dan flamboyan, akan tetapi jangkauan pengaruh Hatta kurang lebih hanya terbatas pada pemimpin-pemimpin pergerakan yang berasal dan elite kota yang berpendidikan Barat. Ia tak pandai berpidato di depan umum dan tidak terlalu mudah berkomunikasi dengan khalayak yang lebih luas.
Berlanjutnya tekanan terhadap pers nasional oleh pemerintah Hindia Belanda dan larangan untuk mengadakan rapat-rapat umum yang bersifat politik secara ironis telah turut mencegah munculnya orang-orang yang dapat menantang kepemimpinan Sukarno dan Hatta selama keduanya berada dalam keadaan yang merana di tempat pembuangan. Penindasan terhadap Partindo dan PNI Baru ternyata jauh lebih ringan dari tindakan terhadap PKI dulu ketika ribuan anggota biasa juga dibuang atau diasingkan ke Boven Digul. Setelah tahun 1934, baik Sukarno maupun Hatta tetap terus menulis untuk pers Indonesia, walaupun bukan mengenai masalah-masalah politik, dan dan tempat pembuangan keduanya tetap mempertahankan kepemimpinan rohani mereka. Untunglah bahwa kekuasaan Belanda hanya masih bertahan selama delapan tahun lagi, suatu masa yang cukup panjang untuk tumbuhnya kemasyhuran mereka sebagai martir tetapi cukup singkat bagi teman-teman seperjuangan mereka untuk mengingat dan menghargai kualitas pribadi dan kecakapan politik mereka.
Keadaannya kemudian tergantung pada orang-orang Jepang yang mengadakan serangan pada tahun 1942 untuk menghancurkan ketenangan semua masyarakat Indonesia dan membiarkan semangat kaum nasionalis sekali lagi muncul ke permukaan, Kemudian Sukarno, Hatta dan mereka yang telah memimpin PNI, Partindo dan PNT Baru memakai kepercayaan yang telah mereka peroleh dari kaum nasionalis selama masa penjajahan untuk memimpin gerakan terakhir menuju kemerdekaan. Proklamasi kernerdekaan Indonesia oleh Sukarno dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah titik puncak perjuangan politik selama lebih dari 20 tahun.
Dalam buku karangan John Ingleson, penggunaan bahasanya masih kurang baik, walaupun begitu saya rasa buku ini wajib di baca apabila kita ingin melihat atau mengetahui sejarah masa pergerakan nasional.

Profil Singkat H. Samanhudi

H Samanhudi dilahirkan di desa Sondokan, Laweyan, Solo pada 1878 (1296 H) dengan nama kecil Wirjowikoro. Ayahnya bernama H Muhammad Zen, seorang pedagang batik yang cukup terkenal di kotanya.
Pendidikan Samanhudi hanya cukup di Sekolah Dasar Bumi Putra (Eerste Inlandsche School ) kelas dua, ditambah pelajaran agama dari seorang kiai yang berasal dari Surabaya, bernama Kiai Joyermo.

Peristiwa Tiananmen

BAB I
PENDAHULUAN

Delapan belas tahun yang lalu, sebuah tragedi kemanusiaan terjadi di negeri China. Puluhan ribu mahasiswa yang menuntut demokratisasi di lapangan Tiananmen ditindak represif, sejumlah tank pasukan Tentara Merah menggilas mereka, ribuan mahasiswa tersungkur dan tewas berlumuran darah. Ribuan mahasiswa ditangkap dijebloskan ke penjara, ratusan lainnya hilang entah ke mana. Sampai sekarang para aktivis mahasiswa masih banyak yang berada di penjara, dan mereka yang berhasil melarikan diri terus memperjuangkan  demokrasi  di  negeri  itu.

REVIEW JURNAL PRISMA: Penataan Kembali Hubungan Ekonomi Indonesia-Jepang

Identitas Jurnal
Ø  Judul Jurnal              : Penataan Kembali Hubungan Ekonomi Indonesia-Jepang
Ø  Majalah                     : Prisma
Ø  Kota Terbit               : Jakarta
Ø  Tahun terbit              : 1983
Ø  Jumlah Halaman      : 15 Halaman