Monday, July 25, 2016

Pengembangan Kebudayaan dan Nilai Luhur Indonesia

Pembangunan kebudayaan diupayakan untuk menjawab permasalahan budaya bangsa yang memerlukan penyelesaian baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Pembangunan kebudayaan diharapkan dapat: (1) menemukenali akar ketegangan/konflik, solusi dan antisipasinya untuk memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); (2) mengidentifikasi nilai-nilai kebangsaan dan strategi perkuatannya untuk memperkukuh NKRI; (3) mengkompilasi nilai-nilai positif dan produktif dalam rangka memantapkan kebudayaan nasional yang terwujud dalam setiap aspek kebijakan pembangunan, dan (4) memetakan seluruh pemangku kepentingan dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan sehingga dapat menyamakan persepsi terhadap permasalahan dan rekomendasi kebijakannya. Yang menjadi krisis moral, sosial, politik, dan krisis multidimensional yang berkepanjangan dan memicu timbulnya penguatan orientasi kelompok, etnik, dan agama yang berpotensi menimbulkan konflik sosial dan bahkan disintegrasi bangsa.
Keadaan ini menunjukkan adanya kelemahan kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman budaya. Selain itu, timbulnya ketegangan antarkelompok masyarakat serta munculnya kerawanan sosial juga berpotensi merusak integrasi bangsa. Ketegangan yang menimbulkan konflik merupakan indikasi rendahnya rasa saling percaya dalam masyarakat. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh semakin terbatasnya ruang publik yang dapat diakses dan dikelola oleh masyarakat multikultur dalam menyalurkan aspirasinya. Pada saat yang bersamaan, terpaan arus globalisasi yang begitu deras telah mempersatukan dunia dalam satu budaya global yang berdampak pada semakin menipisnya batas negara dan budaya. Globalisasi bukan hanya memunculkan harapan saling kesepahaman antarbudaya tetapi juga melahirkan kekhawatiran terhadap perbenturan antarbudaya (class-civilization). Dalam konteks praktis, muncul kecenderungan untuk mengadopsi budaya global yang negatif dengan cepat, namun mengalami keterlambatan dalam mengadopsi budaya global yang positif dan produktif, serta bermanfaat untuk pembangunan dan karakter bangsa. Keadaan ini menunjukkan lemahnya sikap dan daya kritis sebagian besar masyarakat yang mengakibatkan kurangnya kemampuan masyarakat dalam menyeleksi nilai dan budaya global sehingga terjadi pengikisan nilai-nilai budaya nasional yang positif. Di sisi lain, globalisasi yang ditandai pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi berpengaruh terhadap dinamika sosial dan budaya masyarakat sehingga nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, keramahtamahan, dan rasa cinta tanah air yang pernah dianggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia cenderung semakin pudar bersamaan dengan menguatnya nilai-nilai materialisme. Krisis moral tersebut juga disebabkan oleh kurangnya pemahaman, lemahnya sikap dan semakin terbatasnya perilaku yang berdasarkan atas etika kehidupan berbangsa.
Keadaan ini menunjukkan telah terjadi krisis identitas nasional pada Bangsa Indonesia. Selanjutnya, kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari peninggalan sejarah dan budaya bangsa. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan pasca diberlakukannya otonomi daerah telah memberikan indikasi menurunnya kualitas pemeliharaan dan pengelolaan kekayaan budaya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman, apresiasi, kesadaran, komitmen, dan kemampuan pemerintah daerah dalam pengelolaan kekayaan budaya, baik kemampuan fiskal maupun kemampuan manajerial. Pengelolaan kekayaan budaya belum sepenuhnya menerapkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) sehingga kualitas layanannya kurang optimal.
