Hermeneutika berasal dari
kata Yunani hermeneutikos yang
berarti penjelasan yang semula merupakan bagian dari filologi untuk mengkritisi
keontentitas teks. Akan tetapi dalam perkembangannya hermeneutika menjadi suatu
tradisi berpikir atau refleksi filologi yang mencoba menjelaskan konsep
pemahaman. Disini hermeneutika mencoba memahami makna sebenarnya dari sebuah
dokumen, sajak, teks hukum, tindakan manusia, bahasa dan budaya asing.[1]
Hermeneutika bertolak dari tradisi-tradisi relativisme, intensionalisme
(berbuat dengan maksud atau mencapai tujuan tertentu) dan filsafat idealisme dan
hermeneutika menekankan secara tegas perbedaan antara ilmu alam dan ilmu
kemanusiaan. Asal usul hermeneutika pada dasarnya sangatlah kompleks karena
sudah berlangsung mulai zaman Aristoteles sampai zamannya Wittgenstein.
Pergertian hermeneutika erat
kaitannya hubungan dengan penafsiran teks-teks dari masa lalu dan penjelasan
perbuatan pelaku (atau para pelaku) sejarah. Tugas dari sejarawan untuk
memahami objek kajiannya dengan cara menafsirkan makna-makna dari semua
peristiwa, proses serta perbuatan keseluruhan masyarakat manusia. Sejarawan
menjelaskan masa lalu dengan mencoba menghayati atau menempatkan dirinya dalam
diri pelaku sejarah, mencoba memahami dan menjelaskan bagaimana pelaku sejarah
berpikir, merasakan, berbuat. Dalam mencoba memasuki pelaku-pelaku sejarah dan
mencoba memahami apa yang dipikirkan, dirasakan, dan diperbuat oleh para pelaku
sejarah itu, sejarawan harus juga menggunakan latar belakang kehidupan dengan
seluruh pengalaman hidupnya sendiri ada semacam dialog di antara sejarawan dengan
sumber-sumber sejarah yang digunakan.
Ada dua cara dalam
menghadapi teks-teks sebagai sumber sejarah. Awalnya teks sendiri ditafsirkan
lalu perbuatan pelaku sejarah (dalam teks itu) dijelaskan. Dalam teks dicoba
dilihat kepaduan (koherensi) antara masa lalu yang dikaji dengan bahan-bahan
yang menjadi sumber sejarah sehingga dari penafsiran itu dapat diambil suatu
sikap atau kesimpulan tertentu. Cara kedua dicoba dijawab pertanyaan mengapa
pelaku sejarah berbuat demikian rupa sebagaimana yang telah dilakukannya.
Dengan kata lain proses hermeneutika yang menghayati dari jalan pikiran orang
lain. Disini maksudnya tidak saja untuk menafsirkan makna teks, akan tetapi
untuk mencoba memahami mengapa seseorang berbuat seperti apa yang dia lakukan.
Dalam makalah ini juga mengulas sedikit tentang beberapa tokoh-tokoh
hermeneutika dalam berbagai sains kemanusiaan. Akan tetapi disini hanya akan
disebut beberapa orang tokoh saja terutama pokok-pokok pendapat mereka yang
berhubungan dengan metodologi sejarah.
1.
Wilhelm
Dilthey (1833-1911)
Doktrin utamanya ialah Verstehen (pemahaman, pengertian).yang
merupakan kunci keyakinannya mengenai hakikat pertimbangan sejarah. Semua
ekspresi yang bersifat fisik adalah ekspresi dari peristiwa-peristiwa mental
atau keadaan-keadaan. Tugas dari Verstehen
ialah menghubungkan setiap ekspresi yang ada dengan peristiwa mental atau
keadaan. Menurutnya ada dua macam Verstehen
(pemahaman) yaitu pemahaman dasar dan pemahaman yang lebih tinggi.[2]
Yang pertama berupa ekspresi-ekspresi individual, sedangkan yang kedua
berfungsi menyusun berbagai ekspresi yang disediakan oleh pemahaman elementer sehingga
menjadi suatu stuktur yang saling berkaitan (koherensi). Pemahaman dasar dapat
berfungsi tanpa perantara, tetapi pemahaman yang lebih tinggi harus menggunakan
beberapa rujukan seperti inferensi berupa berpikir menurut analogi atau
menempatkannya di bawah suatu tipe umum. Dalam keadaan tertentu misalnya ketika
sejarawan mencoba memahami pelaku-pelaku sejarah, ia dapat secara imajinasi
merekresi dalam pikiran-pikirannya sendiri mengenai peristiwa-peristiwa atau
emosi yang telah terjadi atau dialami pelaku yang bersangkutan.
2.
Hans
Georg Gadamer (1900-2002)
Seorang ahli filsafat Jerman
terkenal dan baginya sains kemanusiaan mempunyai cara atau metode tersendiri
yang otonom untuk mengetahui. Sebagian dari cara mengetahui itu termasuk
memiliki suatu kesadaran sejarah yaitu suatu kesadaran penuh akan historisitas
setiap hal yang sekarang dan relativisme dari semua opini. Mengenai pemahaman
menururt Gadamer mempunyai suatu stuktur yang disebut lingkaran hermeneutik,
yakni hubungan sirkular antara keseluruhan dan bagian-bagiannya. Makna yang
antisipasi dari suatu keseluruhan dapat dipahami melalui bagian-bagiannya. Akan
tetapi pada gilirannya berdasarkan cahaya keseluruhan itu pula bagian-bagian
tersebut dapat memerangi. Dalam membuat interpretasi sebuah teks yang menjadi
pakal bertolak ialah keseluruhan yang dibentuk oleh subjektivitas dari penulis
teks. Keseluruhan itu hanya dapat dipahami oleh seseorang yang termasuk serta
dalam tradisi yang sama dengan penulis. Oleh karena itu ia sanggup menjadi
perantara antara teks dengan segala implikasinya.
Dengan demikian terbentuklah suatu lingkaran
antara teks dengan penafsir yang memahami teks tersebut. Pemahaman ini mendapat
suatu bentuk keterkaitan sempurna yang diantisipasi oleh penafsir yang
membimbingnya kepada pemahaman. Oleh sebab itu terdapat satu kesatuan makna
yang tetap antara teks dan penafsir yang dibimbing oleh suatu harapan bahwa
teks tersebut mentrasmisikan kebenaran.
Kemungkinan penafsir dapat
memahami hal-hal yang ada dalam teks itu tergantung pada kedekatan hubungannya
dengan hal-hal tersebut mlalui tradisi yang dipunyai bersama. Kandungan teksnya
yang merupakan teka-teki serta keyakinan, serta keasingan sehingga menimbulkan
suatu interpretasi.
No comments:
Post a Comment