Saturday, July 23, 2016

Peninggalan Kebudayaan Hindu di Infonesia

A.        Latar Belakang
Wilayah Indonesia terdiri dari pulau besar dan kecil yang dihubungkan oleh selat dan laut, hal ini menyebabkan sarana pelayaran merupakan lalu lintas utama penghubung antar pulau. Pelayaran ini dilakukan dalam rangka mendorong aktivitas perdagangan. Pelayaran perdagangan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia bukan hanya dalam wilayah Indonesia saja, tetapi telah jauh sampai ke luar wilayah Indonesia.

Pelayaran dan perdagangan di Asia semakin ramai setelah ditemukan jalan melalui laut antara Romawi dan Cina. Rute jalur laut yang dilalui dalam hubungan dagang Cina dengan Romawi telah mendorong munculnya hubungan dagang pada daerah-daerah yang dilalui, termasuk wilayah Indonesia. Karena posisi Indonesia yang strategis di tengah-tengah jalur hubungan dagang Cina dengan Romawi, maka terjadilah hubungan dagang antara Indonesia dan Cina beserta India.
Melalui hubungan itu juga, berkembang kebudayaan-kebudayaan yang dibawa oleh para pedagang di Indonesia. Dalam perkembangan hubungan perdagangan antara Indonesia dan India, lambat laun agama Buddha masuk dan tersebar di Indonesia serta dianut oleh raja-raja dan para bangsawan. Dan lingkungan raja dan bangsawan itulah agama Buddha tersebar ke lingkungan rakyat biasa.

B.                PERKEMBANGAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN BUDHA DI INDONESIA

   A.      Penyiaran agama Budha di indonesia.
Penyiaran agama Buddha di Indonesia lebih awal dari agama Hindu. Dalam penyebarannya agama Budha mengenal adanya misi penyiar agama yang disebut Dharmadhuta. Tersiarnya agama Budha di Indonesia, diperkirakan sejak abad ke 2 Masehi, dibuktikan dengan penemuan patung Budha dari perunggu di Jember, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Patung-patung itu berlanggam Amarawati. Namun, belum diketahui siapa pembawanya dari India Selatan ke Indonesia. Di samping itu, juga ditemukan patung Buddha dari batu di Palembang.

  B.         Proses lnteraksi Masyarakat di Berbagai Daerah dengan Tradisi Budha
Masuk dan berkembangnya pengaruh Buddha di Indonesia menimbulkan perpaduan budaya antara budaya Indonesia dengan budaya Buddha. Perpaduan dua budaya yang berbeda ini dapat disebut dengan akulturasi, di mana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan dan saling mengisi dan tidak menghilangkan unsur-unsur asli dan kedua kebudayaan tersebut.
Namun sebelum masuknya pengaruh kebudayaan Buddha, masyarakat Indonesia telah memiliki kebudayaan yang cukup maju. Unsur-unsur kebudayaan asli Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Unsur-unsur kebudayaan Budha yang masuk ke Indonesia diterima dan diolah serta disesuaikan dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia, tanpa menghilangkan unsur-unsur asli Indonesia.
Oleh karena itu, kebudayaan Budha yang masuk ke Indonesia tidak diterima begitu saja. Hal ini disebabkan :
  • Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi, sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
  • Kecakapan istimewa bangsa Indonesia yang disebut dengan istilah local genius, yaitu kecakapan suatu bangsa untuk menenima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

  C.        Perkembangan Tradisi Budha di Kepulauan Indonesia.
Tradisi Budha mengalaini perkembangan yang cukup pesat di wilayah kepulauan Indonesia dan berpengaruh pada segala sektor kehidupan masyarakat Indonesia, di antaranya pada sektor-sektor berikut :
  1. Kepercayaan
Sebelum masuknya pengaruh Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia telah mengenal dan memiliki kepercayaan, yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaannya itu bersifat animisme dan dinamisme. Kemudian, masuknya pengaruh Buddha ke Indonesia mengakibatkan terjadinya akulturasi. Masuk dan berkembangnya pengaruh terutama terlihat dari segi pemujaan terhadap roh nenek moyang dan pemujaan dewa-dewa alam.

