Thursday, October 20, 2016

Syarekat Islam

A.                    Pendahuluan
Tidak dapat disangkal bahwa Islam merupakan komponen penting yang turut membentuk dan mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia dari waktu ke waktu. Perjuangan umat Islam merupakan suatu proses ke arah pembentukan pola tatanan baru dalam dinamika kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara.
Dalam kurun waktu permulaan abad 20 hingga abad 21 sekarang ini, pergerakan Islam memberikan peran tersendiri di negeri ini. Perjalanan sejarah umat Islam di Indonesia memperlihatkan peranan yang amat dominan dalam menyuarakan dan menegakkan kemerdekaaan dalam segala aspeknya; menentang penjajahan, mengupayakan kemerdekaan politik untuk membebaskan diri dari belenggu pen-jajahan, perjuangan bersenjata dalam perang kemerdekaan, perjuangan di alam pembangunan dalam mengisi kemerde-kaaan, hingga menyuarakan kemerdekaaan berpikir, umat Islam tampil paling depan dengan segala konsekwensinya. Tapi, terkadang ia tampil dalam pentas politik nasional, dan terkadang pula ia terpental darinya.


B.                     Zaman Kolonial Belanda
Bangsa Indonesia / umat Islam sejak abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20 berada di bawah kekuasaan imperialisme Barat (Belanda yang paling lama) yang menguasai segala aspek kehidupan dan mencoba melumpuhkan kekuatan. Sejak zaman VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) masa awal penjajahan Belanda, berganti ke zaman Cultuur Stelsel (tanam paksa) terus ke periode Etische Politiek (polotik etis), hingga zaman Volksraad (Dewan Rakyat) tempat berbagai diplomasi politik ber-kembang, dan berakhir pada zaman Exorbitante Rechten (hak luar biasa di tangan Gubernur Jenderal), kekayaan dan kemakmuran bangsa Indonesia dihisap oleh penjajah Belanda. Kemerdekaan berpikir dan bertindak dirampas oleh kekuatan politik kolonial. Akibat dari lima periode penjajahan Belanda tersebut bangsa Indonesia menanggung penderitaan yang tiada tara. Umat Islam pun bangkit menentangnya. Umat Islam menjadi barisan terdepan dalam menghadapi penjajahan Belanda, karena Islam pada dasarnya anti imperialisme dalam segala bentuk dam manifestasinya. Sebut saja Sultan Hasanudin, Sultan Ageng Tirtayasa, Imam Bonjol, Pengeran Dipenogoro, Teuku Umar, Tjut Nyak Dien, dan masih banyak pemimpin-pemimpin Islam lainnya, mereka bangkit mengobarkan perlawanan untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
Pemerintah Belanda pun memahami, jika kesadaran persatuan umat Islam yang bersumber kepada ajaran tergalang, maka bahaya dan bencana besar bagi kekuatan kolonial Belanda akan mengancam. Pada akhirnya mereka pun menggunakan politik devide et impera; memecah belah untuk kemudian menguasai.

