Thursday, July 14, 2016

Sejarah Singkat Penulisan Sejarah di Indonesia

Dengan tercapainya kemerdekaan serta terbentuknya negara nasional timbul keperluan untuk menulis sejarah Indonesia sebagai sejarah nasional, dewasa ini setelah mengalami alam kemerdekaan selama tiga puluh tahun, kita menginjak tahap dalam pengembangan historiografi Indonesia di mana usaha penulisan kembali sejarah Indonesia perlu disebarkan dengan berbagai cakrawala:
1)      Cakrawala religio-magis serta kosmogonis: seperti tercermin dalam Babad atau Sejarah/Hikayat telah ditinggalkan dan diganti dengan Cakrawala empiris-ilmiah. Sejarah kritis telah menyediakan alat-alat metodologis yang secara ilmiah akan mengungkapkan fakta-fakta dan sumber-sumber sejarah.
2)      Cakrawala natiocentris yang menggantikan ethnocentrisme, maka Sejarah Indonesia merupakan kesatuan yang berbataskan kesatuan politik-geografis wilayah Indonesia.
3)      Cakrawala kolonial-elitis yang diganti dengan sejarah bangsa Indonesia secara keseluruhan dengan mencakup berbagai lapisan sosialnya. Tercakup di dalam pandangan baru ini ialah dialihkannya pemusatan perhatian pada peranan raja-raja serta menteri dan hulubalangnya, juga dari peranan para penguasa kolonial[1].

Perubahan-perubahan pandangan itu mendapatkan konvergensi pada usaha penulisan kembali sejarah Indonesia. Proses perubahan yang telah berlangsung sejak awal  tahun lima puluhan. Di sini arah historicism yang berusaha menempatkan kejadian-kejadian dalam konteks sejarah di mana peristiwa-peristiwa itu terjadi berdampingan dengan kecenderungan untuk penulisan sejarah secara neoscientific, ialah yang berusaha menguraikan struktur-stniktur yang menjadi kerangka bagi proses sejarah.
Dalam penyusunan historiografi Indonesia generasi sejarahwan dewasa ini dihadapkan dengan perubahan sosial baik yang bergerak dengan langkah yang sangat cepat membuka pandangan-pandangan baru bagi sejarahwan. Pada satu fihak kesadaran akan historisitas benda-benda mengutarakan soal kapan, dimana dan apa yang terjadi.
Rekonstruksi sejarah sebagai cerita dengan menggunakan kejadian aksi manusia serta dramatis personae, kesemuanya terjalin dalam rangkaian yang menonjolkan keunikan kejadian-kejadian. Di samping metode naratif maka muncullah sebagai pengaruh\pelbagai kecenderungan metoda developmentalisme, yang akan melihat pola-pola perkembangan, kelangsungan serta perubahan-perubahan.
Untuk menerangkan keadaan masyarakat dewasa ini tidak ditinggalkan pengungkapan perkembangan historis dari pelbagai unsur masyarakat itu. Tanpa mengurangi sejarah naratif, dan historiografi yang terarah kepada kejadian-kejadian yang unique, rekonstruksi dari sejarah Indonesia perlu memperhatikan aspek-aspek perkembangan.
Apabila ilmu/dan penulisan sejarah ingin tetap berfungsi sebagal disiplin dari pengungkapan atau penemuan manusia maka perlu mengikuti perkembangan ilmu-ilmu sosial yang telah berhasil menambah perbendaharaan pengetahuan tentang manusia. Terutama dalam masa perubahan-perubahan besar ilmu-ilmu sosial yang hanya mempelajari masa kini secara sinkronis memerlukan bantuan pengetahuan sejarah yang sinkronis sehingga kita lebih mampu mengetahui tentang kecenderungan-kecenderungan yang bergerak dalam masyarakat sehingga akhirnya dapat menunjukkan ke arah mana masyarakat kita akan berkembang. Apabila ilmu sejarah tidak ingin sama sekali didesak oleh ilmu-ilmu sosial, maka perlu diperbaiki alat-alat penelitiaannya terutama metodologinya. Pada jaman Ranke heuristik dikembangkan untuk secara kritis dapat mengolah data dari sumber-sumber sejarah. Kini agar dapat mengungkapkan pelbagai dimensi dari tingkah laku manusia serta masyarakat di masa lampau, alat-alat analitisnya perlu disempurnakan dengan “meminjam” konsep serta teori dari ilmu-ilmu sosial.

No comments:

Post a Comment