Sunday, August 14, 2016

Latar Belakang Berdirinya Negara Israel

Berdasarkan Alkitab Perjanjian Lama disebutkan bahwa asal-usul nenek-moyang bangsa Israel dimulai berabad-abad silam sebelum kelahiran Yesus (Sebelum Masehi/SM). Bangsa ini terdiri dari 12 suku (diturunkan oleh anak-anak Yakub), dan salah satu di antaranya adalah Yehuda (kerap disebut Yahudi). Bapa leluhur mereka adalah Abraham, yang karena imannya meninggalkan Mesopotamia menuju sebuah tanah asing yang dijanjikan Tuhan, yakni Kanaan (disebut demikian karena wilayah ini pernah dikuasai oleh bangsa Kenite, namun pernah juga di sebut Palestina ketika bangsa Filistin menguasainya). Bangsa Israel hampir 2000 tahun lamanya disiksa dan terpencar-pencar di belahan bumi sampai akhirnya menemukan dan mendirikan negara di Palestina, yang menurut kepercayaan mereka merupakan daerah atau tempat yang dijanjikan.
Pada tahun 70 SM, bangsa Romawi berhasil menguasai wilayah tersebut dan hampir separuh penduduk terbunuh dan sisanya dievakuasi. Namun secara diam-diam orang Arab berusaha kembali, begitu pula dengan bangsa Yahudi. Palestina kemudian direbut oleh Kerajaan Islam Arab di bawah pimpinan Khalifah Umar (+ 600 tahun M). Orang-orang Arab berdatangan ke kota Yerusalem dan mengembangkan agama Islam. Meskipun Yerusalem berada di bawah kekuasaan Islam, namun orang-orang Arab memberikan toleransi yang besar kepada orang-orang Kristen dan bangsa Yahudi untuk beribadah dan belajar bahasaArab.
            Setelah menjalani kehidupan yang penuh liku, sejarah mencatat bahwa orang-orang Yahudi ini makin tersebar di mana-mana (diaspora). Tapi kelak, sejak akhir abad ke-19, mereka berhasil masuk ke Palestina berkat dukungan gerakan Zionisme (1877) yang diprakarsai oleh Theodore Herzl (1860-1904). Zionisme pada awalnya adalah gerakan keagamaan yang kemudian dipolitisasi sehingga menjadi sebuah gerakan politik yang radikal. Herzl telah menyusun doktrin Zionisme sejak 1882, di Wina, dalam bukunya yang berjudul Der Judenstaat (negara Yahudi). Tak dapat dipungkiri, Herzl berhasil mempengaruhi orang-orang Yahudi di seluruh dunia untuk mengimpikan sebuah negara Yahudi di Tanah Perjanjian. Itulah sebabnya, dari waktu ke waktu, semakin banyak saja orang Yahudi yang masuk dan menetap di Palestina. Saat itu wilayah Palestina berada dalam penguasaan Kesultanan Ottoman dari Turki (1577), namun kemudian beralih tangan ke Kerajaan Inggris (1917-1948).
Selama Perang Dunia Pertama, Inggris yang berperang melawan Turki berusaha mencari dukungan dari bangsa Yahudi di seluruh dunia. Menanggapi hal itu, orang-orang Yahudi melihat hal ini sebagai salah satu kesempatan untuk melaksanakan cita-cita mereka mendirikan negara Yahudi, di Palestina. Sebagai imbalan membantu Inggris dalam menghadapi Turki, orang-orang Yahudi meminta dukungan pemerintah Inggris untuk merealisasikan cita-citanya tersebut dan ternyata mendapat sambutan yang positif dari Inggris. Melalui Deklarasi Balfour yang dikeluarkan pada tanggal 2 November 1917, Inggris menyatakan dukungan penuh atas berdirinya "sebuah rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina".
            Ketika Perang Dunia Kedua berakhir, tuntutan bangsa Yahudi untuk mendirikan negara merdeka di atas wilayah Palestina terus meningkat. Hal itu menyebabkan terjadinya bentrokan-bentrokan yang dari waktu ke waktu semakin meningkat, tidak hanya antara orang Yahudi dan orang Palestina, tetapi juga antara kedua pihak dengan penguasa Inggris. Pada akhirnya Inggris tidak dapat menguasai keadaan, sehingga PBB meminta Inggris untuk segera meninggalkan Palestina. Namun sehari sebelum mandat Inggris di cabut, yaitu pada tanggal 14 Mei 1948 pukul 18.01 waktu setempat, Israel telah memproklamasikan kemerdekaannya. Sepuluh menit kemudian yaitu pukul 18.11, Amerika Serikat (AS) mengakui Israel yang kemudian disusul oleh Inggris, Perancis, dan Uni Soviet.
            Berdirinya negara Israel tidak terlepas dari usaha Zionisme. Oleh karena itu, dengan berdirinya negara Israel, Zionisme tidak lagi kembali menjadi gerakan keagamaan. Bahkan mereka semakin sewenang-wenang terhadap orang-orang yang bukan Yahudi. Bahkan pemerintahan Israel melaksanakan kebijakan dalam negeri yang diskriminatif dan rasis. Sehingga pada tanggal 10 November 1975, Majelis Umum PBB pernah mengeluarkan Resolusi 3379 yang intinya antara lain menyatakan bahwa "Zionisme adalah bentuk rasialisme". Meskipun pada tanggal 16 Desember 1991, AS dengan menggunakan tangan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mencabut Resolusi tersebut. Upaya untuk memasukkan kembali Israel sebagai suatu bentuk rasisme, telah dilakukan oleh negara-negara Islam utamanya negara-negara Arab yang disampaikan dalam Konferensi Internasional Anti Racisme yang diselenggarakan di Durban, Afrika Selatan, pada tanggal 1 s/d 9 September 2001. Namun upaya tersebut gagal, setelah AS dan Israel dengan tegas menolak usulan itu, dengan menarik seluruh delegasinya dalam konferensi tersebut. (suatu bentuk dukungan yang sangat nyata dan transparan dari pemerintah AS terhadap Israel)