C.                    Berdirinya Syarekat Dagang Islam
Kesadaran akan pentingnya persatuan umat Islam dalam menentang penjajahan kolonial Belanda dalam bentuk organisasi baru terwujud dan berkembang pada awal abad ke-20. Masa akhir penjajahan Belanda, memberikan gambaran tentang pertumbuhan pergerakan keislaman di Indonesia. Pada masa permulaan abad 20, ketika rasa nasionalisme modern masih baru tumbuh, kata “Islam” merupakan kata pemersatu bagi bangsa Indonesia yang berhadapan bukan saja dengan pihak Belanda tapi juga dengan orang-orang Cina.
Haji Samanhudi di bawah keadaan ini, terpanggil untuk menjawab tantangan penjajah yang benar-benar dirasakan melumpuhkan ummat. Penguasa pribumi dilumpuhkan dengan "perlakuan baik" oleh penjajah, sehingga mematikan kewaspadaannya terhadap upaya penindasan penjajah. Seperti yang dituturkan oleh RA Kartini dalam 'Habis Gelap Terbitlah Terang', bahwa kondisi bangsawan Surakarta sudah dekadensi, pemadat dan memiliki isteri dalam jumlah di luar ajaran Islam. Seorang bangsawan rendah memiliki 26 isteri. Sebaliknya petani sudah tidak memiliki tanah karena sudah dikuasai pemodal asing. Lalu apa yang dirintis oleh Samanhudi di tengah keadaan yang sudah seperti ini?
Dicobanya mendirikan Taman Pewarta (1902-1915) agar dapat mensilaturrahmikan ide jiwa wiraniaga ke rumah-rumah ummat Islam. Samanhudi bersama-sama temannya (Sumowardoyo, Jarmani, Harjosumarto, Sukir dan Martodikoro) mendirikan Syarekat Dagang Islam (SDI) 16 Oktober 1905,. Dalam perkembangan selanjutnya, organisasi ini berganti nama Syarekat Islam (SI), dan akhirnya menjadi Partai Syarekat Islam Indonesia (PSII).
Taman Pewarta ini dicetak di percetakan Sie Dhian Ho. Betapa cepatnya reaksi pemerintah kolonial Belanda terhadap aktivis jurnalistik Samanhudi. Segera ditandingi oleh terbitnya Soenda Berita (1903-1905) yang dipimpin oleh Tirto Adhisoerjo dengan penyandang dana Bupati Cianjur, RAA Adipati Aria Prawiradiredjo. Bupati Cianjur ini terkaya di antara bupati di pulau Jawa. Namun sekalipun dengan dana yang melimpah, tidak menunjang berlangsungnya Soenda Berita, yang hanya mampu berlangsung 3 tahun.
Sepulangnya dari Maluku, Soenda Berita sekalipun tidak mengalami kesulitan dana, namun tak berlanjut terbit. Itu akibat Tirto Adi Soerjo menerbitkan Medan Prijaji (1907) dan Putri Hindia (1908). Keduanya mendapatkan dukungan dari Bupati RTA Tirtokoesoemo sebagai regent Karanganyar dan Presiden Budi Utomo (BU). Perlu dicatat bahwa Putri Hindia mendapatkan bintang kehormatan dari Ratu Belanda. Mengapa di tengah deru kebangkitan nasional yang menentang penjajah Protestan Belanda tiba-tiba Ratu Belanda memberikan hadiah? Tentu isi Putri  Hindia pemberitaannya dianggap sejalan dengan tujuan upaya pelestarian  penjajahan kerajaan Protestan Belanda.
Pemerintah Belanda tidak hanya menandingi Taman Pewarta dengan media cetak seperti di atas, tetapi juga mendirikan organisasi dagang tandingan SDI Solo dengan membangun organisasi Sarekat Dagang Islamiyah (27 Maret 1909) di Bogor yang dipimpin oleh Tirto Adhi Soerjo. Ternyata hanya mampu bertahan sampai tahun 1912. Pasalnya Tirto Adhi Soerjo kemudian bergabung dengan Sarekat Islam, dan meninggalkan BU.

D.                    Provokasi Huru-hara Anti Cina
Pemerintah kolonial Belanda membaca hubungan akrab SDI Solo dengan Cina Indonesia yang membentuk organisasi Khong Sing. Kerja sama dagang ini terjadi akibat pengaruh kemenangan revolusi Cina Sun Jat Sen 1911, yang mendapatkan bantuan Cina Islam di Tiongkok. Oleh karena itu Sun Jat Sen sangat berterima kasih dengan peryataannya, "Bangsa Cina tidak akan melupakan bantuan yang telah diberikan oleh teman senegara yang beragama Islam, demi kepentingan tercapainya keadaan yang teratur dan kemerdekaan."
Sebaliknya pemerintah kolonial Belanda khawatir pengaruh revolusi Cina 1911 menjalar ke Indonesia. Di Surabaya terlihat aktivitas politik Cina Indonesia meningkat. Untuk menghentikannya agar tidak menjalar ke Jawa Barat perlu diciptakan provokasi di Jawa Tengah yang mengakibatkan Huru-hara anti Cina di Jawa Tengah. Kemudian SDI Solo dikambing hitamkan atau scapegoating yang bertanggung jawab terhadap huru hara tersebut.
Semula pedagang batik tidak percaya bahwa Cina Solo memonopoli segenap bahan batik. Samanhudi sebagai pemilik pabrik batik, tidak terpengaruh berita provokatif. Untuk mempercepat proses, pemerintah Belanda menggunakan tentara Mangkunegaran sebagai pemicunya, meletuslah Huru-hara anti Cina 1912. Diikuti dengan serangan tentara berkuda dari legium Mangkunegaraan ke perkampungan Cina. Dan dikembangkan dengan berita dan tuduhan, SDI sebagai biang keladinya.

