- Sebelum Revolusi Putih
Kaum feodal (tuan tanah) memiliki tak kurang
dari 26.000 desa (52% dari jumlah seluruh). Dan ini dikuasai oleh 37 keluarga
yang memiliki 19.000 desa (38% dari jumlah seluruh). Diduga, keluarga Farman
farma memiliki tanah seluas negeri Belgia sedangkan keluarga Batmanqlichth memiliki
tanah seluas negeri Swiss. Tuan-tuan tanah kecil biasanya memiliki rata-rata 1
sampai 2 ha. Kebanyakan menyewakan tanah mereka kepada petani. Tanah mereka ini
diduga mencakup 15.000 desa (30 % dari jumlah seluruh). Petani pemilik tanah
kira-kira berjumlah 130.000 orang. Yang memiliki tanah dalam jumlah besar cukup
sedikit. Perinciannya sebagai berikut : kurang dari 1 ha (57,5%), antara 1 sampai
dengan 3 ha (25 %), antara 3 sampai dengan 20 ha (6%), lebih dari 20 ha (1%).
Masuknya kapitalisme Barat, ekspansionisme
industri dari kaum pedagangnya yang agressif di akhir abad XIX menyebabkan
keseimbangan ini berubah, terlebih dengan runtuhnya dinasti Qajar berkat adariya
revolusi borjuis oleh gerakan konstitusionalis antara 1905-1911.
Ketika Reza Pahlavi menjadi raja di tahun
1925 ia memiliki tanah sebesar 2.000 desa. Tapi Raja maupun anaknya tak
tertarik dengan tanah-tanah. Mereka juga bertentangan dengan kaum feodal berkat
dua alasan : mereka naik takhta bukan secara garis keturunan, sehingga
ditentang kaum feodal; kedua, kaum feodal selalu menentang raja yang berebut tanah
dengan mereka. Juga, tanah yang diiniliki raja tidaklah menghasilkan uang karena
habis dimakan para calo. Di tahun 1960 gerakan borjuasi kapitalis sudah cukup
kuat dari ini merupakan sebuah kelompok baru yang lahir di masyarakat Iran . Mereka
adalah putra-putra kaum borjuis dan feodal. Tapi mereka membutuhkan bantuan
negara, bukan saja dalam mendapat kredit tapi juga untuk mendapat keringanan
pajak.
b.
Pelaksanaan Reformasi Tanah
Ø
Tahap Pertama
Reformasi tanah mulai dilancarkan dengan diangkatnya
Hasan Arsanjani sebagai Menteri pertanian di bulan Mei 1961. Sebuah usaha
percobaan dilakukan di Azarbaijan 5 bulan kemudian. Pada tanggal 9 Januari
ditetapkan undang-undang yang merupakan tahap pertama reformasi tanah. Isinya:
1. Pemilik tanah hanya berhak mempunyai 1
desa atau 6 darig di berbagai desa. Dikecualikan perkebunan anggrek, teh, homesteads,
groves, dari tanah pertanian yang dikerjakan dengan mesin.
2. Pemilik tanah akan mendapat ganti rugi
selama 10 tahun (kemudian menjadi 15 tahun) berdasar jumlah yang sebelumnya
mereka dapat dari Pemerintah petani harus membayar tanah tersebut dengan tambahan
6% bunga selama 15 tahun. Siapa tidak teratur pembayarannya selama 3 tahun
pertama akan kehilangan tanahnya.
3. Prioritas diberikan pada mereka yang
sudah mempunyai tanah pertanian; baru pada mereka yang berhak menjalankan nasaq
dan lalu para buruh tani. Seluruh penerima tanah harus bergabung dalam koperasi.
4. Di tempat yang tak ada dibagikan tanah,
para pemilik tanah tak boleh sewenang-wenang menghentikan kontraknya dengan
petani. Untuk selanjutnya bagian petani dinaikkan 5% di tanah beririgasi dari
10% di tanah tak beririgasi.
Ø Tahap
Kedua
Tahap kedua reformasi tanah di Undangkan
tanggal 17 Februari 1963 tetapi baru dilaksanakan setelah diamandemen di bulan
Mei 1964. Undang-undang tersebut mengatur masalah tanah yang belum disentuh
oleh tahap Pertama : tanah-tanah (desa) yang dipilih tuan tanah untuk di simpan.
Ada lima
pilihan : dikerjakan, dijual kepada Petani, dibagi dengan pembagian hasil
sebagai ganti rugi, disewa selama 30 tahun, atau diusahakan bersama antara pemilik
dan petani. Kebanyakan pemilik tanah lebih memilih sistem penyewaan atau penggunaan
sebagai tanah pertanian. Sebab dengan jalan ini mereka dapat menekankan kemauannya
pada petani. Juga hubungan sub-feodal dapat dipertahankan melalui sistem sewa
yang berlangsung 30 tahun ini sedangkan harganya diperbaiki setiap saat. Keterlambatan
pembayaran sewa selama 3 bulan menyebabkan hak pemakai dicabut dan dipindahkan
pada petani lain.
