BAB I
PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Sejarah manusia mengupas secara terus
menerus dan tak hentinya pertentangan dan peperangan antara kekuatan kebaikan
dan kekuatan kejahatan. Saat kebanyakan manusia berubah menjadi bermoral buruk
dan melanggar kedisplinan etika/susila. Ketika kekayaan membuat sebagian orang
melakukan pelanggaran dan berlindung dibalik kekuatan politik dan menyebarkan
ketidakamananan, serta kosong dari norma-norma sosial dalam masyarakat dan
melakukan gangguan perdamaian dan keamanan disekitarnya. Dalam situasi seperti
itu hanya seorang manusia yang luar biasa baik dan memiliki kemampuan rohani
saja yang dapat menyelamatkan dan menghilangkan pengaruh buruk yang telah
tersebar ke setiap penjuru bumi ini.
Sang Penyelamat atau lebih dikenal
dengan sebutan Sang Reformer, pemberi peringatan, utusan atau nabi yang
ditunjuk oleh Tuhan Yang Maha Agung dengan membawa misi suci akan membimbing
manusia ke jalan yang benar. Dia akan menganjurkan orang-orang untuk berbuat
amal kebaikan, mencegah mereka dari menyakiti orang lain dan dari
perbuatan-perbuatan dosa serta mengajak mereka untuk menyembah Allah, Yang Maha
Suci dan Maha Tinggi.
Seorang laki –laki jenius yang
dianugerahkan kepada bumi oleh Tuhan Yang Maha Besar pada jaman dahulu, adalah
Zarathustra (nama latinnya Zoroaster) beliau adalah pendiri ajaran
Zoroasterisme di Persia .
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH ZOROASTER
a.
Zoroaster
Zarathustra
(yang berarti dia cahaya emas) adalah pendiri agama Persia kuno Zoroasterisme yang
dikenal dengan nama Zoroaster di barat. Berasal dari Bahasa Latin Zoroasters
dan dalam Bahasa Yunani disebut Zorastres. Kitab suci agama ini Avesta,
menyebut sebutan Zarathustra secara konsisten, sementara di dalam versi Pahlavi
nama itu adalah Zaratusht dan dalam Bahasa Persia modern beliau disebut dengan
nama Zardusht, Zartusht ataupun Zarathust.
b.
Tanggal Kelahiran
Tanggal
kelahiran beliau yang tepat masih menjadi perdebatan. Para
penulis klasik Yunani, menghubungkan hal tersebut dengan sejarah
pribadi-pribadi penting seperti Aristoteles, Hermodorus dan Xanthust (abad ke-5
SM). Plutarch (kira-kira th. 46-120 M, menempatkan nama Zoroaster lebih awal
dari th 6000 SM. Eudoxus (kira-kira th. 365 SM)menyebutkan hal itu menjadi 6000
tahun sebelum kematian Plato (347 SM). Beberapa ahli sejarah menempatkannya
pada kurun waktu antara th 1750 SM dan th. 1000 SM, khususnya ketika Persia
keluar dari jaman batu. Sedangkan Al-Biruni (973-1048 M) telah menulis tanggal
berharga tentang kemunculan Zarathustra yaitu pada tahun 1000 SM, apakah itu
tanggal kelahiran atau tanggal kemunculan beliau setelah menerima wahyu-wahyu,
masih merupakan hal yang membutuhkan interpretasi. Menurut kepercayaan para
pengikut Zoroaster, beliau muncul 258 tahun sebelum Alexander yaitu saat
jatuhnya Persepolis, ibukota kerajaan Achaemenid pada tahun 330 SM. Yang
berarti beliau muncul pada tahun 558 SM. Zoroaster berusia 42 tahun ketika Raja
Vishtaspa (bahasa Yunaninya Hystaspes) yaitu raja dari Chorasmia menjadi
pengikutnya. Dan pendirinya sendiri (Zarathustra) hidup selama 70 tahun. Juga
secara tradisional dipercaya bahwa filusuf Yunani yakni Phytagoras belajar
bersamanya. Tanggal kelahirannya diperkirakan jatuh antara tahun 628-551 SM,
meski pendapat ini tidak diterima oleh para cendekiawan modern.
c.