Keadaan Geografis, Sosial, dan Ekonomi
            Secara geografis, Israel terletak di Timur Tengah berbatasan dengan Laut Mediterania dan di antara Mesir dan Lebanon (terletak di antara 3130 Lintang Utara dan 3445 Bujur Timur) dengan luas wilayah 20.720 km2. Negara Israel berbatasan di sebelah Barat dengan Mesir sepanjang 225 km, sebelah Timur berbatasan dengan Yordania sepanjang 238 km dan Suriah sepanjang 76 km, sebelah Utara berbatasan dengan Libanon sepanjang 79 km, sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Aqaba, serta berbatasan dengan Jalur Gaza sepanjang 51 km dan Tepi Barat 307 km.
Lebih dari setengah wilayah Israel adalah berupa padang pasir. Jarak antara kota-kota penting sangat dekat, seperti antara Tel Aviv sebelah Barat dan Yerusalem sebelah Timur hanya berjarak 40 mil, dan dari Tel Aviv ke Haifa sebelah Utara atau Beersheba sebelah Selatan hanya berjarak 60 mil. Setelah kemenangannya pada Perang Enam Hari pada tahun 1967, Israel menduduki tiga daerah yaitu Jalur Gaza, Tepi Barat dan Dataran Tinggi Golan, yang hingga saat ini menjadi sengketa dan dalam proses mencari penyelesaian.
            Jumlah penduduk Israel per Juli 1997 adalah 5.534.672 jiwa dengan tingkat pertumbuhan 2,01% per tahun. Komposisi penduduk Israel terdiri dari Israel 82% dan non-Israel 18% (keturunan Israel 50%, Eropa/Amerika/Oceanea 20%, Afrika 7%, Asia 5% dan Arab 18%). Di mana lebih dari 85% rakyat Israel hidup di perkotaan, sehingga membuat Israel menjadi salah satu negara paling terurbanisasi di dunia. Sedangkan 15% lainnya hidup di pedesaan.
            Sebagai akibat dari beragamnya imigran Yahudi yang datang dari berbagai penjuru dunia adalah beraneka-ragam pula perilaku kehidupan penduduk Israel. Untuk membedakan para imigran itu, munculah istilah Sephardin yaitu sebutan bagi para imigran yang datang dari negara-negara Asia dan Afrika, serta Ashkenazim yaitu sebutan untuk para imigran yang datang dari Eropa dan Amerika. Kebanyakan orang Sepharadin tidak punya keahlian dan pendidikan mereka rata-rata rendah, oleh sebab itu mereka mempunyai status sosial, pekerjaan dan kekuasaan politik yang rendah. Tidak demikian halnya dengan kaum Ashkenazim.
            Sejak tahun 1920, masyarakat Yahudi telah mendirikan apa yang dinamakan Histradut. Histradut adalah kumpulan para buruh Yahudi yang mempunyai peranan yang cukup penting dalam kiprah ekonomi dan politik Israel. Ketika Israel belum lahir, Histradut mengorganisasi kembali kebudayaan dan bahasa Yahudi, dan membeli tanah untuk pemukiman.Mereka juga mendirikan industri-industri, bank, perusahaan asuransi, mengelola koran, dan asosiasi olah raga. Aktivitas mereka menjangkau segala macam usaha. Dengan demikian tentunya Histradut mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam kehidupan perekonomian Israel.
            Dalam bidang ekonomi, sebagian besar rakyatnya bermata-pencaharian pada bidang pertanian, bidang pelayanan umum, perdagangan, pariwisata, dan perbankan. Sedangkan dalam bidang industri berkembang pesat sebagai akibat datangnya para imigran Yahudi yang kebanyakan adalah tenaga ahli. Tetapi timbul permasalahan, karena tingginya upah dan pasaran dalam negeri yang sempit.