Tahap kedua ini menyentuh lebih banyak orang
bila dibandingkan dengan tahap pertama (1.600.000 dibandingkan 700.000 orang).
Pada kenyataannya, sedikit sekali petani yang mendapatkan pemilikan tanah :
57.164 menyewa tanah dan 156.279 mengolahnya berkat sistem pembagian hasil.
Seluruhnya hanya 210.000 petani yang kernudian sungguh-sungguh memiliki tanah.
Ø Tahap
Ketiga
Karena tahap kedua dianggap tidak berhasil,
dilihat dari banyaknya yang kehilangan hak tanah mereka, maka dibuatlah tahap
ketiga yang meskipun teksnya dibuat 9 Januari 1966 baru dipersembahkan Parlemen
bulan Oktober 1968 dan pelaksanaannya pada tanah-tanah milik sosial dan agama
di tahun 1971.
Pada tahap ketiga tanah yang masih tersisa ditangan
pemilik tanah harus dijual atau dibagi Kebanyakan pemilik tanah lebih memilih
untuk menjualnya (90%), sehingga 738.119 orang yang berhasil mendapat tanah
pada tahap ini. Kalau dihitung seluruhnya, sejak tahap pertama sampai tahap
ketiga jumlah tanah yang dibagikan diterima oleh 1.638.000 keluarga. Tanah
pertanian telah meningkat jumlahnya di tahun 1960-1974, sehingga mencapai
antara 12 dan l6 juta ha. Kesukaran yang paling besar bagi petani di Iran adalah
masalah air. Seringkali saluran air yang sudah ada berabad-abad (qhanat) rusak.
Mereka terpaksa membeli pompa-pompa air. Untunglah mereka yang tanahnya dekat
sungai, yang tak mampu beli pompa terpaksa menyewa pada petani-petani atau pemilik-pemilik
uang yang lebih kaya dengan tarif mahal.
c.
Bangkrutnya Pertanian Iran
Ketika fase ketiga reformasi tanah ini diumumkan
di bulan Januari 1968, seperti yang diucapkan Menteri pertanian waktu itu,
Jenderal Riahi, tujuan utama bukanlah pembagian tanah pada petani tetapi
peningkatan produksi dari kemampuan berproduksi dengan pembentukan zone pertaniaan
dan peternakan intensif. Maka dibentuklah Perusahaan Terbatas Pertanian (PTP),
di mana pembagian hasil tidak ditentukan oleh waktu kerja, pekerjaan yang
diselesaikan, atau penggajian melainkan oleh besarnya tanah yang menjadi milik
PTP ini diwajibkan kepada petani oleh negara.
Di tahun-tahun pertama 80 desa membentuk 15
PTP yang terdiri dari 58.139 ha di mana lebih kurang 3.770 ha dikerjakan
sekitar 43.000 petani terlibat. Di tahun 1976, PTP berjumlah 89 buah dan tahun
1978 berjumlah 95 buah mencakup 400.000 ha. Setiap PTP rata-rata mengolah 4.000
ha. Untuk membuat PTP dibutuhkan 51% persetujuan petani. Yang diutamakan adalah
mereka yang bertanah 1uas : 20 ha diairi atau 40 ha tanah kering. Pemilik tanah
yang luasnya kurang dari itu boleh menjualnya kepada pemilik saham lainnya atau
mengatasnamakannya. Ternyata, sistum PTP hanya menguntungkan mereka yang
mempunyai tanah banyak dan tetap bukan buat si miskin.
Penghasilan petani kecil menurun, seperti sebelum
reformasi. Sering oleh karenanya mereka menjadi buruh harian di PTP dan tetap
sama sekali tidak memainkan peranan apa pun juga di sana . Para
insinyur pertanian dan pemilik tanah luaslah yang berkuasa. Hasil produksi
pertanian PTP ternyata lebih rendah dibandingkan tanpa PTP.
Di tahun 1968 juga dimulai penggunaan tanah
yang berada di sekitar bendungan-bendungan air. Dibentuklah Perusahaan Industri
Agro Pertanian (PIA) yang memiliki tanah tak boleh kurang dari 5000 ha
masing-masingnya. Mereka boleh memakai modal asing, modal Pemerintah, atau
modal swasta Iran .
Perusahaan yang pertama didirikan di sekitar bendungan Dez di Khuzestan. Lebih dari
70.000 ha tanah yang diirigasi diberikan pada 4 perusahaan besar yang bermodal
dalam negeri dan asing. Mereka mendapat fasilitas kontrak 30 tahun dengan 15
tahun gratis pajak. Gagal. Malah negara harus memberikan dukungan berupa
pembebasan duane, pembayaran riset proyek dan sebagian dari pekerjaan dilakukan
oleh negara, serta peminjaman uang besar sekali padahal tanpa syarat. Dari 7
PIA di Khuzestan hanya 1 yang dapat berjalan sesuai rencana.
