Saturday, July 9, 2016

Sejarah Singkat Pertanian Iran


  1. Sebelum Revolusi Putih
Lima puluh lima persen luas seluruh tanah Iran terdiri dari gunung, padarig pasir, batu-batuan yang tak mungkin ditanami. Tiga puluh persen terdiri dari hutan lindung dari lain-lain. Diperkirakan hanya 12% tanah yang bisa ditanami : 7 juta sepanjang tahun dari sisanya terkadang harus diistirahatkan dulu sebelum dapat digunakan. Di samping itu, terdapat 3 juta ha tanah yang akan dapat ditanami setelah dikerjakan. Tujuh juta ha paling tidak dapat ditanami rumput untuk mengembangkan peternakan. Sebelum reformasi tanah, terdapat 3 kategori pemilik tanah: raja (dan negara), tuán-tuan tanah serta tanah yang digunakan untuk kepentingan agama dan sosial. Raja dan negara memiliki 2.500 sampai 3.000 desa (5% atan 6% dari jumlah seluruh) dan ini berasal dari rampasan dinasti Pahlavi dan dinasti Qajar. Tanah untuk kepentingan sosial dan agama yang tak boleh dibagi-bagikan dan dijual, mencakup antara 6.000 sampai dengan 7.500 desa (12% sampai dengan 15% dari jumlah seluruhnya).
Kaum feodal (tuan tanah) memiliki tak kurang dari 26.000 desa (52% dari jumlah seluruh). Dan ini dikuasai oleh 37 keluarga yang memiliki 19.000 desa (38% dari jumlah seluruh). Diduga, keluarga Farman farma memiliki tanah seluas negeri Belgia sedangkan keluarga Batmanqlichth memiliki tanah seluas negeri Swiss. Tuan-tuan tanah kecil biasanya memiliki rata-rata 1 sampai 2 ha. Kebanyakan menyewakan tanah mereka kepada petani. Tanah mereka ini diduga mencakup 15.000 desa (30 % dari jumlah seluruh). Petani pemilik tanah kira-kira berjumlah 130.000 orang. Yang memiliki tanah dalam jumlah besar cukup sedikit. Perinciannya sebagai berikut : kurang dari 1 ha (57,5%), antara 1 sampai dengan 3 ha (25 %), antara 3 sampai dengan 20 ha (6%), lebih dari 20 ha (1%).
Para petani yang tak memiliki tanah biasanya menyewa dari tuan tanah atau mengerjakan tanah untuk kepentingan sosial dan agama. Cara pembagian hasil berbeda antara satu daerah dengan lainnya ini cukup ruwet. Yang paling dikenal adalah bahwa hasil panen dianggap merupakan bagian dari 5 hal : tanah, air, pekerjaan manusia (tenaga kerja), benih dan pekerjaan hewan. Pembagian antara pemilik petani pekerja dibuat dengan mempertimbangkan siapakah yang membawa faktor-faktor tersebut. Satu bagian merupakan 1/5. Ada juga yang memberi pembayaran sejumlah uang atau sejumlah hasil bumi yang tetap. Di luar itu, petani harus membayar pajak lain terutama bila ada pengairan. Tanah yang mereka garap biasanya kecil, perinciannya sebagai berikut : kurang dari 1 ha (26%), antara 1 sampai dengan 5 ha (39%), antara 5 dengan 10 ha (18%) dari lebih 10 ha (17%). Jumlah itu lebih kecil lagi bila dihitung adanya tanah yang mesti diistirahatkan dulu sebelum dikerjakan, waktu mencapai 40%. Selain mereka yang disebutkan di atas, ada penduduk desa yang tidak mempunyai tanah dan tidak mempunyai hak mengerjakannya. Mereka yang biasa sebut Khochnechin adalah para penganggur, pengembala , pedagang kecil, partisan, pekerja pertanian (buruh) yang diupah per hari atau per musim. Banyak juga desa yang hidup melulu dari pembuatan barang-barang kerajinan tangan. Di tahun 1976 terdapat 919.004 buruh tani dan di tahun 1956 ada 759.494 orang. Di luar mereka ada 567.622 buruh tani yang menganggur di tahun 1956. Artinya lebih dari satu juta orang buruh tani yang selain tidak mempunyai tanah juga tidak mempunyai kepandaian di luar pertanian.
Masuknya kapitalisme Barat, ekspansionisme industri dari kaum pedagangnya yang agressif di akhir abad XIX menyebabkan keseimbangan ini berubah, terlebih dengan runtuhnya dinasti Qajar berkat adariya revolusi borjuis oleh gerakan konstitusionalis antara 1905-1911.
Ketika Reza Pahlavi menjadi raja di tahun 1925 ia memiliki tanah sebesar 2.000 desa. Tapi Raja maupun anaknya tak tertarik dengan tanah-tanah. Mereka juga bertentangan dengan kaum feodal berkat dua alasan : mereka naik takhta bukan secara garis keturunan, sehingga ditentang kaum feodal; kedua, kaum feodal selalu menentang raja yang berebut tanah dengan mereka. Juga, tanah yang diiniliki raja tidaklah menghasilkan uang karena habis dimakan para calo. Di tahun 1960 gerakan borjuasi kapitalis sudah cukup kuat dari ini merupakan sebuah kelompok baru yang lahir di masyarakat Iran. Mereka adalah putra-putra kaum borjuis dan feodal. Tapi mereka membutuhkan bantuan negara, bukan saja dalam mendapat kredit tapi juga untuk mendapat keringanan pajak.
Iran masuk ke dalam orbit kapitalis. Tapi mereka tak mau begitu saja jadi budak kapitalis Amerika, Eropa atau Jepang. Mereka ingin memegang peranan aktif dan ini mendorong Iran untuk menjadi negeri industri secepatnya. Tenaga kerja dibutuhkan dan untuk ini didapat dari desa-desa. Reformasi tanah maka harus dilakukan secepatnya. Hal ini akan mematahkan perlawanan kaum feodal karena sumber ekonomi mereka dicabut dari kehilangan petani yang selama ini telah mereka gunakan sebagai kekuatan politik. Petani Iran tergantung pada kaum feodal dalam hal melawan Pemerintah dari alat-alat negaranya.