 II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPAI
            Dalam rangka menjawab permasalahan tersebut maka upaya pengembangan kebudayaan diarahkan melalui kebijakan: (1) pengembangan berbagai kreasi untuk membuka terjadinya dialog kebudayaan; (2) perluasan ragam pendekatan dalam memperkukuh ikatan kebangsaan baik secara emosional maupun rasional; dan (3) pengarusutamaan budaya dalam berbagai aspek pembangunan. Kegiatan pokok yang dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman budaya dan menciptakan keserasian hubungan baik antarunit sosial dan budaya maupun antara budaya lokal dan budaya nasional, dalam bingkai keutuhan NKRI, antara lain adalah: (1) pengembangan metoda dialog antarbudaya yang terbuka dan demokratis; (2) pengembangan materi/bahan pendidikan multikultural untuk meningkatkan toleransi dalam masyarakat; (3) pengembangan berbagai wujud ikatan kebangsaan antara lain melalui pengembangan infrastruktur untuk meningkatkan akses transportasi dan komunikasi lintas daerah dan lintas budaya; dan (4) pemetaan ruang publik untuk memperkuat modal sosial. 03 - 3
Hasil-hasil yang telah dicapai dalam upaya pengelolaan keragaman budaya adalah: (1) pelaksanaan dialog antarbudaya yang terbuka dan demokratis dalam rangka mengatasi persoalan bangsa khususnya dalam rangka kebersamaan dan integrasi; (2) pelaksanaan kegiatan Jelajah Budaya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap keanekaragaman budaya pasca tragedi Tsunami; (3) penyusunan Peta Budaya Indonesia secara digital dalam program database berikut pelatihan khusus melalui training of trainers (ToT) bagi tenaga operatornya untuk melayani kabupaten/kota; (4) sosialiasi direktori/buku keanekaragaman budaya bangsa dan tempat-tempat unggulan daerah yang berpotensi menjadi lokasi pembuatan film internasional bagi orang asing di Indonesia. Usaha ini bertujuan agar Indonesia yang memiliki keanekaragaman dan kekayaan budaya dapat lebih dikenal dunia perfilman internasional; (5) pembuatan film kolosal “Syekh Yusuf” untuk memberikan pemahanan bagi generasi muda mengenai perjuangan Syekh Yusuf dalam melawan penjajah dan membela bangsa; (6) persiapan untuk mengikuti Festival Film Internasional di Busan, Korea Selatan dan Taiwan; dan (7) pengiriman misi kesenian ke berbagai negara sahabat, seperti: Papua New Guinea, Afrika Selatan, dan Perancis, dalam rangka meningkatkan kerjasama kebudayaan dan meningkatkan citra Indonesia di dunia internasional. Untuk memperkukuh jati diri dan ketahanan budaya nasional diperlukan filter yang mampu menangkal penetrasi budaya asing yang bernilai negatif dan mampu memfasilitasi teradopsinya budaya asing yang bernilai positif dan produktif. Kegiatan yang telah dilakukan antara lain adalah: (1) penelaahan metoda aktualisasi nilai moral dan agama; (2) pelaksanaan revitalisasi dan reaktualisasi budaya lokal yang bernilai luhur termasuk pengembangan budaya maritim; dan (3) pelaksanaan transformasi budaya melalui adopsi dan adaptasi nilai-nilai baru yang positif untuk memperkaya dan memperkukuh khasanah budaya bangsa, seperti: orientasi pada peningkatan kinerja, budaya kritis, akuntabilitas dan penerapan IPTEK.