Kegagalan-kegagalan itu mempunyai banyak sebab
: timbulnya kebencian petani-petani yang diusir dan mereka menolak untuk
bekerja di situ sebagai buruh, akibatnya buruh harus didatangkan dari luar,
kesalahan teknik karena tak mengenal keadaan tanah, keterlambatan dalam
pekerjaan, masalah kesulitan teknik dalam penggunaan mesin-mesin yang ruwet
Sekalipun demikian toh negara tetap yakin bahwa PIA yang mempunyai modal
besarlah yang dapat membawa keuntungan. Oleh karenanya, meskipun rugi besar,
seluruh proyek diteruskan. Di tahun 1976 terdapat belasan PIA yang bekerja di
atas 20.000 tanah beririgasi.
Usaha pertanian raksasa atas inisiatif
Pemerintah dilakukan dan di tahun 1978 berjumlah 11 buah, baik yang selesai dan
yang belum. Bidang yang digarap adalah pertanian yang rnenguntungkan dan dapat menghasilkan
devisa. Padahal ongkosnya mahal sekali. Salah satu yang dianggap berhasil
adalah Haft Taph di dekat Dez di mana 10.000 ha tanah disediakan 8.000 ha
digunakan untuk menanam gula tebu yang menghasilkan 10.000 ton gula per tahun. Batangnya
dipakai untuk membuat kertas di pabrik yang sengaja didirikan di dekatnya. Pemerintah
juga mendirikan koperasi produksi pertanian yang para anggotanya sebagian kecil
petani belaka : 40 buah di tahun 1978 dan mereka memiliki tanah seluas 190.000
ha. Mereka mendapat fasilitas besar sekali dari negara: subsidi uang, pemberian
alat-alat kerja, peminjaman modal, latihan teknik (pembentukan tenaga teknik).
Tapi melihat besarnya modal yang dibuuhkan dari negara, tak mungkin meluaskan
jangkauan usaha ini bagi seluruh petani Iran .
Koperasi desa juga didirikan Pemerintah. Di
tahun 1972 terdapat 8.361 buah beranggotakan 2 juta orang. Di tahun 1973 dibuat
2.717 buah koperasi besar yang beranggotakan 833 orang rata-rata. Koperasi itu
mengatur pembagian minyak dan kredit kecil yang jumlahnya tak lebih dari 30.000
Ryal per bulan. Tapi usaha mereka dalam penjualan hasil pertanian tidak lebih
baik daripada usaha sendiri. Paling banyak seperempat petani yang aktif di
koperasi itu. Alasannya boleh jadi karena pendiriannya dipaksakan dan juga
alasan politik.
Di tahun 1974, terdapat 9.500 kelompok yang
mengerjakan tanah di atas 100 ha. dari 16.000 kelompok lain mengerjakan tanan
antara 50-100 ha. Tapi jenis tumbuh-tumbuhan yang ditanam itu semuanya
ditujukan pada pasaran dunia: asparagus, pistacho dan lain-lain. Ternyata bukan
kelompok yang terbesar yang menghasilkan paling banyak. Tahun 1976 terbesar yang
mengerjakan 12-13% daerah petanian (lebih 100 ha) hanya menghasilkan 6% produksi
dijual. Kelompok yang menggunakan 10 sampai dengan 100 ha yang menggunakan
40-50% tanah malah menghasilkan 75% dari hasil yang dijual di pasar. Sedangkan
kelompok kecil, kurang dari 10 ha, mengolah 30-40% tanah pertanian memberikan 20%.
Pemerintah juga ingin mengatur orang nomade
yang kebanyakannya bekerja sebagai gembala (60%). Kebanyakan mereka ini dikenal
selalu anti pemerintah. Untuk rnenjinakkan mereka, pemerintah membagi-bagikan
tanah dan memerintahkan supaya mereka merubah cara hidup yang suka berpindah-pindah.
Hal ini berakibat jelek. Secara psikologi orang-orang yang ekologis dan pandai
menggunakan bahan-bahan alam seadanya ini terpaksa merubah cara hidup mereka. Akibatnya
frustrasi, sehingga jatuhlah hasil peternakan kambing. Pernerintah terpaksa mengimpornya
dari Australia .
Dari bulan Februari-Agustus 1978 diimpor 1,5 juta ekor kambing yang datang naik
kapal terbang. Seluruh usaha menjadikan bidang peternakan kedalam industri
makanan gagal. Pemerintah terpaksa mengimpor daging, susu dan keju dari negeri
lain.
Daftar Pustaka
Nasir Tamara.
(1980). “ Revolusi Iran ”.
Jakarta : Sinar
Harapan. hal 123-138.
No comments:
Post a Comment