A.
PENDAHULUAN
Pada saat ini, kepadatan penduduk menjadi permasalahan
yang semakin membebani dunia. Pada tahun 2000 jumlah penduduk dunia
diperkirakan mencapai kurang lebih 6.100 juta jiwa. Tingginya pertumbuhan
penduduk kota tidak hanya terjadi di Indonesia ,
tetapi di semua negara berkembang dan bahkan dunia. Sejak tahun 1950, penduduk
kota di negara-negara berkembang bertambah lebih dari empat kali lipat, dari
300 juta pada tahun 1950 menjadi 1,3 milyar pada tahun 1990-an. Diperkirakan
2,7 milyar penduduk akan tinggal di kota pada tahun 2010. Masalah ini semakin
rumit karena pertumbuhan penduduk perkotaan yang rata-rata mencapai angka 5,5%
per tahun.
Masalah kepadatan penduduk di kota-kota negara berkembang
ternyata jauh lebih kompleks. Hal ini disebabkan karena kota-kota di negara
berkembang memiliki karakteristik yang berbeda dari kota-kota di dunia Barat.
Pada saat revolusi industri, kota-kota di dunia Barat menampilkan kebutuhan
yang besar terhadap tenaga buruh. Hal ini memacu pola urbanisasi yang didasari
oleh pull factor di daerah perkotaan, yang mampu menyediakan lapangan kerja
bagi kaum urban kota .
Di negara berkembang, urbanisasi justru terjadi karena didorong oleh tidak
tersedianya lapangan kerja di pedesaan, pada saat kota sendiri belum mampu menyediakan lapangan
kerja bagi warganya. Hal ini menyebabkan kota-kota di negara berkembang
sebagian besar dihuni oleh para pendatang yang tidak memiliki pekerjaan. Mereka
akhirnya terperangkap dalam perekonomian informal dengan penghasilan yang
rendah. Dengan demikian, kota-kota di negara berkembang, termasuk Indonesia ,
dapat dikatakan didominasi oleh kaum miskin.
B.
PEMBAHASAN
Masalah kepadatan
penduduk merupakan suatu realitas yang memerlukan penanganan dan pengelolaan
secara matang sebelum akhirnya menjelma menjadi permasalahan kronis. Masalah
kepadatan penduduk menimbulkan masalah-masalah sosial diantaranya penduduk
tersebut memerlukan tempat tinggal, pekerjaan apabila tidak ditangani akan menimbulkan
berbagai masalah diantaranya banyaknya angka pengangguran, dan tingginya angka
kemiskinan.
Masalah
pengangguran, bukanlah masalah yang baru yang dihadapi oleh bangsa Indonesia .
Kenaikan angka pengangguran sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1990, dimana
penciptaan lapangan kerja pada waktu itu tidak lagi mampu mengimbangi laju
pertumbuhan angkatan kerja. Pada tahun 1997 angka pengangguran masih 4,7
persen, tahun 2000 meningkat menjadi 6,12 persen, tahun 2001 meningkat menjadi
8,1 persen, kemudian meningkat lagi menjadi 9,06 persen pada tahun 2002, tahun
2004 sebesar 9,86 persen, dan menjadi 10,9 persen pada tahun 2005.
Apabila
dibandingkan dengan negara-negara kawasan Asia ,
angka pengangguran terbuka di atas 10 persen tersebut sangat tinggi dan cukup
mengkhawatirkan. Di negara Vietnam angka pengangguran terbuka 6,1 persen,
Thailand 1,5 persen, Malaysia 3,4 persen, Korea 3,7 persen, dan Singapura 4,8
persen.
Upaya mengatasi
pengangguran tak bisa dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi dan sektor riil. Di
masa lalu, pengangguran secara otomatis dapat dikurangi jika pertumbuhan
ekonomi dapat dipacu setinggi-tingginya. Tahun 1994 setiap satu persen
pertumbuhan ekonomi masih mampu menyerap tenaga kerja sekitar 375.000 orang,
tahun 2000-2004 setiap persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menciptakan
lapangan kerja 215.000 orang, setelah tahun tersebut angkanya bahkan menurun
lagi menjadi 178.000 tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 yang
diharapkan dapat mengurangi angka pengangguran, pada kenyataannya belum secara
signifikan dapat memberikan solusi dalam mengatasi permasalahan
ketenagakerjaan.
Faktor lain yang
tak kalah penting berkaitan dengan angka penganggur adalah penyerapan tenaga
kerja di sektor riil. Berdasarkan data dari BPS 2005, usaha kecil jumlahnya
sekitar 41,3 juta. Apabila di sektor riil dapat digerakkan dengan baik dan
dapat menyerap tenaga kerja rata-rata 2 orang saja maka pada sektor ini akan
memberikan kontribusi cukup besar dalam mengurangi masalah pengangguran.
Kabinet Indonesia
Bersatu dalam Rencana Pembangunan jangka Menengah menetapkan sasaran jumlah
pengangguran dapat ditekan menjadi 5,8 juta orang (5,1 %) pada tahun 2009.