Tempat Kelahiran
Tempat
kelahirannya juga menjadi kontroversi lain. Beberapa orang menyebut beliau
orang Iran Kuno; sedangkan yang lainnya menyatakan bahwa beliau asli orang
Rhages, Rayy modern yaitu sebuah wilayah di pedalaman Teheran. Seorang
cendekiawan Iran
menyatakan bahwa tempat kelahirannya menurut Avesta adalah tepat di tepian
Sungai Dareja di Airyana Vaejah. Sekarang diketahui Dareja adalah Araxes
(Seyhoon di Persia) yang terletak di Transoxiana dekat perbatasan barat daya (north west ) Media.
Seorang pengarang Islam Sharastani (1086-1153 M) dan at-Tabri (kira- kira th.
839-923 M) menyatakan tempat kelahiran Zarathustra di Iran Barat. Para penulis Arab , Ibnu Hurdadhbah (kira-kira th. 816 M)
dan Yaqut (kira-kira th. 1220 M) menyatakan dengan jelas Urmiah (sekarang
disebut Rizajeh) di Shiz yaitu distrik Azarbaijan sebagai tempat kelahiran
Zoroaster.
Berdasar
fakta itulah bukti penanggalan otentik biografi beliau masih sedikit. Mungkin
bisa disimpulkan bahwa Zarathustra lahir di Iran di akhir abad ke-7 atau awal
abad ke-6 SM bersamaan dengan masa berlangsungnya kekaisaran Persia dibawah pimpinan Cyrus II
(550-330 SM).
d.
Kehidupan Zarahustra
Zarahustra adalah keturunan gelombang
pertama Indo-Iran. Mata pencaharian Penduduknya adalah bertani. Ayahnya bernama
Pourushaspa memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga Ksatria Spitama yang
merupakan generasi ke 45 dari Gayomart manusia pertama (seperti halnya Adam).
Ibunya bernama Dughdova berasal dari Marga Hvogva.
Masa kecil dan masa kehidupan selanjutnya Zarathustra dipercaya
kaya akan keajaiban. Disebutkan bahwa beliau lahir dalam keadaan tertawa
bukannya menangis. Juga diceritakan saat beliau masih kecil telah terhindar
dari banyak ujian dalam kehidupannya dengan bantuan binatang-binatang besar.
Pada suatu kejadian seekor kerbau berdiri melindunginya dari injakan kaki-kaki
kuda ternak. Juga ada diceritakan saat seekor kuda betina melindunginya dari
injakan kuda-kuda lainnya. Pada saat lainnya seekor serigala bukan menerkam
bahkan membiarkan beliau begitu saja diantara anak- anaknya. (Beberapa pengikut
modern ajaran ini tidak menganggap hal-hal tersebut secara serius).
Disebutkan Zarathustra telah menikah tiga kali, (perkawinan
poligaminya ditolak oleh para pengikut Zoroaster). Beliau memiliki tiga orang
puteri dan seorang anak laki-laki dari isteri pertamanya, memiliki dua orang
putera dari isteri keduanya dan dari isteri ketiga beliau tidak memiliki anak.
Tradisi-tradisi selanjutnya mempercayai bahwa beliau diajari
menjadi seorang pendeta. Di dalam Gathas beliau menyebut dirinya sebagai Zaotar
yaitu seorang pendeta yang benar-benar berkualitas. Menurut orang-orang
Indo-Iran pengajaran tersebut dimulai pada saat beliau berusia 7 tahun dan
dilakukan secara lisan, pada saat orang-orang zaman tersebut belum mengenal
ilmu baca tulis. Beliau kemungkinan telah menjadi pendeta pada usia 15 tahun
yang menurut orang-orang Iran pada jaman itu usia tersebut adalah usia matang.
Beliau mempelajari semua hal sedapat mungkin seperti tentang misteri penciptaan
dan realita kehidupan. Rasa ingin tahu beliau membuatnya tidak cepat merasa
puas akan sesuatu hal. Namun wahyu telah membimbing beliau untuk meditasi dan
intropeksi diri. Beliau bermaksud memahami dan mengerti tentang peranan manusia
sebagai makhluk ciptaan.
