Tuesday, August 2, 2016

Zoroasterisme

BAB I
PENDAHULAN

A.    Latar Belakang
Sejarah manusia mengupas secara terus menerus dan tak hentinya pertentangan dan peperangan antara kekuatan kebaikan dan kekuatan kejahatan. Saat kebanyakan manusia berubah menjadi bermoral buruk dan melanggar kedisplinan etika/susila. Ketika kekayaan membuat sebagian orang melakukan pelanggaran dan berlindung dibalik kekuatan politik dan menyebarkan ketidakamananan, serta kosong dari norma-norma sosial dalam masyarakat dan melakukan gangguan perdamaian dan keamanan disekitarnya. Dalam situasi seperti itu hanya seorang manusia yang luar biasa baik dan memiliki kemampuan rohani saja yang dapat menyelamatkan dan menghilangkan pengaruh buruk yang telah tersebar ke setiap penjuru bumi ini.

Sang Penyelamat atau lebih dikenal dengan sebutan Sang Reformer, pemberi peringatan, utusan atau nabi yang ditunjuk oleh Tuhan Yang Maha Agung dengan membawa misi suci akan membimbing manusia ke jalan yang benar. Dia akan menganjurkan orang-orang untuk berbuat amal kebaikan, mencegah mereka dari menyakiti orang lain dan dari perbuatan-perbuatan dosa serta mengajak mereka untuk menyembah Allah, Yang Maha Suci dan Maha Tinggi.
Seorang laki –laki jenius yang dianugerahkan kepada bumi oleh Tuhan Yang Maha Besar pada jaman dahulu, adalah Zarathustra (nama latinnya Zoroaster) beliau adalah pendiri ajaran Zoroasterisme di Persia.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    SEJARAH ZOROASTER
a.       Zoroaster
      Zarathustra (yang berarti dia cahaya emas) adalah pendiri agama Persia kuno Zoroasterisme yang dikenal dengan nama Zoroaster di barat. Berasal dari Bahasa Latin Zoroasters dan dalam Bahasa Yunani disebut Zorastres. Kitab suci agama ini Avesta, menyebut sebutan Zarathustra secara konsisten, sementara di dalam versi Pahlavi nama itu adalah Zaratusht dan dalam Bahasa Persia modern beliau disebut dengan nama Zardusht, Zartusht ataupun Zarathust.

b.      Tanggal Kelahiran
      Tanggal kelahiran beliau yang tepat masih menjadi perdebatan. Para penulis klasik Yunani, menghubungkan hal tersebut dengan sejarah pribadi-pribadi penting seperti Aristoteles, Hermodorus dan Xanthust (abad ke-5 SM). Plutarch (kira-kira th. 46-120 M, menempatkan nama Zoroaster lebih awal dari th 6000 SM. Eudoxus (kira-kira th. 365 SM)menyebutkan hal itu menjadi 6000 tahun sebelum kematian Plato (347 SM). Beberapa ahli sejarah menempatkannya pada kurun waktu antara th 1750 SM dan th. 1000 SM, khususnya ketika Persia keluar dari jaman batu. Sedangkan Al-Biruni (973-1048 M) telah menulis tanggal berharga tentang kemunculan Zarathustra yaitu pada tahun 1000 SM, apakah itu tanggal kelahiran atau tanggal kemunculan beliau setelah menerima wahyu-wahyu, masih merupakan hal yang membutuhkan interpretasi. Menurut kepercayaan para pengikut Zoroaster, beliau muncul 258 tahun sebelum Alexander yaitu saat jatuhnya Persepolis, ibukota kerajaan Achaemenid pada tahun 330 SM. Yang berarti beliau muncul pada tahun 558 SM. Zoroaster berusia 42 tahun ketika Raja Vishtaspa (bahasa Yunaninya Hystaspes) yaitu raja dari Chorasmia menjadi pengikutnya. Dan pendirinya sendiri (Zarathustra) hidup selama 70 tahun. Juga secara tradisional dipercaya bahwa filusuf Yunani yakni Phytagoras belajar bersamanya. Tanggal kelahirannya diperkirakan jatuh antara tahun 628-551 SM, meski pendapat ini tidak diterima oleh para cendekiawan modern.