Struktur Politik dan Pemerintahan

Dalam sistem pemerintahan, Israel menganut sistem demokrasi parlementer yang meliputi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Ketiga kekuasaan ini dipisahkan dan mereka bekerja dengan saling mengawasi (check and balances). Kekuasaan eksekutif di pegang oleh pemerintah, yang bertanggungjawab kepada kekuasaan legislatif (Knesset). Kekuasaan yudikatif adalah independen. Sementara itu, Presiden adalah kepala negara dan merupakan simbol pemersatu negara. Sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh seorang Perdana Menteri.

Presiden di pilih oleh Knesset, dengan masa jabatan lima tahun dan boleh menduduki dua kali masa jabatan. Presiden bisa menunjuk anggota Knesset untuk membuat pemerintahan baru menyusul adanya pemilu atau ia dapat membubarkan pemerintah yang sedang berjalan.. Tugas lain dari Presiden adalah menandatangani perjanjian dan undang-undang setelah disetujui oleh Knesset, memberikan rekomendasi untuk mengangkat Gubernur Bank Israel dan misi diplomatik. Sebagai implementasi dari kebijakan luar negerinya, Israel menjalankan politik bujukan dan ancaman (carrot and stick) dalam berhubungan dengan negara-negara Arab tetangganya. Politik carrot dijalankan kepada negara yang mau mengadakan negosiasi dan kerjasama dengan Israel. Sedangkan politik stick dijalankan kepada negara yang tidak bersahabat atau tidak bekerjasama dengan Israel, dengan kata lain Israel ingin menunjukkan bahwa negaranya superior dalam bidang militer. Untuk menunjukkan kekuatannya ini, Israel sangat bergantung pada kemurahan negara-negara Barat, utamanya AS yang antusias memberi bantuan baik berupa dana maupun persenjataan kepada Israel untuk memperkuat posisinya.

No comments:

Post a Comment