  1. Pemerintahan
Sebelum masuknya pengaruh Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia telah mengenal sistem pemerintahan dari seorang kepala suku. Sistem pemerintahan seorang kepala suku berlangsung secara demokratis, di mana salah seorang kepala suku merupakan pemimpin yang dipilih dari kelompok sukunya, karena memiliki kelebihan dari anggota kelompok suku lainnya. Akan tetapi, setelah masuknya pengaruh Buddha, tata pemerintahan disesuaikan dengan sistem kepala pemerintahan yang berkembang di India. Seorang kepala pemerintahan bukan lagi seorang kepala suku, melainkan seorang raja yang memerintah wilayah kerajaannya secara turun-temurun. (Bukan lagi ditentukan oleh kemampuan, melainkan oleh keturunan).

  1. Sosial
Dalam bidang sosial terjadi perubahan-perubahan dalam tata kehidupan sosial masyarakat. Perubahan itu terjadi sebagai akibat diperkenalkannya sistem kasta dalam masyarakat.

  1. Ekonomi
Dalam bidang ekonoini, tidak begitu besar pengaruhnya pada masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena masyarakat pelayaran dan perdagangan sudah ada jauh sebelum masuknya pengaruh Budha di Indonesia.

  1. Kebudayaan
Berkembangnya kebudayaan Budha sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pengaruh kebudayaan itu terlihat dari hasil-hasil kebudayaan seperti bangunan candi, seni sastra, Sedang pengaruh lainnya berupa sistem tulisan. Oleh karena itu, pengaruh Budha sangat besar peranannya di dalam memperkenalkan sistem tulisan bagi masyarakat Indonesia.

  D.        Peninggalan-peninggalan Kebudayaan Budha :
a.           Seni Bangunan
Seni bangunan yang menjadi bukti berkembangnya pengaruh Buddha di Indonesia pada bangunan Candi. Candi Buddha yang ditemukan di Indonesia pada dasarnya merupakan perwujudan akulturasi budaya bangsa Indonesia dengan bangsa India. Dasar bangunan candi merupakan hasil pembangunan bangsa Indonesia dari zaman megalithikum, yaitu bangunan punden berundak-undak. Punden berundak-undak itu mendapat pengaruh Buddha, sehingga menjadi wujud sebuah candi. Candi-candi peninggalan agama Budha :