c.       Tempat Kelahiran
      Tempat kelahirannya juga menjadi kontroversi lain. Beberapa orang menyebut beliau orang Iran Kuno; sedangkan yang lainnya menyatakan bahwa beliau asli orang Rhages, Rayy modern yaitu sebuah wilayah di pedalaman Teheran. Seorang cendekiawan Iran menyatakan bahwa tempat kelahirannya menurut Avesta adalah tepat di tepian Sungai Dareja di Airyana Vaejah. Sekarang diketahui Dareja adalah Araxes (Seyhoon di Persia) yang terletak di Transoxiana dekat perbatasan barat daya (north west) Media. Seorang pengarang Islam Sharastani (1086-1153 M) dan at-Tabri (kira- kira th. 839-923 M) menyatakan tempat kelahiran Zarathustra di Iran Barat. Para penulis Arab , Ibnu Hurdadhbah (kira-kira th. 816 M) dan Yaqut (kira-kira th. 1220 M) menyatakan dengan jelas Urmiah (sekarang disebut Rizajeh) di Shiz yaitu distrik Azarbaijan sebagai tempat kelahiran Zoroaster.
      Berdasar fakta itulah bukti penanggalan otentik biografi beliau masih sedikit. Mungkin bisa disimpulkan bahwa Zarathustra lahir di Iran di akhir abad ke-7 atau awal abad ke-6 SM bersamaan dengan masa berlangsungnya kekaisaran Persia dibawah pimpinan Cyrus II (550-330 SM).