b.      Pelaksanaan Reformasi Tanah

Ø  Tahap Pertama
Reformasi tanah mulai dilancarkan dengan diangkatnya Hasan Arsanjani sebagai Menteri pertanian di bulan Mei 1961. Sebuah usaha percobaan dilakukan di Azarbaijan 5 bulan kemudian. Pada tanggal 9 Januari ditetapkan undang-undang yang merupakan tahap pertama reformasi tanah. Isinya:
1. Pemilik tanah hanya berhak mempunyai 1 desa atau 6 darig di berbagai desa. Dikecualikan perkebunan anggrek, teh, homesteads, groves, dari tanah pertanian yang dikerjakan dengan mesin.
2. Pemilik tanah akan mendapat ganti rugi selama 10 tahun (kemudian menjadi 15 tahun) berdasar jumlah yang sebelumnya mereka dapat dari Pemerintah petani harus membayar tanah tersebut dengan tambahan 6% bunga selama 15 tahun. Siapa tidak teratur pembayarannya selama 3 tahun pertama akan kehilangan tanahnya.
3. Prioritas diberikan pada mereka yang sudah mempunyai tanah pertanian; baru pada mereka yang berhak menjalankan nasaq dan lalu para buruh tani. Seluruh penerima tanah harus bergabung dalam koperasi.
4. Di tempat yang tak ada dibagikan tanah, para pemilik tanah tak boleh sewenang-wenang menghentikan kontraknya dengan petani. Untuk selanjutnya bagian petani dinaikkan 5% di tanah beririgasi dari 10% di tanah tak beririgasi.
Para pemilik tanah tidak kehilangan akal untuk rnenghindarkan kerugian besar pada mereka. Mereka bebas menentukan desa yang mereka miliki; tentu mereka pilih yang terbesar. Mereka mencoba dari sering berhasil menggabungkan beberapa desa menjadi satu. Mereka berikan desa-desa yang diiniliki kepada seluruh anak dari keluarga mereka, tapi ini merupakan perjanjian di bawah tangan, sesungguhnya merekalah pemilik tanah itu. Ketika di bulan Maret 1977 dinyatakan bahwa reformasi tanah tahap pertama selesai, statistik Pemerintah menunjukkan bahwa land reform hanya menyentuh 30% dari 14.646 desa di Iran. Dari hanya 10% (3.920) yang berhasil dijual ke petani. Ada 690.466 kepala keluarga yang berhasil mendapatkan tanah dari 3,5 juta keluarga petani (17 juta orang). Artinya cuma 1/5 nya saja yang mendapat tanah dari reformasi.

Ø  Tahap Kedua
Tahap kedua reformasi tanah di Undangkan tanggal 17 Februari 1963 tetapi baru dilaksanakan setelah diamandemen di bulan Mei 1964. Undang-undang tersebut mengatur masalah tanah yang belum disentuh oleh tahap Pertama : tanah-tanah (desa) yang dipilih tuan tanah untuk di simpan. Ada lima pilihan : dikerjakan, dijual kepada Petani, dibagi dengan pembagian hasil sebagai ganti rugi, disewa selama 30 tahun, atau diusahakan bersama antara pemilik dan petani. Kebanyakan pemilik tanah lebih memilih sistem penyewaan atau penggunaan sebagai tanah pertanian. Sebab dengan jalan ini mereka dapat menekankan kemauannya pada petani. Juga hubungan sub-feodal dapat dipertahankan melalui sistem sewa yang berlangsung 30 tahun ini sedangkan harganya diperbaiki setiap saat. Keterlambatan pembayaran sewa selama 3 bulan menyebabkan hak pemakai dicabut dan dipindahkan pada petani lain.
Tahap kedua ini menyentuh lebih banyak orang bila dibandingkan dengan tahap pertama (1.600.000 dibandingkan 700.000 orang). Pada kenyataannya, sedikit sekali petani yang mendapatkan pemilikan tanah : 57.164 menyewa tanah dan 156.279 mengolahnya berkat sistem pembagian hasil. Seluruhnya hanya 210.000 petani yang kernudian sungguh-sungguh memiliki tanah.