E.                     Dampak Huru-hara
Dengan mudah Residen Solo G.F. Van Wijk menjatuhkan hukuman skorsing terhadap SDI Solo, untuk menghentikan segenap aktifitas organisasinya. Tetapi skorsing ini hanya berlaku sampai seminggu. Pada 26 Agustus 1912 dicabut kembali, dengan syarat bahwa SDI hanya untuk Surakarta saja, tidak diperkenankan meluaskan organisasinya sampai Nusantara.
Samanhudi segera melakukan konsolidasi. Menyerahkan kepemimpinan SDI kepada Oemar Said Tjokroaminoto, salah seorang anggota SDI. Konsolidasi ini segera menghidupkan kembali Sarekat Islam (SI) yang sudah dibangun sejak 1906. Perubahan nama ini guna menghindarkan diri dari ketentuan persyaratan skorsing di atas. Samanhudi ternyata menemukan pelaku sejarah yang brilian, yakni Oemar Said Tjokroaminoto yang menjadikan SI pada 10 September 1912, mendapatkan badan hukum.

F.                     Syarekat Islam
Syarekat Islam membela kepentingan-kepentingan pedagang Indonesia dari pedagang Cina. namun kenyataannya Syarikat Islam lebih luas dari maksud semula dan seolah-olah merupakan suatu isyarat bagi orang-orang muslim untuk memulai suatu gerakan untuk melawan semua kepincangan dan ketidakadilan yang menimpa rakyat Indonesia Indonesia baik dari saudagar-saudagar Cina maupun dari pemerintah kolonialis bahkan dari bangsa sendiri yang berkhianat.
Organisasi ini digerakkan oleh orang-orang yang tidak menjadi pegawai pemerintah kolonial, bahkan ditegaskan bahwa pegawai negari tidak boleh menjadi anggota pengurus. diantara yang menjadi anggota adalah alim ulama dan kyai-kyai, yang membela kepentingan rakyat kecil yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kongres Syarikat Islam pertama kali diadakan pada bulan Januari 1913 di Surabaya. H. Oemar Said Tjokroaminoto terpilih sebagai ketua Syarikat Islam dan kota Surabaya ditetapkan sebagai Pusat kedudukan Syarikat Islam.
Tujuan Syarikat Islam dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.          Mengembangkan jiwa dagang.
2.          Membantu anggota-anggota yang kesulitan dalam bidang usaha.
3.          Memajukan pengajaran dan  semua usaha yang mempercepat derajat rakyat.
4.          Memperbaiki pendapat-pendapat keliru tentang ajaran Islam.
5.          Hidup menurut perintah agama.
Dari kegiatan organisasi ini dapat dilihat bahwa Syarekat Islam memperjuangkan hal-hal yang sesungguhnya terletak di bidang politik juga, yaitu perjuangan terhadap penindasan dan pemerasan oleh pemerintah kolonial dari segi keadilan dan kebenaran. Seluruh media massa Indonesia telah membantu menyebarluaskan cita-cita Syarekat Islam dan sudah tentu dengan aksi-aksinya.
Laju pertumbuhan Syarekat Islam sudah tidak dapat dibendung lagi dan pertumbuhan  organisasi ini berhasil masuk sampai kelapisan bawah masyarakat, ini disebabkan oleh beberapa hal :
1.          Membela kepentingan rakyat kecil.
2.          Menekankan pertentangan ekonomi yang tidak seimbang.
3.          Bertalian dengan agama Islam, agama yang banyak dianut oleh rakyat Indonesia.
Pada tahun 1913-1914 terjadi banyak kerusuhan anti Cina di Jawa seperti di Surabaya, Solo, Semarang, Cirebon, Tangerang, dan banyak desa-desa diresahkan oleh keterangan-keterangan komunal. Di samping itu juga timbul keributan-keributan yang ditimbulkan oleh legitasi yang dipimpin oleh Syarekat Islam yang arahnya menentang pemerintah kolonial. Maka pada tahun 1913 pemerintah kolonial mengeluarkan peraturan yang menetapkan bahwa cabang-cabang Syarekat Islam harus berdiri sendiri untuk daerah masing-masing. Namun suatu pengurus sentral yang merupakan badan perwakilan dari Syarekat Islam itu tetap diijinkan.
