Kemampuan
seorang pelukis untuk mengubah bentuk sebuah kanvas kosong menjadi “hidup”
mutlak diperlukan. Tidak peduli apakah lukisan tersebut beraliran Natuaralis, Abstrak
atau Realis, maka tidak dapat tidak, harus mampu membuat sebuah kanvas menjadi
barang yang “hidup”.Terlepas dari idealis seorang pelukis, maka hasil lukisan
yagg dibuat setidaknya memuaskan dirinya sndiri dan orang yang melihatnya.
Banyak contoh kasus yang menyebutkan
bahwa lukisan yang dapat dinikmati oleh orang awam adalah lukisan yang
benar-benar sesuai dengan bentuk aslinya. Naturalis, dan Realis misalnya.
Bentuk lukisan ini dapat dinikmati artinya dengan mudah oleh kebanyakan orang.
Beda halnya dengan lukisan dengan aliran kubisme, Abstrak atau aliran lukisan
orang lain. Aliran ini sukar dipahami maknanya oleh kebanyakan orang. Walau
segi keindahan ítu luas esensinya, tetapi jika ditilik dari pengertian awam,
maka keindahan bentuk menjadi tolok ukur penilaian seseorang tentang keindahan
sebuah lukisan. Ini sejalan dengan pikiran Affandi, pada waktu melukis Affandi
mengerahkan seluruh kemampuan estetisnya dalam kanvas. Dia begitu senangnya,
ketika dia melukis di alam terbuka, pasar misalnya, ada seorang anak yang
bilang, “wah, gambar sapinya bagus.”
Adakalanya bentuk pengakuan seperti
Affandi katakan tersebut tidak dibutuhkan oleh seorang pelukis. Ini terkait
dengan idealisme individual seorang pelukis. Banyak pelukis yang puas dengan
hasil yang dilukisnya, walaupun orang lain tidak mengerti makna lukisannya.
Kepuasan batin seorang pelukis inilah yang berusaha dialurkan oleh Affandi
dengan sebuah bentuk pengakuan keindahan oleh orang lain. Bukankah kita tidak
dapat menilai diri sendiri sebaik orang lain menilai diri kita? Namun sekali
lagi, dapat dikatakan bahwa jika hal tersebut mulai berbenturan dengan
idealisme seorang pelukis, maka jalan pengakuan seperti yang diutarakan oleh
Affandi tidak diperlukan lagi.
Lukisan Monalisa karya Leonardo Da Vinci,
merupakan salah satu lukisan yang sagat dipuja orang hingga saat ini. Hal ini
terkait denagn aliran yang dibawa oleh Da Vinci yang dengan mudah dapat dipahami
oleh orang lain. Sekarang kita bandingkan dengan lukisan aliran Kubisme yang
secara umum dapat dilihat “hanya” berbentuk kubus semua. Hal in menjadi sukar
pahami sebagai bentuk keindahan seni oleh sebagian besar orang, walau
pelukisnya mengatakan bagus, tetapi orang lain belum tentu faham dengan apa
yang dilukis oleh pelukis tersebut.
Itulah sebabnya keahlian seorang
pelukis dalam membuat sebuah kanvas menjadi “hidup” sangat diperlukan. Bukan
masalah pengakuan yang dimaksudkan disini, tetapi bentuk “menghidupkan” sebuah
kanvas merupakan ujian tersendiri bagi
seorang pelukis.
Referensi
Prof.
Drs. Pranojoto. Bacaan Pilihan Tentang Estetika. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988.
No comments:
Post a Comment