Upaya-upaya penanggulangan pengangguran dilakukan melalui : memperbaiki
kebijakan pasar kerja; memperbaiki iklim berusaha menjadi lebih kondusif
melalui upaya menurunkan ekonomi biaya tinggi; memperbaiki hubungan dan peran
pemerintah pusat dan daerah; memperbaiki kondisi infrastruktur.
Dalam rangka
penanggulangan pengangguran juga ditempuh melalui memperluas kualitas
sumberdaya manusia, melalui upaya-upaya perbaikan tingkat pendidikan; dan
perbaikan tingkat kesehatan. Memfasilitasi pekerja migran baik di dalam dan ke
luar negeri. Memperbaiki program pemerintah dalam penciptaan lapangan kerja
melalui padat karya; lembaga keuangan mikro; pemberdayaan UMKM. Program pasar
kerja dan pelayanannya, menyusun tim kecil untuk mengindentifikasi beberapa
ketentuan perundangan untuk diamandemen.
Pertemuan tripatit
yang telah dilakukan pada tanggal 8 Februari 2006, saat ini sedang dilakukan
sosialisasi perlunya amandemen Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan. Melaksanakan program transmigrasi dengan paradigma baru.
Mengingat beban yang cukup berat yang diemban oleh Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, maka penangannannya tidak hanya mengandalkan pada Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi saja. Namun harus ditangani secara sinergi dengan
Departemen/lembaga pemerintahan non departemen terkait, Pemerintah daerah,
lembaga masyarakat, tokoh politik, agama, pakar dan sebagainya. Dengan kata
lain pengangguran hanya dapat diselesaikan apabila : ada komitmen yang kuat
dari seluruh komponen bangsa serta tindakan nyata di lapangan yang terkoodinir
dan terpadu. Untuk itulah, kontribusi dari semua pihak baik pemikiran, sumbang
saran, bahkan tindakan nyata dari departemen terkait, lembaga perguruan tinggi,
tokoh masyarakat, agama, lembaga swadaya masyarakat, sangat diharapkan dalam
rangka menangani masalah ketenagakerjaan.
Masalah
kemiskinan juga mewarnai negeri Indonesia .
Kemiskinan merupakan masalah yang perlu ditanggulangi mengingat jumlah penduduk
yang hidup di bawah garis kemiskinan di Indonesia masih banyak. Pada tahun
2004 penduduk miskin berjumlah 36,1 juta jiwa atau 16,6 persen dari jumlah
seluruh penduduk. Banyak hal yang mempengaruhi masyarakat miskin, seperti belum
terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin, seperti hak atas pangan,
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, tanah, sumberdaya alam, air bersih
dan sanitasi, rasa aman, dan hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan
kebijakan publik dan proses pembangunan, Pemerintah telah melakukan berbagai
cara diantaranya : Menko Kesra Meluncurkan SNPK ( Strategi Nasional
Penanggulangan Kemiskinan ). Sebagai wujud kesungguhan bangsa Indonesia untuk mengurangi
kemiskinan, pemerintah bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan dari
kalangan lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, swasta, organisasi
kemasyarakatan dan melalui konsultasi publik dengan masyarakat di daerah, telah
menyusun Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK).
Penyusunan dokumen
SNPK tergolong lama dan melibatkan berbagai pihak yang jumlahnya relatif
banyak, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta mendapat respon dari
berbagai lembaga donor. Tahap penyusunan SNPK dimulai dari penyusunan I-PRSP
(Interim Poverty Reduction Strategy Paper) pada tahun 2002, sebagai road map
penyusunan SNPK. Pihak yang terlibat dalam penyusunan adalah pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, DPRD, perguruan tinggi, dunia
usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan wakil
masyarakat miskin.
“Dokumen SNPK yang telah disusun ini merupakan landasan
bersama (common platform) dalam pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan oleh
semua pihak. Dan menjadi acuan bagi seluruh pelaku pembangunan baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah. Karena daerah memiliki masalah kemiskinan yang
berbeda, maka perlu disusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)
agar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing,”.
Selain
langkah-langkah diatas program transmigrasi merupakan salah satu upaya untuk
mengatasi permasalahan pengangguran dan kemiskinan. Melalui Program
transmigrasi paradigma baru yang sedang dirintis, maka sistem penyelenggaraan
transmigrasi akan mendukung : Ketahanan Pangan dan Ketersediaan Papan;
Ketahanan Nasional; Mendorong Strategi Pemerataan Investasi serta pertumbuhan
Nasional dan Daerah; Penanggulangan Pengangguran secara berkesinambungan dan
jangka panjang. Penyelengaraan program transmigrasi tidak akan dapat
dilaksanakan tanpa dukungan pemerintah daerah. Untuk itu, Depnekertrans akan
menyampaikan penghargaan Bidang Ketransmigrasian, khusus kepada kabupaten yang
telah memberikan kontribusi nyata dalam pelaksanaan program transmigrasi.
No comments:
Post a Comment