Wednesday, December 7, 2016

Exsplanasi Hermeneutika

Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneutikos yang berarti penjelasan yang semula merupakan bagian dari filologi untuk mengkritisi keontentitas teks. Akan tetapi dalam perkembangannya hermeneutika menjadi suatu tradisi berpikir atau refleksi filologi yang mencoba menjelaskan konsep pemahaman. Disini hermeneutika mencoba memahami makna sebenarnya dari sebuah dokumen, sajak, teks hukum, tindakan manusia, bahasa dan budaya asing.[1] Hermeneutika bertolak dari tradisi-tradisi relativisme, intensionalisme (berbuat dengan maksud atau mencapai tujuan tertentu) dan filsafat idealisme dan hermeneutika menekankan secara tegas perbedaan antara ilmu alam dan ilmu kemanusiaan. Asal usul hermeneutika pada dasarnya sangatlah kompleks karena sudah berlangsung mulai zaman Aristoteles sampai zamannya Wittgenstein.

Pergertian hermeneutika erat kaitannya hubungan dengan penafsiran teks-teks dari masa lalu dan penjelasan perbuatan pelaku (atau para pelaku) sejarah. Tugas dari sejarawan untuk memahami objek kajiannya dengan cara menafsirkan makna-makna dari semua peristiwa, proses serta perbuatan keseluruhan masyarakat manusia. Sejarawan menjelaskan masa lalu dengan mencoba menghayati atau menempatkan dirinya dalam diri pelaku sejarah, mencoba memahami dan menjelaskan bagaimana pelaku sejarah berpikir, merasakan, berbuat. Dalam mencoba memasuki pelaku-pelaku sejarah dan mencoba memahami apa yang dipikirkan, dirasakan, dan diperbuat oleh para pelaku sejarah itu, sejarawan harus juga menggunakan latar belakang kehidupan dengan seluruh pengalaman hidupnya sendiri ada semacam dialog di antara sejarawan dengan sumber-sumber sejarah yang digunakan.
Ada dua cara dalam menghadapi teks-teks sebagai sumber sejarah. Awalnya teks sendiri ditafsirkan lalu perbuatan pelaku sejarah (dalam teks itu) dijelaskan. Dalam teks dicoba dilihat kepaduan (koherensi) antara masa lalu yang dikaji dengan bahan-bahan yang menjadi sumber sejarah sehingga dari penafsiran itu dapat diambil suatu sikap atau kesimpulan tertentu. Cara kedua dicoba dijawab pertanyaan mengapa pelaku sejarah berbuat demikian rupa sebagaimana yang telah dilakukannya. Dengan kata lain proses hermeneutika yang menghayati dari jalan pikiran orang lain. Disini maksudnya tidak saja untuk menafsirkan makna teks, akan tetapi untuk mencoba memahami mengapa seseorang berbuat seperti apa yang dia lakukan. Dalam makalah ini juga mengulas sedikit tentang beberapa tokoh-tokoh hermeneutika dalam berbagai sains kemanusiaan. Akan tetapi disini hanya akan disebut beberapa orang tokoh saja terutama pokok-pokok pendapat mereka yang berhubungan dengan metodologi sejarah.
1.      Wilhelm Dilthey (1833-1911)
Doktrin utamanya ialah Verstehen (pemahaman, pengertian).yang merupakan kunci keyakinannya mengenai hakikat pertimbangan sejarah. Semua ekspresi yang bersifat fisik adalah ekspresi dari peristiwa-peristiwa mental atau keadaan-keadaan. Tugas dari Verstehen ialah menghubungkan setiap ekspresi yang ada dengan peristiwa mental atau keadaan. Menurutnya ada dua macam Verstehen (pemahaman) yaitu pemahaman dasar dan pemahaman yang lebih tinggi.[2] Yang pertama berupa ekspresi-ekspresi individual, sedangkan yang kedua berfungsi menyusun berbagai ekspresi yang disediakan oleh pemahaman elementer sehingga menjadi suatu stuktur yang saling berkaitan (koherensi). Pemahaman dasar dapat berfungsi tanpa perantara, tetapi pemahaman yang lebih tinggi harus menggunakan beberapa rujukan seperti inferensi berupa berpikir menurut analogi atau menempatkannya di bawah suatu tipe umum. Dalam keadaan tertentu misalnya ketika sejarawan mencoba memahami pelaku-pelaku sejarah, ia dapat secara imajinasi merekresi dalam pikiran-pikirannya sendiri mengenai peristiwa-peristiwa atau emosi yang telah terjadi atau dialami pelaku yang bersangkutan.
2.      Hans Georg Gadamer (1900-2002)
Seorang ahli filsafat Jerman terkenal dan baginya sains kemanusiaan mempunyai cara atau metode tersendiri yang otonom untuk mengetahui. Sebagian dari cara mengetahui itu termasuk memiliki suatu kesadaran sejarah yaitu suatu kesadaran penuh akan historisitas setiap hal yang sekarang dan relativisme dari semua opini. Mengenai pemahaman menururt Gadamer mempunyai suatu stuktur yang disebut lingkaran hermeneutik, yakni hubungan sirkular antara keseluruhan dan bagian-bagiannya. Makna yang antisipasi dari suatu keseluruhan dapat dipahami melalui bagian-bagiannya. Akan tetapi pada gilirannya berdasarkan cahaya keseluruhan itu pula bagian-bagian tersebut dapat memerangi. Dalam membuat interpretasi sebuah teks yang menjadi pakal bertolak ialah keseluruhan yang dibentuk oleh subjektivitas dari penulis teks. Keseluruhan itu hanya dapat dipahami oleh seseorang yang termasuk serta dalam tradisi yang sama dengan penulis. Oleh karena itu ia sanggup menjadi perantara antara teks dengan segala implikasinya.
 Dengan demikian terbentuklah suatu lingkaran antara teks dengan penafsir yang memahami teks tersebut. Pemahaman ini mendapat suatu bentuk keterkaitan sempurna yang diantisipasi oleh penafsir yang membimbingnya kepada pemahaman. Oleh sebab itu terdapat satu kesatuan makna yang tetap antara teks dan penafsir yang dibimbing oleh suatu harapan bahwa teks tersebut mentrasmisikan kebenaran.
Kemungkinan penafsir dapat memahami hal-hal yang ada dalam teks itu tergantung pada kedekatan hubungannya dengan hal-hal tersebut mlalui tradisi yang dipunyai bersama. Kandungan teksnya yang merupakan teka-teki serta keyakinan, serta keasingan sehingga menimbulkan suatu interpretasi.



[1]               Helius Samsudin. (2007). Metodologi Sejarah. Ombak: Yogyakarta. Halm. 212
[2]               Ibid. halm 217

No comments:

Post a Comment