Wednesday, November 9, 2016

Kanvas, Second Hands Sang Pelukis

Kemampuan seorang pelukis untuk mengubah bentuk sebuah kanvas kosong menjadi “hidup” mutlak diperlukan. Tidak peduli apakah lukisan tersebut beraliran Natuaralis, Abstrak atau Realis, maka tidak dapat tidak, harus mampu membuat sebuah kanvas menjadi barang yang “hidup”.Terlepas dari idealis seorang pelukis, maka hasil lukisan yagg dibuat setidaknya memuaskan dirinya sndiri dan orang yang melihatnya.

            Banyak contoh kasus yang menyebutkan bahwa lukisan yang dapat dinikmati oleh orang awam adalah lukisan yang benar-benar sesuai dengan bentuk aslinya. Naturalis, dan Realis misalnya. Bentuk lukisan ini dapat dinikmati artinya dengan mudah oleh kebanyakan orang. Beda halnya dengan lukisan dengan aliran kubisme, Abstrak atau aliran lukisan orang lain. Aliran ini sukar dipahami maknanya oleh kebanyakan orang. Walau segi keindahan ítu luas esensinya, tetapi jika ditilik dari pengertian awam, maka keindahan bentuk menjadi tolok ukur penilaian seseorang tentang keindahan sebuah lukisan. Ini sejalan dengan pikiran Affandi, pada waktu melukis Affandi mengerahkan seluruh kemampuan estetisnya dalam kanvas. Dia begitu senangnya, ketika dia melukis di alam terbuka, pasar misalnya, ada seorang anak yang bilang, “wah, gambar sapinya bagus.”
            Adakalanya bentuk pengakuan seperti Affandi katakan tersebut tidak dibutuhkan oleh seorang pelukis. Ini terkait dengan idealisme individual seorang pelukis. Banyak pelukis yang puas dengan hasil yang dilukisnya, walaupun orang lain tidak mengerti makna lukisannya. Kepuasan batin seorang pelukis inilah yang berusaha dialurkan oleh Affandi dengan sebuah bentuk pengakuan keindahan oleh orang lain. Bukankah kita tidak dapat menilai diri sendiri sebaik orang lain menilai diri kita? Namun sekali lagi, dapat dikatakan bahwa jika hal tersebut mulai berbenturan dengan idealisme seorang pelukis, maka jalan pengakuan seperti yang diutarakan oleh Affandi tidak diperlukan lagi.
            Lukisan Monalisa karya Leonardo Da Vinci, merupakan salah satu lukisan yang sagat dipuja orang hingga saat ini. Hal ini terkait denagn aliran yang dibawa oleh Da Vinci yang dengan mudah dapat dipahami oleh orang lain. Sekarang kita bandingkan dengan lukisan aliran Kubisme yang secara umum dapat dilihat “hanya” berbentuk kubus semua. Hal in menjadi sukar pahami sebagai bentuk keindahan seni oleh sebagian besar orang, walau pelukisnya mengatakan bagus, tetapi orang lain belum tentu faham dengan apa yang dilukis oleh pelukis tersebut.
            Itulah sebabnya keahlian seorang pelukis dalam membuat sebuah kanvas menjadi “hidup” sangat diperlukan. Bukan masalah pengakuan yang dimaksudkan disini, tetapi bentuk “menghidupkan” sebuah kanvas merupakan ujian tersendiri bagi  seorang pelukis.

Referensi

Prof. Drs. Pranojoto. Bacaan Pilihan Tentang Estetika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988.

No comments:

Post a Comment