Thursday, October 13, 2016

Profil Singkat H. Samanhudi

H Samanhudi dilahirkan di desa Sondokan, Laweyan, Solo pada 1878 (1296 H) dengan nama kecil Wirjowikoro. Ayahnya bernama H Muhammad Zen, seorang pedagang batik yang cukup terkenal di kotanya.
Pendidikan Samanhudi hanya cukup di Sekolah Dasar Bumi Putra (Eerste Inlandsche School ) kelas dua, ditambah pelajaran agama dari seorang kiai yang berasal dari Surabaya, bernama Kiai Joyermo.
Setelah itu ia membantu ayahnya berdagang batik. Rupanya bakat Samanhudi dalam bidang dagang ini sangat kuat, sehingga dalam usia yang sangat belia, setelah memisahkan diri dari perusahaan ayahnya, ia berhasil menjadi seorang pengusaha dan saudagar yang sukses. Dan dalam waktu yang relatif singkat ia dapat membuka cabang-cabang perusahaannya di berbagai kota di Jawa, seperti Surabaya, Banyuwangi, Tulungagung, Purwokerto, Bandung dan Parakan.
Dalam usia 20 tahun, Samanhudi menikah dengan seorang gadis putri kiai Bajuri, yang bernama Suginah. Beberapa tahun kemudian ia menikah lagi dengan seorang gadis yang bernama Marhingah. Dari dua orang istri tersebut, Samanhudi dikaruniai sembilan orang anak, 6 putra dan 3 putri. Meskipun dengan bekal pendidikan yang terbatas, Samanhudi terkenal seorang yang saleh dan taat dalam menjalankan kewajiban agamanya. Pada tahun 1904 (1322 H) ia pergi ke Mekkah untuk menjalankan ibadah haji. Di sana ia banyak berkenalan dengan tokoh-tokoh Islam dari berbagai negara. Pertemuan itu banyak menggugah Samanhudi untuk mengadakan pergerakan pula di tanah airnya. Maka sepulang dari Mekkah ia langsung mendirikan perkumpulan Mardhi Budhi, suatu organisasi yang bertujuan memberikan bantuan kepada anggotanya dalam keperluan perkawinan, selamatan, penyelenggaraan kematian, dan sebagainya. Dalam perkumpulan ini ia sendiri yang menjadi ketua.
Beberapa tahun kemudian ia bersama-sama temannya (Sumowardoyo, Jarmani, Harjosumarto, Sukir dan Martodikoro) mendirikan Syarekat Dagang Islam (SDI). Dalam perkembangan selanjutnya, organisasi ini berganti nama Syarekat Islam (SI), dan akhirnya menjadi Partai Syarekat Islam Indonesia (PSII).
Di lingkungan masyarakat Laweyan dan sekitarnya, Samanhudi dikenal seorang pemimpin organisasi yang cukup disegani. Tetapi ketika SI mulai tersebar di pulau Jawa, dengan bekal pendidikan yang terbatas ditambah tidak memiliki bakat orator, ia kurang memenuhi syarat sebagai pemimpin suatu organisasi atau pergerakan yang berskala besar. Karena tidak memiliki sifat yang diperlukan untuk tampil di muka umum, ia lebih suka menyerahkan kepemimpinan kepada Cokroaminoto.
Karena jarang tampil di muka umum, Samanhudi mudah dilupakan orang. Seperti yang terjadi pada tahun 1913 (1332 H), ketika SI akan mengadakan kongres di Surabaya, massa rakyat masih menyambutnya sebagai "Bapak SI", dan pada kongres itu ia masih dipercaya menjadi Ketua Central Comite. Namun beberapa tahun kemudian, ia sudah dilupakan orang, maka ketika dibentuk Central Syarekat Islam (CSI) dia hanya didudukkan sebagai ketua kehormatan (yang kurang berperan).

Meskipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa Samanhudi telah memainkan peranan penting dalam mengembangkan cita-cita kemerdekaan dan emansipasi Indonesia. Dia adalah pendiri suatu gerakan yang memiliki sejumlah sifat yang menarik bagi massa rakyat, dan menentukan bagi masa depan dan perkembangan Indonesia. Samanhudi adalah seorang tokoh perintis pergerakan rakyat yang memiliki semangat juang dan semangat pengorbanan yang tinggi bagi kepentingan organisasi. Harta kekayaan, termasuk toko-tokonya yang hampir terdapat di kota-kota besar di pulau Jawa, ia pergunakan untuk organisasi dan masyarakat. Ia meninggal di Klaten, Jawa Tengah, pada Jumat, 18 Desember 1956 (1375 H) sebagai pahlawan yang dikenang.

No comments:

Post a Comment