Thursday, November 10, 2016

Sejarah Seni Kriya

            Seni Kriya jika ditilik dari bentuk perwujudannya, termasuk sebagai seni rupa.Jika ditilik dari sudut matranya, maka seni kriya termasuk ke dalam seni rupa dua matra, yaitu seni rupa yang mempunyai 2 ukuran, yaitu ukuran panjang dan lebar. Kata lain seni rupa dua matra bersifat dasar, tidak mempunyai ketebalan sehingga tidak memakan ruang, contoh dari seni kriya dua matra ini misalnya saja, kerajinan hiasan dinding Selain itu jenis seni kriya dapat pula dikategorikan ke dalam senirupa tiga matra. Seni rupa tiga matra yaitu seni yang memakan ruang karena mempunyai matra panjang , lebar dan tebal. Seni rupa tiga matra tidak mempunyai bidang dasar dan tidak datar, maka dari itu, penempatannya tidak menempel, tetap berdiri bebas. Da;am kategori ini, seni kriya yang termasuk didalamnya adalah gerabah (guci, keramik, pot tanah liat).


Semenjak zaman dulu sebenarnya secara tidak langsung, se4ni kriya telah tercipta. Hal ini terjadi pada mulanya sebatas sebagai pelengkap atau sarana dalam prosesi upacara, hiasan rumah atau sebagai cinderamata. Tetapi pada perkembangannya, jenis bentuk yang dihasilkan kemudian berkembang kedalam jenis yang beragam dan terciptalah kesenian kriya yang profit oriented.

            Sebagai contoh, benda-benda dari tanah liat yang ditemukan di Kraton Bekas Kerajaan Majapahit, di Trowulan, jenisnya adalah gerabah,; guci, celengan berbentuk semar. Kemudian ditemukan pula hiasan atau peralatan rumah, seperti guci, miniatur bangunan. Selain itu, pada zaman perunggu juga ditemukan kesenian yang tergolong dalam seni kriya. Dalam kehidupan sehari-hari, ditemukan bentuk seperti mangkuk-mangkuk, sendok.

Seni Kriya pada Era Lebih Modern

            Perkembang seni kriya pada zaman ke zaman mengalami berbagai perubahan. Perubahan yang terjadi disini dalam artian pengertian tentang jenis seni yang termasuk ke dalam seni kriya. Jika pada zaman dulu, benda pusaka yang berujud keris misalnya, dikategorikan sebagai sebuah benda yang sacral dan pemakaiannyapun harus dengan pranata tertentu, maka pada era sekarang jenis pusaka keris sudah menjadi sentra kerajinan yang cukup menjanjikan. Jika pembuatan keris tempo dulu melalui proses yang njlimet  dan memakan waktu yang lama, dengan jenis laku tertentu dan bahan dari jenis yang terbaik untuk dijadikan sebuah keris pusaka, maka pada era sekarang, kebanyakan pembuatan keris sebagai seni kriya dilakukan dalam rangka memnuhi kemauan pasar dan bukan dengan alasan kesakralan lagi.
            Keris yang pada era sekarang dipandang  sebagai barang cinderamata. Hal ini terkait dengan era pariwisata yang dulu tidak ada dan sekarang telah berkembang pesat di sebagian  tanah air (terutama Jawa dan Bali). Selain itu kegunaan keris yang pada zaman dulu terkenal dengan kesakralannya dan bahkan ada keris yang hanya dipakai pada upacara tertentu, tetapi penggunaan keris pada era sekarang, pada umumnya hanya terbatas pada upacara temanten atau bahkan dapat dipakai sewaktu-waktu. Walaupun pamor keris tidak sedasyat pada tempo dulu, tetapi, bagi sebagian besar orang kejawen fungsi keris tetap sakral dan harus lewat pranata tertentu dalam pengurusan maupun penggunaannya.


Pustaka:
Kusnadi, dkk. Sejarah Seni Rupa di Indonesia, Proyek Penerbitan dan Pencatatan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1979.
Prof. Drs. Suwaji Bastomi, Wawasan Seni, IKIP Semarang Press, 1992.

No comments:

Post a Comment