Ø  Tahap Ketiga
Karena tahap kedua dianggap tidak berhasil, dilihat dari banyaknya yang kehilangan hak tanah mereka, maka dibuatlah tahap ketiga yang meskipun teksnya dibuat 9 Januari 1966 baru dipersembahkan Parlemen bulan Oktober 1968 dan pelaksanaannya pada tanah-tanah milik sosial dan agama di tahun 1971.
Pada tahap ketiga tanah yang masih tersisa ditangan pemilik tanah harus dijual atau dibagi Kebanyakan pemilik tanah lebih memilih untuk menjualnya (90%), sehingga 738.119 orang yang berhasil mendapat tanah pada tahap ini. Kalau dihitung seluruhnya, sejak tahap pertama sampai tahap ketiga jumlah tanah yang dibagikan diterima oleh 1.638.000 keluarga. Tanah pertanian telah meningkat jumlahnya di tahun 1960-1974, sehingga mencapai antara 12 dan l6 juta ha. Kesukaran yang paling besar bagi petani di Iran adalah masalah air. Seringkali saluran air yang sudah ada berabad-abad (qhanat) rusak. Mereka terpaksa membeli pompa-pompa air. Untunglah mereka yang tanahnya dekat sungai, yang tak mampu beli pompa terpaksa menyewa pada petani-petani atau pemilik-pemilik uang yang lebih kaya dengan tarif mahal.