Beliau meninggalkan rumah pada usia 20 tahun dan kepergian
beliau tersebut bertentangan dengan kehendak orang tuanya. Diceritakan beliau
pergi ke pegunungan. Beliau menginginkan jiwa beliau dalam kesunyian. Beliau
selama bertahun-tahun melakukan perjalanan mencari kebenaran, terbimbing dengan
memiliki pikiran baik, penuh kesadaran dan cinta kasih. Dalam syairnya
disebutkan bahwa selama perjalanan, beliau harus menyaksikan tindakkan
kekerasan. Beliau menyadari ketidakberdayaannya, tapi memiliki perhatian
mendalam terhadap keadilan, penegakkan hukum moral yang setara baik bagi yang
kuat maupun yang lemah, hingga semua bisa mengikuti jalan kebaikan di kehidupan
ini dengan penuh kedamaian dan ketenangan.
Menurut kepercayaan, Zarathustra menghabiskan waktu 10 tahunnya
dalam pencarian ini. Ketika beliau berusia 30 tahun yaitu saat beliau memiliki
kebijaksanaan yang matang, pandangan rohani (mimpi) diperlihatkan kepada beliau
.
Zarathustra diberi keyakinan bahwa dia adalah utusan Ahura
Mazda, Tuhan Yang Bijaksana, satu-satunya Tuhan yang patut disembah. Beliau
menentang semua dewa-dewa orang-orang Vedic Iran serta beliau adalah penentang
mitologi-mitologi mereka, persembahan-persembahan korban serta upacara minum
ritual Hoama dan menentang semua yang dipersekutukan terhadap Ahura Mazda yaitu
ahura-ahura dan daeva-daeva lainnya dalam peperangan universal antara kebenaran
dan kebatilan.
Zarathustra menyatakan bahwa Ahura
Mazda adalah Azali (tidak tercipta), kekal selamanya dan Dia adalah pencipta
semuanya termasuk semua dewa-dewa lainnya. Beliau yakin tentang kebijaksanaan,
keadilan dan kebaikan yang mutlak terpisah dari unsur kejahatan dan kezaliman.
Zarathustra
menentang para penyembah daeva-daeva yaitu sekelas dewa-dewa yang dikenal
secara umum oleh orang-orang Indian dan orang-orang Iran . Para pemimpin musuh-musuh beliau adalah para kavis
dan karapan/ sekasta dengan pendeta. Beliau menentang tradisi-tradisi dan
praktek-praktek keagamaan yang mereka lakukan. Saat beliau mengumumkan misinya
beliau mendapat tantangan keras dari musuh-musuh beliau baik dari kalangan
rakyat maupun para penguasa agama, seperti halnya apa yang pernah dialami oleh
nabi-nabi lainnya. Zarathustra menyadari kelemahan beliau sendiri dan menyadari
jika akan ada perlawanan terhadap ajarannya. Beliau kecewa ketika karib kerabat
dan sahabat-sahabat beliau menjauhinya, dan ini meninggalkan duka yang mendalam
di hatinya. Misi beliau dimulai ketika beliau berusia 30 tahun dan dalam
sepuluh tahun kehidupan beliau selanjutnya, beliau hanya berhasil membai’atkan
satu orang ke dalam ajarannya, yaitu saudara sepupu beliau sendiri yang bernama
Maidyoimah.
Ketika
Zarathustra mencapai usia 77 tahun yaitu setelah 47 tahun masa kenabiannya,
Madzaisme telah sukses berdiri namun pada masa itulah terjadi pensyahidan
terhadap beliau. Diriwayatkan beliau wafat karena tindakan kekerasan. Beberapa
riwayat menceritakan beliau disyahidkan oleh salah seorang musuh ajaran beliau
yang bernama Turbatur, saat itu beliau sedang memberikan khutbah di Bacteria
(Balkh). Sumber lainnya menceritakan Bangsa Turanian menyerang Kota Balkh dan
mereka menghancurkan Kuil NUSH AZAR, beliau beserta beberapa pendeta dibunuh
orang-orang Turanian ketika beliau sedang memimpin upacara keagamaan di
perapian suci. Orang-orang Yunani yang sangat menghormati beliau menceritakan
kewafatannya bahwa beliau wafat karena sambaran cahaya atau api dari langit.
