Performance
art atau
performing art atau lebih sering
dimasukkan dalam kategori seni pertunjukan telah mampu menempatkan dirinya
sebagai salah satu unsur dalam perkembangan dan pertumbuhan seni di Indonesia.
Seni pertunjukan ini secara umum dapat dibedakan atas: Seni Musik, Seni Tari,
Seni Teater atau Drama. Memang ada anggapan bahwa film dapat dikategirikan
sebagai performance art, tetapi perlu dibgaris bawahi disini bahwa
bertolak dari pengertian performance art, maka penulis menempatkan film
bukan sebagai salah satu bentuk dari performace art.
Sebenarnya pengertian performace art menurut penulis mempuyai point-point
tersendiri. Yang termasuk kedalam pengertian performace art atau performing
art haruslah memenuhi syarat-syarat.
Diantaranya adalah bahwa yang termasuk performing art tersebut harus
dalam bentuk yang sekali terjadi dan
terikat ruang dan waktu. Seni pertunjukan walaupun dapat diulang
jenisnya, tetapi waktunya tidak dapat diulang kembali. Lakon dalam wayang orang
misalnya, walaupun sama dari zaman ke zaman, tetapi waktunya berbeda. Itulah
yang dimaksud dengan sekali terjadi dan terikat oleh ruang dan waktu.
Ada dua unsur dalam seni pertunjukan. Seni pertunjukan
tradisional dan seni pertunjukkan modern.Secara gampang, predikat tradisional
bisa diartikan: segala yang sesuai dengan tradisi, sesuai dengan kerangka
pola-pola bentuk maupun penerapan yang sselalu berulang. Sedang yang tidak
tradisional adalah yang tidak terikat pada kerangka apapun. Ada
bebrapa pakem-pakem yang tidak boleh dilanggar dalam seni pertunjukan
tradisional. Contohnya saja karya Damarwulan Ngarit, produksi Jaya
Buana-PKJ tahun 1972. Damarwulan Ngarit merupakan cerita
historis-legendaris Jawa. Cerita turun temurun ini berbentuk sastra (ditulis).
Dalm legendriyan semua dialog dinyatakan dalam nyanyian (tembang), dan
semua peran ditarikan dalam watak-watak tari yang sudah pasti.
Keterkaitan
antara tradisi dan pakem yang telah “terbaptis” secara mutlak membuat tadisi
tradisional yang melekat di dalam seni pertunjukan tradisional tetap awet
terpelihara. Sedangakan
improfisasi-improfisasi yang datang untuk menggeser dominasi ke-tradisionalan
menjadi sia-sia jika dibenturkan dengan nilai tradisi dan pakem-pakem yang
telah turun-temurun dianut dan dikembang dalam seni pertunjukan tradisional
tersebut.
Seni modern, pada hekekatnya lebih ke arah penempatan
kreativitas yang menggubah performance sweni pertunjukan itu sendiri.
Musik Dangdut misalnya dapat dikategorikan kedalam seni pertunjukanmoder. Walau
ada pekm kendang Hinduisme dalam musik dangdut, tetapi improfisasi-improfisasi
yang terus mengalir dari performance yang ditampilan akan senantiasa mengalami
perubahan. Irama “dangdut” yang baru muncul dan dikenal di sekitar tahun 60-an
dengan pemunculan seorang bintang, Ellya Khadam dengan hit-nya Boneka dari India Disusul oleh banyak ciptaan dan bintang-bintang lainnya.
Berawal dari kendang Hndustan
dan berkembang menjadi musik kelas massa, menjadikan perkembangan musik dangdut
menjadi berkembang pesat. Ditilik dari segi alat, musik dangdut telah mengali
perkembangan yang luar biasa. Gitar listrik, kendang dan
mandolin yang menjadi alat “wajib” dalam musik dangdut menjadi sedikit
terabaikan dengan kemunculan efect-efect dalam sound system. Dari segi
goyang. Dapat dibayangkan betapa pesat perubahan yang terjadi. Mulai dari Zaman
Ellya Khadam sampai sekarang zaman Inul sangat jauh perbedaannya. Selain itu
muncul pula aliran dalam dangdut itu sendiri, seperti munculnya rock-dut.
Perkembangan inilah yang menjadikan musik dangdut dapat dikategorikan sebagai
seni pertunjukkan modern.
Daftar Pustaka
Edi Sedyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, Sinar Harapan,
Jakarta, 1981
……....,
Beberapa Catatan Tentang Perkembangan Kesenian Kita, Editor: Soedarsono, SP, BP ISI, Jogjakarta, 1991
………, Seni Dalam Masyarakat
Indonesia (Bunga Rampai), Editor: Edi Sedyawati dan sapardi Djoko
Damono, PT Gramedia, Jakarta, 1983
No comments:
Post a Comment