Bagi Cina Indonesia, huru-hara anti Cina dikondisikan menjadi pecah dengan pribumi. Konsekuensi lanjutnya adalah tidak mendukung gerakan nasional Indonesia. Cina memohon pelindungan kepada pemerintah kolonial Belanda dan menolak segenap pengaruh gerakan kemerdekaan dari Negeri Cina. Dalam hal ini Viktor Purcell, dalam The Chinese in Southeast Asia, mengistilahkan Cina Indonesia sebagai Watchdog (penjaga setia), bertugas membendung pengaruh Pemberontakan Bokser dan Revolusi Cina Sun Jat Sen agar tidak masuk ke Indonesia.
Pada tahun 1915 di Surabaya didirikan Central Syarekat Islam (CSI). Tugasnya membatu Syarekat Islam daerah kearah kemajuan dan mengatur kerjasama antara Syarekat Islam daerah. Pada bulan Juni 1916 di Bandung diadakan suatu kongres nasional Syarekat Islam. Dalam kongres ini resmi digunakan bahasa melayu. Sedangakan Kongres yang ke II di Jakarta , menghendaki Volksraad menjadi parlemen sejati.
Sebagian kecil pemimpin Syarekat Islam menolak masuk Volksraad, karena menganggap volksraad hanyalah sebagai alat kaum kapitalis untuk mengelabuai rakyat. Kaum sosialis kiri yang bergabung dalam Indische Social Vereeniging (ISDV) yang didirikan pada tahun 1914 yang dipimpin H.J.F.M. Sneevliet, berhasil menyusup ke Syarekat Islam oleh karena tujuannya yang sama yaitu membela rakyat dan menentang kaum kapitalisme tetapi dengan cara yang berbeda, mereka berhasil mempengaruhi tokoh-tokoh Syarekat Islam antara lain : Semaun, Darsono, Tan Malaka dan Alimin Prawirodirjo. Yang menyebabkan ISDV elakukan infiltrasi kedalam tubuh Syarekat Islam. hal ini disebabkan oleh :
1.          CSI sebagai badan koordinasi pusat kekuasaannya masih lemah.
2.          Tiap cabang Syarekat Islam berdiri sendiri secara bebas.
3.          Para pemimpin lokal yang kuat mempunyai pengaruh yang menentukan di Syarekat Islam cabang.
4.          Kondisi kepartaian pada saat itu menmungkinkan seseorang menjadi anggota 2 paratai sekaligus.
Dengan demikian beberapa pemimpin muda Syarekat Islam juga menjadi pemimin di ISDV, terutama Syarekat Islam cabang Semarang. Oleh sebab itu Orientasi Syarekat Islam Semarang di bawah pengaruh ISDV mereka menjadi lawan CSI yang dipimpin oleh HOS Cokroaminoto. Sejak saat itu Syarekat Islam Semarang berhasil di bawa ke arah Komunis Rusia.
Berhasilnya revolusi Rusia tahun 1917, maka kaum komunis Indonesia tanpa mempertimbangkan keadaan yang nyata di Indonesia juga menyerukan Indonesia agar melakukan Revolusi. Sementara itu, ketitakpuasan terhadap volksrood yang dituntut agar diganti dengan parlemen sejati menimbulkan masalah serius di Indonesia. Untuk meredakan ketegangan, pemerintah belanda melalui Gubernur Jendral Belanda mengeluarkan pengumuman pada bulan November 1918, yang berisi janji untuk memperbaharui ketatanegaraan di Indonesia. Maka pada bulan November 1919 dibentuk komisi peninjauan kembali. Hasil komisi ini tidak memuaskan pergerakan Nasional Indonesia. Ketika keadaan sudah reda, pemerintah mengmbil tindakan keras. Orang-orang Belanda yang Radikal diusir dari Indonesia dan beberapa pemimpin Indonesia di tangkap.
Kongres Syarekat Islam Maret 1921 di Yogyakarta, Haji Facrudin sebagai wakil ketua Muhammadiyah mengedarkan brosur yang menyatakan bahwa Pan Muslim tidak mungkin bekerjasama dengan komunis. Akhirnya atas desakan-desakan keras dari tokoh-tokoh Syarekat Islam seperti Abdul Muis dan Agus Salim maka cabang-cabang Syarekat Islam yang terpengaruh PKI memisahkan diri. Dalam kongres bulan Pebruari 1928 di Madiun, diganti nama CSI dengan Partai Syarekat Islam (PSI). Sikap non Kooperasi dengan pemerintah Belanda tetap dijalankan.


DAFTAR PUSTAKA


Kahin, George Mc Turman, Nationalism and Revolution Indonesia, Ithaca : Cornel University Press, 1952.
Legge, J.D., Indonesia, Kuala Lumpur : Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, 1981.
Pringgodigdo, A.K., Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Jakarta : Pustaka Rakyat, 1960.
Sartono Kartodirjo, Sejarah Nasional Indonesia Jilid V, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1970.

No comments:

Post a Comment