B. AJARAN ZOROASTER
Teologi Zoroaster merupakan campuran
menarik antara monotheisme dan dualisme. Menurut Zoroaster, hanya ada satu
Tuhan sejati yang disebutnya Ahura Mazda (dalam sebutan Iran modern: Ormudz). Ahura Mazda
("Tuhan yang bijaksana") menganjurkan kejujuran dan kebenaran. Tapi,
penganut Zoroaster juga percaya adanya roh jahat, Angra Mainyu (dalam istilah Persia
modern: Ahriman) yang mencerminkan kejahatan dan kepalsuan. Dalam dunia nyata,
ini perlambang pertentangan abadi antara kekuatan Ahura Mazda di satu pihak dan
Ahriman di lain pihak. Tiap individu bebas memilih ke mana dia berpihak, ke
Ahura Mazda atau ke Ahriman. Meskipun pertarungan kedua belah pihak mungkin
dekat pada suatu saat, penganut Zoroaster percaya bahwa dalam jangka panjang
kekuatan Ahura Mazda akan keluar sebagai pemenang. Teologi mereka juga termasuk
keyakinan penuh adanya hidup sesudah mati.
Dalam masalah-masalah etika, agama
Zoroaster menekankan arti penting kejujuran dan kebenaran. Ascetisme, hidup
ugal-ugalan, zina, ditentang keras. Penganut Zoroaster melaksanakan pelbagai
ibadah agama yang menarik, beberapa di antaranya dipusatkan pada pemujaan
terhadap api. Misalnya, api suci senantiasa dibiarkan berkobar di kuil
Zoroaster. Tapi, yang paling nyata dalam ibadah mereka adalah cara melenyapkan
jenasah, bukannya dikubur atau dibakar, melainkan diletakkan di atas menara
dibiarkan habis dimakan burung pemakan bangkai. (Burung-burung itu biasanya
melalap mangsanya hingga tinggal tulang melulu dalam tempo beberapa jam).
Meskipun Zoroatrianisme punya
macam-macam elemen yang serupa dengan agama-agama Iran yang lebih lama, tak tampak
tersebar luas di masa Zoroaster sendiri. Tapi, daerah tempat dia hidup
kait-berkait bersama dengan Kekaisaran Persia di bawah Cyrus Yang Agung di
pertengahan abad ke-16 SM pada saat matinya Zoroaster. Dalam masa dua abad
kemudian, agama itu diterima oleh Raja-raja
Persia dan
memperoleh pengikut yang lumayan. Sesudah Kekaisaran Persia ditaklukkan oleh Alexander
Yang Agung di akhir pertengahan abad ke-4 SM, agama Zoroaster mengalami
kemunduran deras. Tapi, akhirnya orang-orang Persia memperoleh kemerdekaannya
kembali, pengaruh Hellenistis merosot, dan ada semacam kebangkitan kembali
Agama Zoroaster. Di masa
dinasti Sassanid (226 - 651 M) agama Zoroaster diterima sebagai agama resmi
negeri Persia.
C. KEMUNDURAN ZOROASTER
Sesudah ditaklukkan Arab di abad ke-7
M, sebagian besar penduduk Persia
lambat laun memeluk agama Islam (dalam beberapa hal dengan kekerasan, walau
pada prinsipnya kaum Muslimin punya sikap toleran kepada agama lain). Sekitar
abad ke-10, sebagian sisa penganut agama Zoroaster lari dari Iran ke Hormuz, sebuah pulau di teluk Persia .
Dari sana mereka atau turunannya pergi ke India
tempat mereka mendirikan semacam koloni. Orang Hindu menyebut mereka Parsees
karena asal mereka dari Persia .
Kini ada sekitar l00.000 lebih kelompok Parsees di India, umumnya tinggal di
dekat kota Bombay
tempat mereka membentuk suatu kelompok kehidupan masyarakat yang makmur.
Zoroastrianisme tak pernah melenyap seluruhnya di Iran; hanya sekitar 20.000
penganut masih ada di negeri itu.
Kini, di dunia penganut Zoroaster
lebih sedikit jumlahnya ketimbang kaum Mormon maupun Christian Scientists.