d.      Kehidupan Zarahustra
      Zarahustra adalah keturunan gelombang pertama Indo-Iran. Mata pencaharian Penduduknya adalah bertani. Ayahnya bernama Pourushaspa memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga Ksatria Spitama yang merupakan generasi ke 45 dari Gayomart manusia pertama (seperti halnya Adam). Ibunya bernama Dughdova berasal dari Marga Hvogva.
      Masa kecil dan masa kehidupan selanjutnya Zarathustra dipercaya kaya akan keajaiban. Disebutkan bahwa beliau lahir dalam keadaan tertawa bukannya menangis. Juga diceritakan saat beliau masih kecil telah terhindar dari banyak ujian dalam kehidupannya dengan bantuan binatang-binatang besar. Pada suatu kejadian seekor kerbau berdiri melindunginya dari injakan kaki-kaki kuda ternak. Juga ada diceritakan saat seekor kuda betina melindunginya dari injakan kuda-kuda lainnya. Pada saat lainnya seekor serigala bukan menerkam bahkan membiarkan beliau begitu saja diantara anak- anaknya. (Beberapa pengikut modern ajaran ini tidak menganggap hal-hal tersebut secara serius).
      Disebutkan Zarathustra telah menikah tiga kali, (perkawinan poligaminya ditolak oleh para pengikut Zoroaster). Beliau memiliki tiga orang puteri dan seorang anak laki-laki dari isteri pertamanya, memiliki dua orang putera dari isteri keduanya dan dari isteri ketiga beliau tidak memiliki anak.
      Tradisi-tradisi selanjutnya mempercayai bahwa beliau diajari menjadi seorang pendeta. Di dalam Gathas beliau menyebut dirinya sebagai Zaotar yaitu seorang pendeta yang benar-benar berkualitas. Menurut orang-orang Indo-Iran pengajaran tersebut dimulai pada saat beliau berusia 7 tahun dan dilakukan secara lisan, pada saat orang-orang zaman tersebut belum mengenal ilmu baca tulis. Beliau kemungkinan telah menjadi pendeta pada usia 15 tahun yang menurut orang-orang Iran pada jaman itu usia tersebut adalah usia matang. Beliau mempelajari semua hal sedapat mungkin seperti tentang misteri penciptaan dan realita kehidupan. Rasa ingin tahu beliau membuatnya tidak cepat merasa puas akan sesuatu hal. Namun wahyu telah membimbing beliau untuk meditasi dan intropeksi diri. Beliau bermaksud memahami dan mengerti tentang peranan manusia sebagai makhluk ciptaan.
      Beliau meninggalkan rumah pada usia 20 tahun dan kepergian beliau tersebut bertentangan dengan kehendak orang tuanya. Diceritakan beliau pergi ke pegunungan. Beliau menginginkan jiwa beliau dalam kesunyian. Beliau selama bertahun-tahun melakukan perjalanan mencari kebenaran, terbimbing dengan memiliki pikiran baik, penuh kesadaran dan cinta kasih. Dalam syairnya disebutkan bahwa selama perjalanan, beliau harus menyaksikan tindakkan kekerasan. Beliau menyadari ketidakberdayaannya, tapi memiliki perhatian mendalam terhadap keadilan, penegakkan hukum moral yang setara baik bagi yang kuat maupun yang lemah, hingga semua bisa mengikuti jalan kebaikan di kehidupan ini dengan penuh kedamaian dan ketenangan.
      Menurut kepercayaan, Zarathustra menghabiskan waktu 10 tahunnya dalam pencarian ini. Ketika beliau berusia 30 tahun yaitu saat beliau memiliki kebijaksanaan yang matang, pandangan rohani (mimpi) diperlihatkan kepada beliau .
      Zarathustra diberi keyakinan bahwa dia adalah utusan Ahura Mazda, Tuhan Yang Bijaksana, satu-satunya Tuhan yang patut disembah. Beliau menentang semua dewa-dewa orang-orang Vedic Iran serta beliau adalah penentang mitologi-mitologi mereka, persembahan-persembahan korban serta upacara minum ritual Hoama dan menentang semua yang dipersekutukan terhadap Ahura Mazda yaitu ahura-ahura dan daeva-daeva lainnya dalam peperangan universal antara kebenaran dan kebatilan.
      Zarathustra menyatakan bahwa Ahura Mazda adalah Azali (tidak tercipta), kekal selamanya dan Dia adalah pencipta semuanya termasuk semua dewa-dewa lainnya. Beliau yakin tentang kebijaksanaan, keadilan dan kebaikan yang mutlak terpisah dari unsur kejahatan dan kezaliman.
      Zarathustra menentang para penyembah daeva-daeva yaitu sekelas dewa-dewa yang dikenal secara umum oleh orang-orang Indian dan orang-orang Iran. Para pemimpin musuh-musuh beliau adalah para kavis dan karapan/ sekasta dengan pendeta. Beliau menentang tradisi-tradisi dan praktek-praktek keagamaan yang mereka lakukan. Saat beliau mengumumkan misinya beliau mendapat tantangan keras dari musuh-musuh beliau baik dari kalangan rakyat maupun para penguasa agama, seperti halnya apa yang pernah dialami oleh nabi-nabi lainnya. Zarathustra menyadari kelemahan beliau sendiri dan menyadari jika akan ada perlawanan terhadap ajarannya. Beliau kecewa ketika karib kerabat dan sahabat-sahabat beliau menjauhinya, dan ini meninggalkan duka yang mendalam di hatinya. Misi beliau dimulai ketika beliau berusia 30 tahun dan dalam sepuluh tahun kehidupan beliau selanjutnya, beliau hanya berhasil membai’atkan satu orang ke dalam ajarannya, yaitu saudara sepupu beliau sendiri yang bernama Maidyoimah.
Ketika Zarathustra mencapai usia 77 tahun yaitu setelah 47 tahun masa kenabiannya, Madzaisme telah sukses berdiri namun pada masa itulah terjadi pensyahidan terhadap beliau. Diriwayatkan beliau wafat karena tindakan kekerasan. Beberapa riwayat menceritakan beliau disyahidkan oleh salah seorang musuh ajaran beliau yang bernama Turbatur, saat itu beliau sedang memberikan khutbah di Bacteria (Balkh). Sumber lainnya menceritakan Bangsa Turanian menyerang Kota Balkh dan mereka menghancurkan Kuil NUSH AZAR, beliau beserta beberapa pendeta dibunuh orang-orang Turanian ketika beliau sedang memimpin upacara keagamaan di perapian suci. Orang-orang Yunani yang sangat menghormati beliau menceritakan kewafatannya bahwa beliau wafat karena sambaran cahaya atau api dari langit.

