Wednesday, September 28, 2016

REVIEW JURNAL: Konsep Revolusi Kebudayaan Menurut Mao Zedong

Identitas Jurnal
Ø  Judul Jurnal              : Konsep Revolusi Kebudayan Mao Zedong
Ø  Majalah                     : Jurnal Filsafat
Ø  Nama Pengarang      : Sri Harmini dan Nuryirwan
Ø  Editor                       : Nuryirwan
Ø  Nomor Jurnal           : 215 H 90 / 6 G 38. Halm 60-66
Ø  Kota Terbit               : Yogyakarta
Ø  Tahun terbit              : 2004

Pada tanggal 1 Oktober 1949 diproklamirkan berdirinya berdirinya negara baru yaitu Republik Rakyat Cina dengan presiden dijabat oleh Mao Zedong. Mao sebagai pemimpin Republik rakyat Cina, menjadi arsitek negara baru yang mengubah tidak hanya dalam sistem pemerintahan melainkan juga cara pandang bangsa Cina terhadap bangsa Cina dan yang terpenting adalah cara pandang masyarakat Cina terhadap diri mereka sendiri. Cina yang selama ini identik dengan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan telah menjelma menjadi suatu negara mandiri.

Dalam kongres partai ke-8 menetapkan agenda pembangunan selanjutnya adalah mengusahakan terjadinya keseimbangan antara kebutuhan material dan kebudayaan masyarakat, dengan tujuan mengubah Cina menjadi negara sosialis industri yang modern secepat mungkin. Istilah secepat mungkin disini diartikan bahwa dalam pelaksanaan dapat melompati tahap - tahap mormal pembangunan untuk memperpendek jalan menuju sosialisme. Sedangkan istilah keseimanan antara material dan kebudayaan masyarakat disini adalah Revolusi Kebudayaan yang dicetuskan oleh Mao Zedong dengan mengadopsi dari pemikiran Mark dan Lenin.
Revolusi Kebudayaan ternyata mengakibatkan roda pemerintahan tidak berjalan sebagaimana mestinya dan menimbulkan banyak korban. Semua kesalahan dijatuhkan kepada Mao sebagai penceyus gagasan atas korban-korban yang ditimbulkannya.  Namun ironisnya dalam pandangan bangsa Cina sendiri, ia tetap dipuja sebagai pahlawan yang berjasa menyelamatkan kelangsungan hidup bangsa dan mengantarkan mereka menuju suatu dunia baru yang merdeka bebas dari tuntutan negara lain. Sedangkan masyarakat korban Revolusi Kebudayaan ini sendiri tidak banyak menyalahkan keadaan ini pada Mao, mereka menyadari bahwa hal itu memang seharusnya dilakukan, tidak ada revolusi yang berjalan mulus dan perlahan-lahan, perjuangan akan selalu membutuhkan pengorbanan terutama dari rakyat.
Pemikiran Mao ini ini sering disebut sebagai Maoisme, yang ditulis dalam bukunya Mao and Chinese Revolution, Chen Jerome menyatakan bahwa istilah ini secara salah telah dipopulerkan oleh para pelajar dari Universitas Harvard dalam tulisan-tulisan mereka untuk menunjuk kepada pemikiran – pemikiran Mao. Pemikiran Mao pada dasarnya merupakan gabungan dari pemikiran tokoh – tokoh sebelumya. (bukan hanya kaum Marxian), yang disesuaikan dengan situasi objektif negara Cina dan dipadukan dengan pengetahuan intelektual dan pengalaman – pengalaman perjuangan revolusinya. Sehingga menjadi suatu konsep pemikiran yang sangat pragmatis dan luwes berlaku di Cina. Pemikiran – pemikiran Marxis Mao inilah selanjutnya yang disebut sebagai Maoisme.