Tapi, Mormonisme dan Christian Science tumbuhnya belum lama; dilihat dari
perjalanan sejarah, jumlah keseluruhan pengikut Zoroaster jauh lebih besar. Ini
alasan utama mengapa Zoroaster dimasukkan ke dalam buku ini, sedangkan Joseph
Smith dan Mary Baker tidak dimasukkan
Lebih dari itu, Zoroatrianisme telah
memberi pengaruh kepada agama-agama lain, seperti Yudaisme dan Nasrani. Bahkan,
pengaruhnya yang lebih besar kentara pada Manichaeisme, agama yang didirikan
oleh Mani, yang mengambil oper ide Zoroaster tentang pertentangan antara roh
baik dan roh jahat dan mengembangkannya menjadi agama yang kompleks dan
bersifat memaksa. Untuk sementara waktu kepercayaan baru yang ia dirikan
merupakan agama besar dunia, walaupun kemudian punah seluruhnya.
D. KITAB-KITAB SUCI AJARAN
ZOROASTER
Dikatakan bahwa agama ini hanya
memiliki satu kitab suci yang disebut Avesta. Itupun sekarang hanya tinggal
beberapa bagian naskah saja. Menurut para penganut Zoroaster yang berdialek Iran
Timur dan dua orang ahli sejarah muslim pada abad ke-20 dan abad ke-13, yaitu
Tabari dan Mas’udi menyatakan bahwa keseluruhan isi kitab Avesta telah ditulis
dengan tinta emas di atas 12.000 lembaran kulit sapi dan kitab ini pernah
tersimpan di perpustakaan kerajaan yang terletak di Istakhar atau tersimpan di
hasanah kekayaan yang disebut Dizh-e-Niphist yang terletak di Persepolis, namun
itu terbakar habis saat terjadi invasi Alexander Agung. Salinan kedua kitab ini
dibawa ke Athena dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Yunani. Sabda-sabda
Zarathustra dan para penerusnya kemungkinan telah dituturkan secara lisan dari
generasi ke generasi.
Karena kondisi itu dan juga
dikarenakan kekacauan yang timbul saat datang sang penakluk, maka banyak
tradisi-tradisi lisan harus hilang pula. Disebutkan bahwa sepertiga isi kitab
Avesta ini masih tersimpan di dalam memori para pengikut Zarathustra saat itu.
Juga mengenai literatur-literatur
tambahan lainnya mengalami dua kali kerusakan yang tak dapat tergantikan. Yang
pertama terjadi pada abad ke-7 yang dilakukan oleh para penakluk Bangsa Arab
dan berikutnya terjadi pada abad ke-12, yaitu saat raja – raja Mongol datang
dengan kekuatannya. Lebih dari sepertiga literatur agama ini yang ada di masa
Bangsa Sasania (yaitu era terakhir kekuatan ajaran Zoroaster) mengalami
kehancuran.
Beberapa Riwayat menyebutkan AVESTA
terdiri dari 21 NASK (jilid). Ringkasan jilid-jilid tersebut terangkum dalam
kitab Pahlavi, yang disebut DENKERT. Tertulis abad ke-9 M yang tampilannya sama seperti saat ini. Jilid-jilid
tersebut terbit dengan ukuran tebal.
Setelah
terjadi pengusiran orang-orang Yunani oleh orang-orang Parthia, ajaran
Zoroaster bangkit kembali. Raja Volgeses memerintahkan pengumpulan
bagian-bagian AVESTA yang terserak. Pekerjaan ini dirampungkan oleh Tansar,
yakni seorang pendeta agung dari Ardeshir dan juga merupakan pendiri Dinasti
Sassanian pada th. 224 M. Pada waktu bersamaan penerjemahan AVESTA ke dalam
Bahasa Pahlavi dilanjutkan dan komentar-komentar ditambahkan pada kitab ini, yang
selanjutnya dikenal dengan nama ZEND AVESTA (Aza’nti dalam Bahasa Avesta dan
disebut Avestak-u-Zand dalam Bahasa Pahlavi). Tansar kemudian menyusun kembali
Avesta menjadi 3 bagian : GASSANIK ( Gathic atau puji-pujian ibadah ) HADHA
MANSARIK ( campuran ajaran – ajaran kerohanian dan ajaran duniawi ) dan ketiga
DATIK (hukum).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Zarathustra (yang berarti dia cahaya
emas) adalah pendiri agama Persia
kuno Zoroasterisme yang dikenal dengan nama Zoroaster di barat. Berasal dari
Bahasa Latin Zoroasters dan dalam Bahasa Yunani disebut Zorastres. Kitab suci
agama ini Avesta, menyebut sebutan Zarathustra secara konsisten, sementara di
dalam versi Pahlavi nama itu adalah Zaratusht dan dalam Bahasa Persia
modern beliau disebut dengan nama Zardusht, Zartusht ataupun Zarathust.
