Sejak tahun 1970-an mulai disadari bahwa krisis dalam
ilmu sejarah sesungguhnya bukan sekedar teknis saja yang dapat diatasi dengan
merangkul ilmu-lirnu sosial. Epistemologi realis sebagai reaksi atas
epistemologi idealis telah melahirkan suatu metodologi ilmu sejarah baru yang
merupakan perkembangan lebih lanjut baik dari Postmodernisme maupun
strukturalisme. Bahkan dapat dikatakan, bahwa metodologi baru yang dinamakan
pendekatan strukturis itu, mencoba mengatasi kelemahan-kelemahan yang
terkandung dalam metodologi struktural maupun metodologi individualis. Metodologi
individualis(termasuk postinodernisme) temyata tidak sanggup menjelaskan perubahan
sosial dengan baik, sedangkan pendekatan struktural malah bersifat determinis
dan mengabaikan individu sebagai penggerak sejarah seperti terkandung dalam
wawasan sejarah yang asli.
Metodologi strukturis mencoba mengatasi kelemahan-kelemahan
dalam kedua jenis metodologi sebelumnya dengan menekankan adanya interaksi atau
interaksi antara individu dan struktur yang mengakibatkan perubahan sosial atau
sejarah. Penjelasan yang menyeluruh tentang metodologi strukturis terdapat
dalam dua buah buku dari Christopher Lloyed yang juga mendasari pembahasan di
sini. Pertama mengenai
eksplanasi dalam sejarah sosial, dan kedua, mengenai struktur-struktur sejarah.
A.
Landasan
Ilmu.
Setiap cabang dari ilmu,
termasuk ilmu sejarah, memiliki tiga landasan penting yang harus disadari betul
oleh para ahli yang bersangkutan. Ketiga landasan tersebut, pertama filsafat
ilmu, kcdua metodologi dan ketiga teori. Pilihan filsafat ilmu tertentu
menentukan pilihan metodologi yang digunakan serta teori-teori yang digunakan
untuk nienginterpretasi data.
1)
Filsafat
Ilmu.
Dalam Strukturis, beranggapan
bahwa secara ontologis kenyataan sejarah adalah struktur sosial yang longgar.
Tatanan sosial memungkinkan munculnya individu atau kelompok sosial yang
memiliki wawasan dan keinginan berbeda dengan masyarakat pada umumnya, dan
berusaha mengubah masyarakat. Dengan demikian terjadilah perubahan sosial, yang
sesungguhnya adalah istilah lain dari sejarah. Strukturis menggunakan
epistemotogi yang bertumpu pada filsafat realis.
2)
Metodologi.
Pada dasarnya metodologi adalah
prosedur eksplanasi (penjelasan) yang digunakan suatu cabang ilmu, termasuk
sejarah. Bentuk ekplanasi dalam metodologi strukturis menggunakan hubungan
kausalitas (sebab-akibat). Bentuk ekplanasi ini juga digunakan dalam metodologi
struktural, namun ada perbedaan yang pokok. Pendekatan struktural menggunakan
eksptanasi yang bersifat determinis atau sebab-sebab yang berada di luar
seperti struktur sosial, geografi dan sebagainva. sedangkan strukturis menggunakan
sebab akibat humanis yang rnerupakan hasil interaksi antara manusia dan struktur
sosial.
3)
Teori.
Pada teori-teori yang didasarkan pada epsternologi
Realis seperti strukturis kaitan antara teori dan data adalah mutlak. Fakta
merupakan interpretasi teoritis atas bahan-bahan yang tersedia. Pilihan teori
selalu harus konsisten dengan pilihan metodologi, metodologi strukturis juga
harus menggunakan teori-teori strukturis.
B.
Pembagian
Strukturisme
Strukturisme dapat dibagi dua
yaitu Symbolic Realism dan Relational Structuralism.
1)
Syimbolic
Realism (Realisme Simbolik).
Realisme simbolik lebih banyak
menekankan analisis mengenai “agency” tanpa melepaskan konteks strukturalnya.
Contoh yang menarik adalah model yang dibangun oleh Clifford Geertz mengenal
sistem kekuasaan pra-kolonial di Asia. Model ini bertolak dari studinya mengenai suatu kerajaan di Bali dan masa pra
abad ke-19. Geertz menyimpulkan bahwa kekuasaan dalam masyarakat pra modern
berinti pada kesetiaan warga kepada raja bagaikan kesetiaan umat pada dewa,
dalam pengertian ini raja adalah dewa (raja dewa). Manifestasi dari kesetiaan
adalah nampak pada berbagai upacara-upacara sakral yang senantiasa terdapat
dalam kehidupan orang Bali, dan kesetiaan yang paling tinggi nampak pada
upacara ngaben.
2)
Relational
Structuralism (Strukturisme Relasional)
Strukturisme relasional lebih
menekankan analisis pada hubungan-hubungan sosial tanpa melupakan “mentalite. Contohnya adalah tulisan dari Charles Tilly, “From Mobilization to
Revolution” (1978) yang mengungkap tentang Collective Action. Collective action
adalah orang-orang yang bertindak bersama-sarna untuk memperjuangkan kepentingan
bersama.
Tilly menyampaikan
mobilization model yang terdiri atas empat komponen yaitu 1. Common Interest,
2. Organization, 3. Mobilization, dan 4. Collective Action. Kepentingan bersama
diperjuangkan secara bersama-sama, dilakukan dalam suatu organisasi. Organisasi
dijadikan alat untuk mobilization atau mengerahkan tenaga dan dana agar
collective action dapat berhasil. Disebut strukturis yang relational karena
mengandalkan hubungan-hubungan sosial, karena interest yang dimaksud menyangkut
kepentingan banyak orang maka organisasi, mobilisasi dan .aksi kolektifnya
menyangkut intemksi antara orangorang tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Kuntowijoyo. 1994. Metodologi
Sejarah. Yogyakarta : Tiara Wacana.
R. Z, Leirissa. 1999. Strukturisme
Indonesia
Dalam Sejarah. Jakarta : Universitas Indonesia .
No comments:
Post a Comment