    • Candi Mendut
Candi Mendut didirikan oleh Raja pertama dari wangsa Syailendra pada tahun 824 Masehi, berdasarkan prasasti Karang Tengah tahun 824 Masehi, bernama Indra dengan gelar Cri Sanggramadananjaya. Candi ini menghadap Barat Daya. Mendut (Venuvana) yang berarti hutan bambu. Sejarah Candi Mendut dibangun lebih dahulu, dibanding Candi Borobudur dan sering Candi Mendut ini dipergunakan untuk upacara keagamaan Buddha.
Satu-satunya ruang dalam candi terdapat altar yang meliputi tiga arca/rupang, letaknya Arca yang satu menghadap pintu masuk, terlihat dari tengah adalah rupang arca Buddha Sakyamuni dengan mudra Cakra, disebelah kanan rupang Bodhisattva Avalokitesvara bermahkota Buddha Amitabha dan di sebelah kiri, terdapat rupang Bodhisattva Vajravani. Jumlah stupa yang ada disekeliling candi sebanyak 48 buah. Tinggi candi 26,4 m. Candi ini telah diketemukan kembali tahun 1836.
Tahun 1897-1904 kembali ditata ulang sambil diperbaiki. Dan tahun 1908 diadakan perbaikan-perbaikan renovasi oleh Th. Van Erp, dilanjutkan tahun 1925. Sejumlah stupa yang telah dirapihkan, dipasang untuk disusun kembali. Ornamen dinding luar candi terpahat relief Avalokitesvara Bodhisattva yang terlihat begitu sangat indah, disamping ada Bodhisattva Maitreya, Vajrapani dan Manjusri. Pada bagian ruang pintu terdapat pula relief kalpataru bidadari yang melukiskan Hariti dan Atawaka (Suaka peninggalan sejarah dan purbakala-Jawa Tengah).
    • Candi Borobudur
Candi Borobudur merupakan bangunan suci berbukit sebagai peninggalan sejarah agama Buddha mazhab Mahayana. Dari prasasti tahun 842 Casparis menyimpulkan bahwa nama lengkap monumen sejarah itu adalah Bhumisambharabhuddhara yang berarti "Gunung himpunan kebajikan sepuluh tingkatan Bodhisattva". Dengan arsiteknya Gunadharma.
Tidak kurang dari 500 buah buku ditulis oleh para ahli Indonesia maupun mancanegara mengenai Borobudur, tetapi belum ada kesamaan pendapat, diantara para sarjana dan ahli arkeolog itu. Candi Borobudur didirikan tahun berapa, oleh siapa, berapa lama penggunaan bangunan bukit suci bagi agama Buddha dan kapan menghilang atau dengan sengaja dikubur ataukah ada sebab lain. Semua pertanyaan ini masih terus diteliti untuk memperoleh jawaban yang pasti dengan dukungan melalui bukti-bukti sejarah.
Candi Borobudur terletak di pusat jantung pulau Jawa. Borobudur termasuk salah satu candi peninggalan yang terdapat di Propinsi Jawa Tengah, letaknya di Kabupaten Magelang (Kedu).
Borobudur sebuah candi menjulang tinggi dan bersandar pada sebuah bukit menoreh yang membujur dari arah Timur ke Barat, didampingi gunung-gunung membentang seperti disebelah Timur terdapat gunung Merbabu dan Merapi, sebelah Barat terdapat gunung Sumbing serta gunung Sindoro dan sebelah Barat Laut terhampar bukit Menoreh, di sebelah Utara yang dikelilingi oleh gunung Telomoyo dan Unggaran.
Candi Borobudur yang dibangun sekitar abad ke 8, diperkirakan para ahli dari penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa Borobudur dibangun lebih dahulu dari candi Kalasan, sedangkan candi Mendut didirikan lebih dahulu dari candi Borobudur pada tahun 824 oleh Raja Indra.

    • Candi Sari
Candi yang terletak 2,5 kilometer di sebelah barat komplek candi Prambanan atau 15 kilometer dari pusat kotaYogyakarta.
Candi yang menghadap ke arah Timur ini, dulunya merupakan wihara Budha dengan puncak atapnya yang  berhiasan 9 stupa yang sama dan sebangun tersusun  dalam tiga deret dimana dibawah masing-masing stupa tersebut memiliki bilik bertingkat dua yang digunakan untuk tempat tinggal para Bhiksu (Pendeta) agama Budha, sebagai tempat meditasi dan

    • Candi Banyunibo
Banyunibo berarti air menetes. Candi ini merupakan peninggalan agama Budha abad IX. Candi ini juga disebut "Si Sebatang Kara Banyu Nibo" karena letaknya yang terpencil ditengah persawahan     dan rumpun pisang terpisah dari kelompok candi-candi yang lain.

    • Candi Plaosan
Candi Plaosan terletak kira-kira 1 Km di sebelah timur Candi Sewu. Candi Budha ini terdiri dari 2    Candi Utama yang berdiri tegak berdampingan, masing-masing memiliki teras dasar relief dipahat disebelah selatan candi utama menggambarkan seorang laki-laki  dan yang satunya lagi menggambarkan seorang wanita. Obyek lain yang sangat menarik untuk dilihat adalah perwara candi yang berbentuk Stupa.