Menurut Mao, Revolusi merupakan bagian internal dari perubahan sosial adalah suatu proses kontiyu. Terjadi revolusi tergantung dari ada atau tidaknya revolusioner massa dan adanya suatu bangunan partai yang kuat. Revolusi Mao adalah salah satu dari sekian tahap perubahan masyarakat yang direncanakan dan akan terus berlangsung hingga tercapai sosialisme sebagai cita – cita akhir masyarakat. Mao tidak menentukan berapa lama suatu revolusi akan berlangsung, ia hanya menyatakan bahwa revolusi akan berakhir telah tercapai di seluruh dunia. Inilah yang disebut revolusi permanen.
Reformasi Agraria, Rencana Pembangunan Lima Tahun, Lompatan Jauh Kedepan serta Revolusi Kebudayaan adalah rangkaian gerakan revolusi permanent pada pemerintahan Mao. Kontinyunitas dalam gerakan revolusi diperlukan untuk menjaga kesatuan dan kesamaan kehendak antara pemerintah dengan rakyat.
Secara resmi Revolusi Kebudayan dicanangkan pada pertemuan komite Sentral ke-8 tahun 1996, tercantum dalam 16 poin resolusi sebagai petunjuk atas tindakan rakyat dalam masa resolusi. Atas nama penghapusan “4 hal – hal kuno” (4 olds), yaitu : kebudayaan, gagasan pemiliran, tradisi dan kebiasaan – kebiasaan kuno, tentara merah berhak menghancurkan segala hal yang berhubungan atau mengingatkan mereka dengan dunia barat dan feodalisme termasuk benda – benda warisan sejarah.
Akar dari kekacauan ini adalah perseteruan politik di tingkat elit pemerintah, perbedaan ideologi menyebabkan terpecahnya kepemimpinan menjadi 2 pihak yaitu: pendukung Mao dan anti Mao. Masing - masing mereka berusaha mencari massa sebanyak – banyaknya generasi muda adalah target mereka. Dukungan rakyat merupakan legalisasi posisi seseorang dalam pemerintahan, keadaan ini dimanfaatkan untuk menjadi tujuan untuk menyingkirkan lawan – lawan mereka dari pemerintahan. Kekuasaan tertinggi pada saat itu berada di tangan massa, yang menentukan apakah disebut revolusioner atau kontra-revolusi.
Revolusi Kebudayaan Mao bukanlah suatu kensep kosong belaka, ia berusaha melakukan suatu perubahan sosial yang lebih menyeluruh ke semua aspk kehidupan manusia, bukan hanya trasformasi secara fisik saja, akan tetapi juga mental masyarakatnya. Kemauan untuk melakukan perubahan dan semangat juang rakyat Cina dalam memajukan negerinya dapat dicontoh oleh setiap negara berkembang di dunia termasuk Indonesia. Melalui pengorbanan harta benda dan nyawa rakyatnya dalam tahapan – tahapan sejarah berupah Revolusi Kebudayaan, pola kepemimpinan Mao (walaupun bersifat otokratik dan diktatorial) telah membawa Cina menjadi negara yang mandiri, kuat dan berdaulat.
Revolusi Kebudayan Mao, secara garis besar dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.    Kontradiksi (konflik) internal adalah unsur terpenting dalam perkembangan masyarakat yang menimbulkan perubahan – perubahan, mendorong perkembangan dan kemajuan masyarakat.
2.      Keberhasilan Marxisme di Cina adalah karena Mao menerapkan Marxisme dan Leninisme sesuai dengan kondisi social, politik, dan geografis dan bangsa Cina.
3.    Transformasi social tidak dapat dicapai hanya dengan pengalihan kepemilikan atas alat – alat produksi kepada proletariat, dibutuhkan perubahan secara mendasar (ideologi) dengan membentuk manusia – manusia sosialis baru melalui re-eduksi
4.   Revolusi Kebudayaan adalah salah satu dari sekian banyak massa yang terjadi, yang merupakan suatu proses kontinyu dari konsep revolusi permanent Mao.
            

No comments:

Post a Comment