Teologi Zoroaster merupakan campuran
menarik antara monotheisme dan dualisme. Menurut Zoroaster, hanya ada satu
Tuhan sejati yang disebutnya Ahura Mazda (dalam sebutan Iran modern: Ormudz). Ahura Mazda
("Tuhan yang bijaksana") menganjurkan kejujuran dan kebenaran. Tapi,
penganut Zoroaster juga percaya adanya roh jahat, Angra Mainyu (dalam istilah Persia
modern: Ahriman) yang mencerminkan kejahatan dan kepalsuan. Dalam dunia nyata,
ini perlambang pertentangan abadi antara kekuatan Ahura Mazda di satu pihak dan
Ahriman di lain pihak. Tiap individu bebas memilih ke mana dia berpihak, ke
Ahura Mazda atau ke Ahriman. Meskipun pertarungan kedua belah pihak mungkin
dekat pada suatu saat, penganut Zoroaster percaya bahwa dalam jangka panjang
kekuatan Ahura Mazda akan keluar sebagai pemenang. Teologi mereka juga termasuk
keyakinan penuh adanya hidup sesudah mati.
Dalam masalah-masalah etika, agama
Zoroaster menekankan arti penting kejujuran dan kebenaran. Ascetisme, hidup
ugal-ugalan, zina, ditentang keras. Penganut Zoroaster melaksanakan pelbagai
ibadah agama yang menarik, beberapa di antaranya dipusatkan pada pemujaan
terhadap api. Misalnya, api suci senantiasa dibiarkan berkobar di kuil
Zoroaster. Tapi, yang paling nyata dalam ibadah mereka adalah cara melenyapkan
jenasah, bukannya dikubur atau dibakar, melainkan diletakkan di atas menara
dibiarkan habis dimakan burung pemakan bangkai. (Burung-burung itu biasanya
melalap mangsanya hingga tinggal tulang melulu dalam tempo beberapa jam).
DAFTAR PUSTAKA
_____________. Problem
Peradaban : Penelusuran Jejak Kebudayaan Arab, Islam, dan Timur. Jogjakarta : Belukar. 2004.
Marshall G.S. Hodgson. Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia. Terj. Dr. Mulyadhi
Kartanegara. Jakarta :
Paramadina. 1999.
Heid, Colbert C. Middle
East Patterns : Places, Peoples, and Politics. Sanfransisco : Westvie.
1989.
Roaf, Michael. Culture
Atlas of Mesopotamia and The Ancient Near East.
New York :
Oxfrod Ltd. 1990.
Toynbee, Arnold. Sejarah
Umat Manusia. Terj. Agung
Prihantoro dkk. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2004.
Strange. G. The land
of Eastern Caliphate : Mesopotamia , Persia ,
and Central Asia from the Moslem conquest to
the time of timur. London
: Frank Cass. 1966
Meulen, W.J.v.d. Kebudayaan-kebudayaan
kuno di sekitar Laut Tengah I. Yogyakarta
: IKIP Sanata Dharma. 1978.
Meulen, W.J.v.d. Kebudayaan-kebudayaan
kuno di sekitar Laut Tengah II. Yogyakarta
: IKIP Sanata Dharma. 1978.
Meulen, W.J.v.d. Kebudayaan-kebudayaan
kuno di sekitar Laut Tengah III. Yogyakarta
: IKIP Sanata Dharma. 1978.
No comments:
Post a Comment