    • Candi Muara Takus
Kompleks candi ini terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar atau jaraknya kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru. Jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 kilometer dan tak jauh dari pinggir sungai Kampar Kanan.
Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter diluar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampal ke pinggir sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan candi Tua, candi Bungsu dan Mahligai Stupa serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri dari : batu pasir, batu sungai dan. batu bata. Batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi. Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang sangat dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata ke tempat candi, dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi itu secara bergotong royong dan dilakukan oleh orang ramai.

b.          Seni Rupa/Seni Lukis
Unsur seni rupa atau seni lukis India telah masuk ke Indonesia. Hal ini terbukti dengan telah ditemukannya patung Buddha berlanggam Gandara di kota Bangun, Kutai. Juga patung Buddha berlanggam Amarawati di temukan di Sikending (Sulawesi Selatan). Pada Candi Borobudur tampak adanya seni rupa India, dengan ditemukannya relief-relief ceritera Sang Budha Gautama. Relief pada Candi Borobudur pada umumnya lebih menunjukkan suasana alam Indonesia, terlihat dengan adanya lukisan rumah panggung dan hiasan burung merpati. Di samping itu, juga terdapat hiasan perahu bercadik. Lukisan-lukisan tersebut merupakan lukisan asli Indonesia, karena lukisan seperti itu tidak pernah ditemukan pada candi-candi yang terdapat di India.


c.           Seni Sastra
Seni sastra India turut memberi corak dalam seni sastra Indonesia. Bahasa Sanskerta sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan sastra Indonesia. Prasasti-prasasti awal menunjukkan pengaruh Budha di Indonesia, seperti yang ditemukan di Kalimantan Timur, Sriwijaya, Jawa Barat, Jawa Tengah. Prasasti itu dituhis dalam bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Dalam perkembangan bahasa Indonesia dewasa ini, pengaruh bahasa Sanskerta cukup dominan terutama dalam istilah-istilah pemerintahan juga kitab-kitab kuno di Indonesia banyak yang mempergunakan bahasa Sanskerta.

d.          Kalender
Diadopsinya sistem kalender atau penanggalan India di Indonesia merupakan wujud dari akulturasi, yaitu terlihat dengan adanya penggunaan tahun Saka di Indonesia. Di samping itu, juga ditemukan Candra Sangkala atau kronogram dalam usaha memperingati peristiwa dengan tahun atau kalender Saka. Candra Sangkala adalah angka huruf berupa susunan kalimat atau gambaran kata. Bila berupa gambar harus dapat diartikan ke dalam bentuk kalimat.

C.                KESIMPULAN
Tersiarnya agama Budha di Indonesia, diperkirakan sejak abad ke 2 Masehi, dibuktikan dengan penemuan patung Budha dari perunggu di Jember, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Patung-patung itu berlanggam Amarawati. Namun, belum diketahui siapa pembawanya dari India Selatan ke Indonesia. Di samping itu, juga ditemukan patung Buddha dari batu di Palembang.
Masuk dan berkembangnya pengaruh Buddha di Indonesia menimbulkan perpaduan budaya antara budaya Indonesia dengan budaya Buddha. Perpaduan dua budaya yang berbeda ini dapat disebut dengan akulturasi, di mana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan dan saling mengisi dan tidak menghilangkan unsur-unsur asli dan kedua kebudayaan tersebut. Dalam perkembangannya kedatangan agama Budha di Indonesia menyebabkan perubahan dalam masyarakat. Selain itu Agama Budha juga meninggalkan hasil-hasil kebudayaan di Indonesia.






DAFTAR PUSTAKA


Asmito. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta : P2LPTK. (1988).

Drs. Soetarno. R. Aneka Candi Kuno di Indonesia. Semarang : Dahara Prize (1997)

Dr. Soekmono, R.  Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta : Kanisius. (1993)

Badrika, I Wayan. Sejarah Nasionalis Indonesia dan Umum. Jakarta : Erlangga : 2005.

No comments:

Post a Comment