B.     AJARAN ZOROASTER
Teologi Zoroaster merupakan campuran menarik antara monotheisme dan dualisme. Menurut Zoroaster, hanya ada satu Tuhan sejati yang disebutnya Ahura Mazda (dalam sebutan Iran modern: Ormudz). Ahura Mazda ("Tuhan yang bijaksana") menganjurkan kejujuran dan kebenaran. Tapi, penganut Zoroaster juga percaya adanya roh jahat, Angra Mainyu (dalam istilah Persia modern: Ahriman) yang mencerminkan kejahatan dan kepalsuan. Dalam dunia nyata, ini perlambang pertentangan abadi antara kekuatan Ahura Mazda di satu pihak dan Ahriman di lain pihak. Tiap individu bebas memilih ke mana dia berpihak, ke Ahura Mazda atau ke Ahriman. Meskipun pertarungan kedua belah pihak mungkin dekat pada suatu saat, penganut Zoroaster percaya bahwa dalam jangka panjang kekuatan Ahura Mazda akan keluar sebagai pemenang. Teologi mereka juga termasuk keyakinan penuh adanya hidup sesudah mati.
Dalam masalah-masalah etika, agama Zoroaster menekankan arti penting kejujuran dan kebenaran. Ascetisme, hidup ugal-ugalan, zina, ditentang keras. Penganut Zoroaster melaksanakan pelbagai ibadah agama yang menarik, beberapa di antaranya dipusatkan pada pemujaan terhadap api. Misalnya, api suci senantiasa dibiarkan berkobar di kuil Zoroaster. Tapi, yang paling nyata dalam ibadah mereka adalah cara melenyapkan jenasah, bukannya dikubur atau dibakar, melainkan diletakkan di atas menara dibiarkan habis dimakan burung pemakan bangkai. (Burung-burung itu biasanya melalap mangsanya hingga tinggal tulang melulu dalam tempo beberapa jam).
Meskipun Zoroatrianisme punya macam-macam elemen yang serupa dengan agama-agama Iran yang lebih lama, tak tampak tersebar luas di masa Zoroaster sendiri. Tapi, daerah tempat dia hidup kait-berkait bersama dengan Kekaisaran Persia di bawah Cyrus Yang Agung di pertengahan abad ke-16 SM pada saat matinya Zoroaster. Dalam masa dua abad kemudian, agama itu diterima oleh Raja-raja Persia dan memperoleh pengikut yang lumayan. Sesudah Kekaisaran Persia ditaklukkan oleh Alexander Yang Agung di akhir pertengahan abad ke-4 SM, agama Zoroaster mengalami kemunduran deras. Tapi, akhirnya orang-orang Persia memperoleh kemerdekaannya kembali, pengaruh Hellenistis merosot, dan ada semacam kebangkitan kembali Agama Zoroaster. Di masa dinasti Sassanid (226 - 651 M) agama Zoroaster diterima sebagai agama resmi negeri Persia.

