Wednesday, November 9, 2016

Pengaruh Kepadatan Penduduk Terhadap Masalah-masalah Sosial

A.                    PENDAHULUAN
Pada saat ini, kepadatan penduduk menjadi permasalahan yang semakin membebani dunia. Pada tahun 2000 jumlah penduduk dunia diperkirakan mencapai kurang lebih 6.100 juta jiwa. Tingginya pertumbuhan penduduk kota tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di semua negara berkembang dan bahkan dunia. Sejak tahun 1950, penduduk kota di negara-negara berkembang bertambah lebih dari empat kali lipat, dari 300 juta pada tahun 1950 menjadi 1,3 milyar pada tahun 1990-an. Diperkirakan 2,7 milyar penduduk akan tinggal di kota pada tahun 2010. Masalah ini semakin rumit karena pertumbuhan penduduk perkotaan yang rata-rata mencapai angka 5,5% per tahun.

Masalah kepadatan penduduk di kota-kota negara berkembang ternyata jauh lebih kompleks. Hal ini disebabkan karena kota-kota di negara berkembang memiliki karakteristik yang berbeda dari kota-kota di dunia Barat. Pada saat revolusi industri, kota-kota di dunia Barat menampilkan kebutuhan yang besar terhadap tenaga buruh. Hal ini memacu pola urbanisasi yang didasari oleh pull factor di daerah perkotaan, yang mampu menyediakan lapangan kerja bagi kaum urban kota. Di negara berkembang, urbanisasi justru terjadi karena didorong oleh tidak tersedianya lapangan kerja di pedesaan, pada saat kota sendiri belum mampu menyediakan lapangan kerja bagi warganya. Hal ini menyebabkan kota-kota di negara berkembang sebagian besar dihuni oleh para pendatang yang tidak memiliki pekerjaan. Mereka akhirnya terperangkap dalam perekonomian informal dengan penghasilan yang rendah. Dengan demikian, kota-kota di negara berkembang, termasuk Indonesia, dapat dikatakan didominasi oleh kaum miskin.