c.       Bangkrutnya Pertanian Iran

Ketika fase ketiga reformasi tanah ini diumumkan di bulan Januari 1968, seperti yang diucapkan Menteri pertanian waktu itu, Jenderal Riahi, tujuan utama bukanlah pembagian tanah pada petani tetapi peningkatan produksi dari kemampuan berproduksi dengan pembentukan zone pertaniaan dan peternakan intensif. Maka dibentuklah Perusahaan Terbatas Pertanian (PTP), di mana pembagian hasil tidak ditentukan oleh waktu kerja, pekerjaan yang diselesaikan, atau penggajian melainkan oleh besarnya tanah yang menjadi milik PTP ini diwajibkan kepada petani oleh negara.
Di tahun-tahun pertama 80 desa membentuk 15 PTP yang terdiri dari 58.139 ha di mana lebih kurang 3.770 ha dikerjakan sekitar 43.000 petani terlibat. Di tahun 1976, PTP berjumlah 89 buah dan tahun 1978 berjumlah 95 buah mencakup 400.000 ha. Setiap PTP rata-rata mengolah 4.000 ha. Untuk membuat PTP dibutuhkan 51% persetujuan petani. Yang diutamakan adalah mereka yang bertanah 1uas : 20 ha diairi atau 40 ha tanah kering. Pemilik tanah yang luasnya kurang dari itu boleh menjualnya kepada pemilik saham lainnya atau mengatasnamakannya. Ternyata, sistum PTP hanya menguntungkan mereka yang mempunyai tanah banyak dan tetap bukan buat si miskin.
Penghasilan petani kecil menurun, seperti sebelum reformasi. Sering oleh karenanya mereka menjadi buruh harian di PTP dan tetap sama sekali tidak memainkan peranan apa pun juga di sana. Para insinyur pertanian dan pemilik tanah luaslah yang berkuasa. Hasil produksi pertanian PTP ternyata lebih rendah dibandingkan tanpa PTP.
Di tahun 1968 juga dimulai penggunaan tanah yang berada di sekitar bendungan-bendungan air. Dibentuklah Perusahaan Industri Agro Pertanian (PIA) yang memiliki tanah tak boleh kurang dari 5000 ha masing-masingnya. Mereka boleh memakai modal asing, modal Pemerintah, atau modal swasta Iran. Perusahaan yang pertama didirikan di sekitar bendungan Dez di Khuzestan. Lebih dari 70.000 ha tanah yang diirigasi diberikan pada 4 perusahaan besar yang bermodal dalam negeri dan asing. Mereka mendapat fasilitas kontrak 30 tahun dengan 15 tahun gratis pajak. Gagal. Malah negara harus memberikan dukungan berupa pembebasan duane, pembayaran riset proyek dan sebagian dari pekerjaan dilakukan oleh negara, serta peminjaman uang besar sekali padahal tanpa syarat. Dari 7 PIA di Khuzestan hanya 1 yang dapat berjalan sesuai rencana.
Kegagalan-kegagalan itu mempunyai banyak sebab : timbulnya kebencian petani-petani yang diusir dan mereka menolak untuk bekerja di situ sebagai buruh, akibatnya buruh harus didatangkan dari luar, kesalahan teknik karena tak mengenal keadaan tanah, keterlambatan dalam pekerjaan, masalah kesulitan teknik dalam penggunaan mesin-mesin yang ruwet Sekalipun demikian toh negara tetap yakin bahwa PIA yang mempunyai modal besarlah yang dapat membawa keuntungan. Oleh karenanya, meskipun rugi besar, seluruh proyek diteruskan. Di tahun 1976 terdapat belasan PIA yang bekerja di atas 20.000 tanah beririgasi.
Usaha pertanian raksasa atas inisiatif Pemerintah dilakukan dan di tahun 1978 berjumlah 11 buah, baik yang selesai dan yang belum. Bidang yang digarap adalah pertanian yang rnenguntungkan dan dapat menghasilkan devisa. Padahal ongkosnya mahal sekali. Salah satu yang dianggap berhasil adalah Haft Taph di dekat Dez di mana 10.000 ha tanah disediakan 8.000 ha digunakan untuk menanam gula tebu yang menghasilkan 10.000 ton gula per tahun. Batangnya dipakai untuk membuat kertas di pabrik yang sengaja didirikan di dekatnya. Pemerintah juga mendirikan koperasi produksi pertanian yang para anggotanya sebagian kecil petani belaka : 40 buah di tahun 1978 dan mereka memiliki tanah seluas 190.000 ha. Mereka mendapat fasilitas besar sekali dari negara: subsidi uang, pemberian alat-alat kerja, peminjaman modal, latihan teknik (pembentukan tenaga teknik). Tapi melihat besarnya modal yang dibuuhkan dari negara, tak mungkin meluaskan jangkauan usaha ini bagi seluruh petani Iran.
Koperasi desa juga didirikan Pemerintah. Di tahun 1972 terdapat 8.361 buah beranggotakan 2 juta orang. Di tahun 1973 dibuat 2.717 buah koperasi besar yang beranggotakan 833 orang rata-rata. Koperasi itu mengatur pembagian minyak dan kredit kecil yang jumlahnya tak lebih dari 30.000 Ryal per bulan. Tapi usaha mereka dalam penjualan hasil pertanian tidak lebih baik daripada usaha sendiri. Paling banyak seperempat petani yang aktif di koperasi itu. Alasannya boleh jadi karena pendiriannya dipaksakan dan juga alasan politik.
Di tahun 1974, terdapat 9.500 kelompok yang mengerjakan tanah di atas 100 ha. dari 16.000 kelompok lain mengerjakan tanan antara 50-100 ha. Tapi jenis tumbuh-tumbuhan yang ditanam itu semuanya ditujukan pada pasaran dunia: asparagus, pistacho dan lain-lain. Ternyata bukan kelompok yang terbesar yang menghasilkan paling banyak. Tahun 1976 terbesar yang mengerjakan 12-13% daerah petanian (lebih 100 ha) hanya menghasilkan 6% produksi dijual. Kelompok yang menggunakan 10 sampai dengan 100 ha yang menggunakan 40-50% tanah malah menghasilkan 75% dari hasil yang dijual di pasar. Sedangkan kelompok kecil, kurang dari 10 ha, mengolah 30-40% tanah pertanian memberikan 20%.
Pemerintah juga ingin mengatur orang nomade yang kebanyakannya bekerja sebagai gembala (60%). Kebanyakan mereka ini dikenal selalu anti pemerintah. Untuk rnenjinakkan mereka, pemerintah membagi-bagikan tanah dan memerintahkan supaya mereka merubah cara hidup yang suka berpindah-pindah. Hal ini berakibat jelek. Secara psikologi orang-orang yang ekologis dan pandai menggunakan bahan-bahan alam seadanya ini terpaksa merubah cara hidup mereka. Akibatnya frustrasi, sehingga jatuhlah hasil peternakan kambing. Pernerintah terpaksa mengimpornya dari Australia. Dari bulan Februari-Agustus 1978 diimpor 1,5 juta ekor kambing yang datang naik kapal terbang. Seluruh usaha menjadikan bidang peternakan kedalam industri makanan gagal. Pemerintah terpaksa mengimpor daging, susu dan keju dari negeri lain.



Daftar Pustaka


Nasir Tamara. (1980). “ Revolusi Iran”. Jakarta : Sinar Harapan. hal 123-138. 

No comments:

Post a Comment