C.    KEMUNDURAN ZOROASTER
Sesudah ditaklukkan Arab di abad ke-7 M, sebagian besar penduduk Persia lambat laun memeluk agama Islam (dalam beberapa hal dengan kekerasan, walau pada prinsipnya kaum Muslimin punya sikap toleran kepada agama lain). Sekitar abad ke-10, sebagian sisa penganut agama Zoroaster lari dari Iran ke Hormuz, sebuah pulau di teluk Persia. Dari sana mereka atau turunannya pergi ke India tempat mereka mendirikan semacam koloni. Orang Hindu menyebut mereka Parsees karena asal mereka dari Persia. Kini ada sekitar l00.000 lebih kelompok Parsees di India, umumnya tinggal di dekat kota Bombay tempat mereka membentuk suatu kelompok kehidupan masyarakat yang makmur. Zoroastrianisme tak pernah melenyap seluruhnya di Iran; hanya sekitar 20.000 penganut masih ada di negeri itu.
Kini, di dunia penganut Zoroaster lebih sedikit jumlahnya ketimbang kaum Mormon maupun Christian Scientists. Tapi, Mormonisme dan Christian Science tumbuhnya belum lama; dilihat dari perjalanan sejarah, jumlah keseluruhan pengikut Zoroaster jauh lebih besar. Ini alasan utama mengapa Zoroaster dimasukkan ke dalam buku ini, sedangkan Joseph Smith dan Mary Baker tidak dimasukkan
Lebih dari itu, Zoroatrianisme telah memberi pengaruh kepada agama-agama lain, seperti Yudaisme dan Nasrani. Bahkan, pengaruhnya yang lebih besar kentara pada Manichaeisme, agama yang didirikan oleh Mani, yang mengambil oper ide Zoroaster tentang pertentangan antara roh baik dan roh jahat dan mengembangkannya menjadi agama yang kompleks dan bersifat memaksa. Untuk sementara waktu kepercayaan baru yang ia dirikan merupakan agama besar dunia, walaupun kemudian punah seluruhnya.

D.    KITAB-KITAB SUCI AJARAN ZOROASTER
Dikatakan bahwa agama ini hanya memiliki satu kitab suci yang disebut Avesta. Itupun sekarang hanya tinggal beberapa bagian naskah saja. Menurut para penganut Zoroaster yang berdialek Iran Timur dan dua orang ahli sejarah muslim pada abad ke-20 dan abad ke-13, yaitu Tabari dan Mas’udi menyatakan bahwa keseluruhan isi kitab Avesta telah ditulis dengan tinta emas di atas 12.000 lembaran kulit sapi dan kitab ini pernah tersimpan di perpustakaan kerajaan yang terletak di Istakhar atau tersimpan di hasanah kekayaan yang disebut Dizh-e-Niphist yang terletak di Persepolis, namun itu terbakar habis saat terjadi invasi Alexander Agung. Salinan kedua kitab ini dibawa ke Athena dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Yunani. Sabda-sabda Zarathustra dan para penerusnya kemungkinan telah dituturkan secara lisan dari generasi ke generasi.
Karena kondisi itu dan juga dikarenakan kekacauan yang timbul saat datang sang penakluk, maka banyak tradisi-tradisi lisan harus hilang pula. Disebutkan bahwa sepertiga isi kitab Avesta ini masih tersimpan di dalam memori para pengikut Zarathustra saat itu.
Juga mengenai literatur-literatur tambahan lainnya mengalami dua kali kerusakan yang tak dapat tergantikan. Yang pertama terjadi pada abad ke-7 yang dilakukan oleh para penakluk Bangsa Arab dan berikutnya terjadi pada abad ke-12, yaitu saat raja – raja Mongol datang dengan kekuatannya. Lebih dari sepertiga literatur agama ini yang ada di masa Bangsa Sasania (yaitu era terakhir kekuatan ajaran Zoroaster) mengalami kehancuran.
Beberapa Riwayat menyebutkan AVESTA terdiri dari 21 NASK (jilid). Ringkasan jilid-jilid tersebut terangkum dalam kitab Pahlavi, yang disebut DENKERT. Tertulis abad ke-9 M yang tampilannya sama seperti saat ini. Jilid-jilid tersebut terbit dengan ukuran tebal.
Setelah terjadi pengusiran orang-orang Yunani oleh orang-orang Parthia, ajaran Zoroaster bangkit kembali. Raja Volgeses memerintahkan pengumpulan bagian-bagian AVESTA yang terserak. Pekerjaan ini dirampungkan oleh Tansar, yakni seorang pendeta agung dari Ardeshir dan juga merupakan pendiri Dinasti Sassanian pada th. 224 M. Pada waktu bersamaan penerjemahan AVESTA ke dalam Bahasa Pahlavi dilanjutkan dan komentar-komentar ditambahkan pada kitab ini, yang selanjutnya dikenal dengan nama ZEND AVESTA (Aza’nti dalam Bahasa Avesta dan disebut Avestak-u-Zand dalam Bahasa Pahlavi). Tansar kemudian menyusun kembali Avesta menjadi 3 bagian : GASSANIK ( Gathic atau puji-pujian ibadah ) HADHA MANSARIK ( campuran ajaran – ajaran kerohanian dan ajaran duniawi ) dan ketiga DATIK (hukum).

