Ancaman politis dalam negeri umumnya datang dari sektor
mahasiswa, sektor petani dan sektor gereja. Yang dikenal juga dengan Revolusi
Meksiko. Dalam hal ini peristiwa pergolakan mahasiswa terjadi dalam tiga peristiwa gejolak mahasiswa, yakni
dalam tahun – tahun 1966, 1968 dan 1971. Dalam tahun 1966 timbul gejolak mahasiswa
dari Fakultas Hukum Universitas Nasional
Otonom di Mexico city yang kemudian menjalar ke Fakultas Ekonomi dan lain-
lain. Pada saat itu Universitas ini mempunyai mahasiswa sebanyak 85.000 yang
kini berkembang menjadi sekitar 300.000 mahasiswa. Pada awalnya mahasiswa
menuntut perbaikan sistem pendidikan, misalnya sistem penyederhanaan dan
prosedur pengajaran, perbaikan dalam sistem menempu ujian, hak terhadap mata
pelajaran pilihan, dan lain- lain.[1]
Peristiwa tahun 1968 (yang terkenal dengan nama “Peristiwa Tlatelolco”) merupakan
peristiwa berdarah yang membasahi lembaran sejarah pendidikan dan pemerintahan
Meksiko. Alasannya dorongan dan tujuan sama sekali berbeda dengan peristiwa
1966, akan tetapi yang substansi dan manifestasinya adalah adanya rasa tidak
puas dari mahasiswa (ditunggangi anasir politik) ditanggapi secara kurang
bijaksana oleh pemerintah.
Peristiwa ini dimulai dengan perkelahian kecil antar
pelajar beberapa sekolah kejuruan pada tanggal 22 Juli 1968, yang berkembang
menjadi vandalusme. Untuk mengatasi ini polisi bertindak keras. Pelajar –
pelajar yang saling berkelahi kemudian bersatu menganti sasarannya kepada
polisi. Pada akhir Juli keadaan semakin kacau ribuan mahasiswa dan oknum –
oknum partai baik dari pihak Kiri maupun Kanan dan juga beberapa orang asing
ditahan. Dalam konflik pelajar dan aparat pemerintah telah menimbulkan korban
sebanyak 32 orang. Dengan didudukinya beberapa gedung sekolah, UNAM menyatakan
solidaritasnya. Rektor UNAM Ir. Barros Sierra memimpin sendiri demontrasi dari
20.000 mahasiswa, mahaguru dan staf Universitas.
Gangguan – gangguan keamanan memang meningkat menjelang
1 September, pada saat dimana presiden Republik akan memberikan
pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat dan juga biasanya pada tahun pertama
seorang Presiden mulai memegang jabatannya, timbulnya gejolak – gejolak politik
dan keamanan untuk menguji sejauh mana kemampuan pemerintahan baru itu.
Dalam pidatonya kenegaraannya yang ke-4, Presiden Diaz
Ordaz pada tanggal 1 September antara lain ditekankan karena disinyalir adanya
usaha untuk menggagalkan berlangsungkan Olimpiade di Mexico dan Oktober 1968. pemerintah
tidak ingin berkompromi dengan para demostran malahan pada tanggal 18 September
gedung UNAM dan kemudian pada tanggal 25 September gedung IPN diduduki Tentara
Federal, setelah terjadi perkelahian seru. Situasi makin gawat karena
masyarakat tidak mau menerima tindakan pendudukan ini bahkan dari berbagai
Universitas luar negeri (antara lain Colombia ) menyatakan solidaritas[2].
Mahasiswa yang semakin menjadi penasaran semakin keras
dalam demontrasi dan pada tanggal 2 Oktober ketika mereka menuju ke daerah
Tlatellco di Ibukota, mereka berhadapan dengan Tentara Federal dan dengan
begitu terjadi perkelahian yang sangat keras. Akibatnya 120 orang meninggal
dunia ( mahasiswa, mahaguru dan staf Universitas) dan 1400 orang ditahan.
Hingga kini peristiwa yang merupakan tragedi nasional ini tidak akan dilupakan
oleh masyarakat terutama kalangan lembaga pendidikan tinggi dan juga di antara
orang tua mahasiswa yang kini banyak yang belum mengetahui apakah anak – anak
mereka masih ditahan atau sudah meninggal.
Peristiwa tahun 1971 terjadi dalam awal pemerintahan
Presiden L.Echeverria. peristiwa ini mula – mula timul dari tuntutan mahasiswa
Politeknik (IPN) untuk adanya perbaikan pendidikan. Namun demostrasi –
demontrasi yang diadakan pada tanggal 10 Juli 1971 kemudian ditunggangi oleh
golongan komunis karena juga partai Komunis Mexico secara terang – terangan
ikut serta dan terjadi tembak – menembak bukan dengan Polisi atau tentara,
melainkan dengan orang – orang sewaan berpakaian preman yang bersenjata.
Akibatnya 16 orang mahasiswa dan penduduk mati tertembak.
Dengan mencetusnya peristiwa – peristiwa itu kemudian
pemerintah mengadakan perbaikan dan pendekatan dengan Universitas, terutam UNAM
dan IPN. Pembinaan dan pemberian subsidi ditingkatkan. Para
mahasiswa dan mahaguru yang agresif revolusioner diberikan perhatian lebih
baik, secara politis dan materiil. Dalam tahun 1974 tercatat ada 260.000
mahasiswa pada UNAM dengan subsidi yang diberikan pemerintah sebesar Pesos 2
billon. Dalam tahun yang sama terdaftar 122.000 mahasiswa pada IPN dan lembaga
ini menerima subsidi Pesos 1.329 billon dari pemerintah.
Dalam pertentangan pemerintah dengan para petani pada
umumnya terjadi dinegara –negara bagian, dimana masalah pemilikan dan
distribusi tanah masih belum terselesaikan dengan baik. Walaupun Meksiko kaya
akan sumber – sumber mineral akan tetapi pertanian dan industri pertanian masih
merupakan dasar ekonomi negara. Dalam masa penjajahan Spanyol, tanah banyak
dikuasai oleh para bangsawan dan pengusaha Spanyol, gereja dan tentara.
Revolusi Meksiko berusaha untuk mencapai keadilan social
dalam pemilika tanah dengan memperbaiki sistwem pemilikan tanah dan distribusi
tanah dalam rangka landreform. Sistem “hacienda”
dan kebudayaan hacienda, dimana
tanah- tanah luas dimiliki hanya oleh dua orang dengan mengekploitasikan secara
murah tenaga petani, dimana para tuan tanah hidup mewah dan para petani
penggarap tanah tetap melarat, dihancurkan dalam masa Revolusi[3].
Pertentangan yang terjadi juga antara pemerintahan dan
golongan agama telah dimulai sejak meletusnya Revolusi. Pada masa penjajahan
Spanyol, agama Katolik Roma dipergunakan sebagai alat untuk menguasai rakyat, terutama
suku – suku Indian yang masih menyembah berhala. Setelah kemerdekaan Meksiko
direbut, golongan agama bersekutu dengan para tuan tanah., sehinnga menimbulkan
suatu bentuk penjajahan yang baru yakni dibidang sosial ekonomi. Dalam masa
Revolusi walapun banyak pendekar – pendekarnya adalah pendeta pada umumnya
gereja bertindak pasif dan bahkan sering terjadi kontra-revolusioner. Inilah
sebabnya mengapa gereja (yang umumnya berpendeta Spanyol) dipandang sebagai
manifestasi daripada suatu penjajahan mental-spiritual suatu benteng
kontra-revolusi yang harus ditumbangkan.
No comments:
Post a Comment