Seni
Kriya jika ditilik dari bentuk perwujudannya, termasuk sebagai seni rupa.Jika
ditilik dari sudut matranya, maka seni kriya termasuk ke dalam seni rupa dua
matra, yaitu seni rupa yang mempunyai 2 ukuran, yaitu ukuran panjang dan lebar.
Kata lain seni rupa dua matra bersifat dasar, tidak mempunyai ketebalan
sehingga tidak memakan ruang, contoh dari seni kriya dua matra ini misalnya
saja, kerajinan hiasan dinding Selain itu jenis seni kriya dapat pula
dikategorikan ke dalam senirupa tiga matra. Seni rupa tiga matra yaitu seni
yang memakan ruang karena mempunyai matra panjang , lebar dan tebal. Seni rupa
tiga matra tidak mempunyai bidang dasar dan tidak datar, maka dari itu,
penempatannya tidak menempel, tetap berdiri bebas. Da;am kategori ini, seni
kriya yang termasuk didalamnya adalah gerabah (guci, keramik, pot tanah liat).
Semenjak zaman dulu
sebenarnya secara tidak langsung, se4ni kriya telah tercipta. Hal ini terjadi
pada mulanya sebatas sebagai pelengkap atau sarana dalam prosesi upacara,
hiasan rumah atau sebagai cinderamata. Tetapi pada perkembangannya, jenis
bentuk yang dihasilkan kemudian berkembang kedalam jenis yang beragam dan
terciptalah kesenian kriya yang profit oriented.
Sebagai
contoh, benda-benda dari tanah liat yang ditemukan di Kraton Bekas Kerajaan
Majapahit, di Trowulan, jenisnya adalah gerabah,; guci, celengan berbentuk
semar. Kemudian ditemukan pula hiasan atau peralatan rumah, seperti guci,
miniatur bangunan. Selain itu, pada zaman perunggu juga ditemukan kesenian yang tergolong dalam
seni kriya. Dalam kehidupan sehari-hari, ditemukan bentuk seperti
mangkuk-mangkuk, sendok.
Seni Kriya pada Era Lebih Modern
Perkembang
seni kriya pada zaman ke zaman mengalami berbagai perubahan. Perubahan yang
terjadi disini dalam artian pengertian tentang jenis seni yang termasuk ke
dalam seni kriya. Jika pada zaman dulu, benda pusaka yang berujud keris
misalnya, dikategorikan sebagai sebuah benda yang sacral dan pemakaiannyapun
harus dengan pranata tertentu, maka pada era sekarang jenis pusaka keris sudah
menjadi sentra kerajinan yang cukup menjanjikan. Jika pembuatan keris tempo
dulu melalui proses yang njlimet dan memakan waktu yang lama, dengan jenis laku
tertentu dan bahan dari jenis yang terbaik untuk dijadikan sebuah keris
pusaka, maka pada era sekarang, kebanyakan pembuatan keris sebagai seni kriya
dilakukan dalam rangka memnuhi kemauan pasar dan bukan dengan alasan kesakralan
lagi.
Keris
yang pada era sekarang dipandang sebagai
barang cinderamata. Hal ini terkait dengan era pariwisata yang dulu tidak ada
dan sekarang telah berkembang pesat di sebagian
tanah air (terutama Jawa dan Bali). Selain itu kegunaan keris yang pada
zaman dulu terkenal dengan kesakralannya dan bahkan ada keris yang hanya
dipakai pada upacara tertentu, tetapi penggunaan keris pada era sekarang, pada
umumnya hanya terbatas pada upacara temanten atau bahkan dapat dipakai
sewaktu-waktu. Walaupun pamor keris tidak sedasyat pada tempo dulu, tetapi,
bagi sebagian besar orang kejawen fungsi keris tetap sakral dan harus
lewat pranata tertentu dalam pengurusan maupun penggunaannya.
Pustaka:
Kusnadi, dkk. Sejarah Seni Rupa di Indonesia, Proyek Penerbitan
dan Pencatatan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1979.
Prof. Drs. Suwaji Bastomi, Wawasan
Seni, IKIP Semarang
Press, 1992.
No comments:
Post a Comment