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Zarathustra (yang berarti dia cahaya emas) adalah pendiri agama Persia kuno Zoroasterisme yang dikenal dengan nama Zoroaster di barat. Berasal dari Bahasa Latin Zoroasters dan dalam Bahasa Yunani disebut Zorastres. Kitab suci agama ini Avesta, menyebut sebutan Zarathustra secara konsisten, sementara di dalam versi Pahlavi nama itu adalah Zaratusht dan dalam Bahasa Persia modern beliau disebut dengan nama Zardusht, Zartusht ataupun Zarathust.
Teologi Zoroaster merupakan campuran menarik antara monotheisme dan dualisme. Menurut Zoroaster, hanya ada satu Tuhan sejati yang disebutnya Ahura Mazda (dalam sebutan Iran modern: Ormudz). Ahura Mazda ("Tuhan yang bijaksana") menganjurkan kejujuran dan kebenaran. Tapi, penganut Zoroaster juga percaya adanya roh jahat, Angra Mainyu (dalam istilah Persia modern: Ahriman) yang mencerminkan kejahatan dan kepalsuan. Dalam dunia nyata, ini perlambang pertentangan abadi antara kekuatan Ahura Mazda di satu pihak dan Ahriman di lain pihak. Tiap individu bebas memilih ke mana dia berpihak, ke Ahura Mazda atau ke Ahriman. Meskipun pertarungan kedua belah pihak mungkin dekat pada suatu saat, penganut Zoroaster percaya bahwa dalam jangka panjang kekuatan Ahura Mazda akan keluar sebagai pemenang. Teologi mereka juga termasuk keyakinan penuh adanya hidup sesudah mati.
Dalam masalah-masalah etika, agama Zoroaster menekankan arti penting kejujuran dan kebenaran. Ascetisme, hidup ugal-ugalan, zina, ditentang keras. Penganut Zoroaster melaksanakan pelbagai ibadah agama yang menarik, beberapa di antaranya dipusatkan pada pemujaan terhadap api. Misalnya, api suci senantiasa dibiarkan berkobar di kuil Zoroaster. Tapi, yang paling nyata dalam ibadah mereka adalah cara melenyapkan jenasah, bukannya dikubur atau dibakar, melainkan diletakkan di atas menara dibiarkan habis dimakan burung pemakan bangkai. (Burung-burung itu biasanya melalap mangsanya hingga tinggal tulang melulu dalam tempo beberapa jam).


DAFTAR PUSTAKA

_____________. Problem Peradaban : Penelusuran Jejak Kebudayaan Arab, Islam, dan Timur. Jogjakarta: Belukar. 2004.

Marshall G.S. Hodgson. Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia. Terj. Dr. Mulyadhi Kartanegara. Jakarta: Paramadina. 1999.

Heid, Colbert C. Middle East Patterns : Places, Peoples, and Politics. Sanfransisco : Westvie. 1989.

Roaf, Michael. Culture Atlas of Mesopotamia and The Ancient Near East. New York : Oxfrod Ltd. 1990.

Toynbee, Arnold. Sejarah Umat Manusia. Terj. Agung Prihantoro dkk. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2004.

Strange. G. The land of Eastern Caliphate : Mesopotamia, Persia, and Central Asia from the Moslem conquest to the time of timur. London : Frank Cass. 1966

Meulen, W.J.v.d. Kebudayaan-kebudayaan kuno di sekitar Laut Tengah I. Yogyakarta : IKIP Sanata Dharma. 1978.

Meulen, W.J.v.d. Kebudayaan-kebudayaan kuno di sekitar Laut Tengah II. Yogyakarta : IKIP Sanata Dharma. 1978.

Meulen, W.J.v.d. Kebudayaan-kebudayaan kuno di sekitar Laut Tengah III. Yogyakarta : IKIP Sanata Dharma. 1978.

No comments:

Post a Comment