B.                 PEMBAHASAN

            Masalah kepadatan penduduk merupakan suatu realitas yang memerlukan penanganan dan pengelolaan secara matang sebelum akhirnya menjelma menjadi permasalahan kronis. Masalah kepadatan penduduk menimbulkan masalah-masalah sosial diantaranya penduduk tersebut memerlukan tempat tinggal, pekerjaan apabila tidak ditangani akan menimbulkan berbagai masalah diantaranya banyaknya angka pengangguran, dan tingginya angka kemiskinan.
            Masalah pengangguran, bukanlah masalah yang baru yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Kenaikan angka pengangguran sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1990, dimana penciptaan lapangan kerja pada waktu itu tidak lagi mampu mengimbangi laju pertumbuhan angkatan kerja. Pada tahun 1997 angka pengangguran masih 4,7 persen, tahun 2000 meningkat menjadi 6,12 persen, tahun 2001 meningkat menjadi 8,1 persen, kemudian meningkat lagi menjadi 9,06 persen pada tahun 2002, tahun 2004 sebesar 9,86 persen, dan menjadi 10,9 persen pada tahun 2005.
            Apabila dibandingkan dengan negara-negara kawasan Asia, angka pengangguran terbuka di atas 10 persen tersebut sangat tinggi dan cukup mengkhawatirkan. Di negara Vietnam angka pengangguran terbuka 6,1 persen, Thailand 1,5 persen, Malaysia 3,4 persen, Korea 3,7 persen, dan Singapura 4,8 persen.
            Upaya mengatasi pengangguran tak bisa dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi dan sektor riil. Di masa lalu, pengangguran secara otomatis dapat dikurangi jika pertumbuhan ekonomi dapat dipacu setinggi-tingginya. Tahun 1994 setiap satu persen pertumbuhan ekonomi masih mampu menyerap tenaga kerja sekitar 375.000 orang, tahun 2000-2004 setiap persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menciptakan lapangan kerja 215.000 orang, setelah tahun tersebut angkanya bahkan menurun lagi menjadi 178.000 tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 yang diharapkan dapat mengurangi angka pengangguran, pada kenyataannya belum secara signifikan dapat memberikan solusi dalam mengatasi permasalahan ketenagakerjaan.
            Faktor lain yang tak kalah penting berkaitan dengan angka penganggur adalah penyerapan tenaga kerja di sektor riil. Berdasarkan data dari BPS 2005, usaha kecil jumlahnya sekitar 41,3 juta. Apabila di sektor riil dapat digerakkan dengan baik dan dapat menyerap tenaga kerja rata-rata 2 orang saja maka pada sektor ini akan memberikan kontribusi cukup besar dalam mengurangi masalah pengangguran.
            Kabinet Indonesia Bersatu dalam Rencana Pembangunan jangka Menengah menetapkan sasaran jumlah pengangguran dapat ditekan menjadi 5,8 juta orang (5,1 %) pada tahun 2009. Upaya-upaya penanggulangan pengangguran dilakukan melalui : memperbaiki kebijakan pasar kerja; memperbaiki iklim berusaha menjadi lebih kondusif melalui upaya menurunkan ekonomi biaya tinggi; memperbaiki hubungan dan peran pemerintah pusat dan daerah; memperbaiki kondisi infrastruktur.
            Dalam rangka penanggulangan pengangguran juga ditempuh melalui memperluas kualitas sumberdaya manusia, melalui upaya-upaya perbaikan tingkat pendidikan; dan perbaikan tingkat kesehatan. Memfasilitasi pekerja migran baik di dalam dan ke luar negeri. Memperbaiki program pemerintah dalam penciptaan lapangan kerja melalui padat karya; lembaga keuangan mikro; pemberdayaan UMKM. Program pasar kerja dan pelayanannya, menyusun tim kecil untuk mengindentifikasi beberapa ketentuan perundangan untuk diamandemen.
            Pertemuan tripatit yang telah dilakukan pada tanggal 8 Februari 2006, saat ini sedang dilakukan sosialisasi perlunya amandemen Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Melaksanakan program transmigrasi dengan paradigma baru. Mengingat beban yang cukup berat yang diemban oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, maka penangannannya tidak hanya mengandalkan pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi saja. Namun harus ditangani secara sinergi dengan Departemen/lembaga pemerintahan non departemen terkait, Pemerintah daerah, lembaga masyarakat, tokoh politik, agama, pakar dan sebagainya. Dengan kata lain pengangguran hanya dapat diselesaikan apabila : ada komitmen yang kuat dari seluruh komponen bangsa serta tindakan nyata di lapangan yang terkoodinir dan terpadu. Untuk itulah, kontribusi dari semua pihak baik pemikiran, sumbang saran, bahkan tindakan nyata dari departemen terkait, lembaga perguruan tinggi, tokoh masyarakat, agama, lembaga swadaya masyarakat, sangat diharapkan dalam rangka menangani masalah ketenagakerjaan.
            Masalah kemiskinan  juga mewarnai negeri Indonesia. Kemiskinan merupakan masalah yang perlu ditanggulangi mengingat jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan di Indonesia masih banyak. Pada tahun 2004 penduduk miskin berjumlah 36,1 juta jiwa atau 16,6 persen dari jumlah seluruh penduduk. Banyak hal yang mempengaruhi masyarakat miskin, seperti belum terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin, seperti hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, tanah, sumberdaya alam, air bersih dan sanitasi, rasa aman, dan hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan publik dan proses pembangunan, Pemerintah telah melakukan berbagai cara diantaranya : Menko Kesra Meluncurkan SNPK ( Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan ). Sebagai wujud kesungguhan bangsa Indonesia untuk mengurangi kemiskinan, pemerintah bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan dari kalangan lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, swasta, organisasi kemasyarakatan dan melalui konsultasi publik dengan masyarakat di daerah, telah menyusun Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK).
            Penyusunan dokumen SNPK tergolong lama dan melibatkan berbagai pihak yang jumlahnya relatif banyak, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta mendapat respon dari berbagai lembaga donor. Tahap penyusunan SNPK dimulai dari penyusunan I-PRSP (Interim Poverty Reduction Strategy Paper) pada tahun 2002, sebagai road map penyusunan SNPK. Pihak yang terlibat dalam penyusunan adalah pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, DPRD, perguruan tinggi, dunia usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan wakil masyarakat miskin.
“Dokumen SNPK yang telah disusun ini merupakan landasan bersama (common platform) dalam pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan oleh semua pihak. Dan menjadi acuan bagi seluruh pelaku pembangunan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Karena daerah memiliki masalah kemiskinan yang berbeda, maka perlu disusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) agar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing,”.

            Selain langkah-langkah diatas program transmigrasi merupakan salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan pengangguran dan kemiskinan. Melalui Program transmigrasi paradigma baru yang sedang dirintis, maka sistem penyelenggaraan transmigrasi akan mendukung : Ketahanan Pangan dan Ketersediaan Papan; Ketahanan Nasional; Mendorong Strategi Pemerataan Investasi serta pertumbuhan Nasional dan Daerah; Penanggulangan Pengangguran secara berkesinambungan dan jangka panjang. Penyelengaraan program transmigrasi tidak akan dapat dilaksanakan tanpa dukungan pemerintah daerah. Untuk itu, Depnekertrans akan menyampaikan penghargaan Bidang Ketransmigrasian, khusus kepada kabupaten yang telah memberikan kontribusi nyata dalam pelaksanaan program transmigrasi. 

No comments:

Post a Comment