Hasil-hasil yang telah dicapai dalam upaya untuk mengembangkan nilai budaya adalah: (1) pelaksanaan Festival Seni Budaya Indonesia 2006 melalui kegiatan Gelar Budaya Sulawesi Selatan di Makassar, Gelar Budaya Spiritual di Denpasar dan Festival Nasional Musik Tradisi Nusantara di Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta yang diikuti oleh wakil kelompok musik tradisional dari seluruh Indonesia; (2) penyusunan revisi Undang-Undang (UU) No.8 Tahun 1992 tentang Perfilman sebagai dasar pengembangan Perfilman Nasional di masa yang akan datang; (3) penganugerahan penghargaan kebudayaan bagi pelaku dan pemerhati kebudayaan untuk mendorong partisipasi aktif dalam pengembangan kebudayaan nasional; dan (4) pelaksanaan Musyawarah Nasional tentang Pelajaran Sejarah dalam rangka mendukung pembentukan kepribadian bangsa utamanya dalam konteks multikultur. Selanjutnya, untuk meningkatkan apresiasi terhadap kekayaan budaya dan meningkatkan sistem pengelolaan, termasuk sistem pembiayaannya, agar aset budaya dapat berfungsi optimal sebagai sarana edukasi, rekreasi dan pengembangan kebudayaan, dilakukan serangkaian kegiatan yaitu: (1) pelestarian kekayaan budaya yang meliputi sejarah, benda purbakala, dan benda cagar budaya; (2) pengembangan Pusat Kebudayaan Nasional; (3) pengembangan sistem informasi dan database bidang kebudayaan antara lain peta budaya dan dokumen arsip negara; (4) peningkatan kapasitas sumberdaya manusia pengelola kekayaan budaya; (5) peningkatan kapasitas kelembagaan melalui pembenahan sistem manajerial lembaga-lembaga yang mengelola kekayaan budaya sehingga memenuhi kaidah tata pemerintahan yang baik (good governance); (6) pengembangan peranserta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan kekayaan budaya; (7) review peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan kekayaan budaya; (8) transkripsi dan transliterasi naskah kuno; dan (9) pembuatan film kolosal tentang Indonesia. Hasil yang telah dicapai dalam upaya pengelolaan kekayaan budaya adalah: (1) penulisan Sejarah Kebudayaan Indonesia dan penulisan Sejarah Pemikiran untuk memperkaya pengetahuan kita tentang kebudayaan Indonesia. Penulisan ini disesuaikan dengan data baru yang aktual, berbagai temuan, pendapat dan analisa bahkan teori-teori baru tentang dinamika kebudayaan Indonesia; (2) penyelenggaraan pendidikan multikultur di daerah konflik melalui dialog yang didasari oleh rasa saling menghargai dan saling percaya serta untuk mengaktualisasikan kembali nilai-nilai yang ada di masyarakat agar dapat dipahami keberadaannya sebagai suku bangsa atau etnis yang tersebar di seluruh wilayah tanah air dan tidak menjadikan perbedaan sebagai sekat yang mendiskreditkan kelompok lain dalam dikotomi masyarakat mayoritas dan minoritas; (3) pelaksanaan kegiatan Lawatan Sejarah di Makassar dengan tema ”Pelayaran Makassar Selayar merajut simbol-simbol Maritim Perekat Bangsa”; (4) penyusunan ensiklopedi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maritim di Indonesia; (5) pelaksanaan koordinasi penanganan perlindungan benda cagar budaya dan survey arkeologi bawah air; (6) penyelenggaraan Sidang ke-40 ASEAN-Committee on Culture and Information (ASEAN-COCI) di Mataram; (7) penyusunan Pedoman Museum Situs sebagai landasan bagi pemerintah daerah kabupaten/kota dan masyarakat dalam mendirikan museum; (8) pelaksanaan koordinasi dalam rangka Ratifikasi UNESCO: Convention on The Protection of Underwater Cultural Heritage untuk mengetahui posisi RI dalam menentukan kebijakan pelestarian dan pengelolaan peninggalan bawah air; (9) sosialisasi/kampanye Peningkatan Apresiasi Masyarakat terhadap Museum yang diselenggarakan di Museum Kartini Jepara dan Museum Kraton Kasepuhan Cirebon; (10) pemberian bantuan kepada Museum NTT berupa penataan dan pameran tetap beserta sarananya tentang Manusia Purba Flores (Homo Floresiensis); (11) penggalian dan penelitian situs Trowulan yang dilanjutkan dengan kegiatan pameran Peninggalan Sejarah dan Purbakala Situs Trowulan bekerjasama dengan Yayasan Kebudayaan Indonesia-Jepang (NIHINDO), (12) konservasi dan rehabilitasi Istana Tua Sumbawa beserta kawasannya; (13) penyelenggaraan Arung Sejarah Bahari I (Ajari I) untuk memupuk semangat nasionalisme dan cinta lingkungan alam khususnya bahari yang didukung oleh kapal TNI Angkatan Laut ”Tanjung Kambani”; (14) penyelenggaraan Pameran Kebudayaan Islam untuk meningkatkan citra peradaban Islam di Indonesia yang berjudul “Crescent Moon: Islamic Arts and Civilization of South East Asia” di Adelaide dan Canberra, Australia; dan (15) penyusunan revisi atas UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya untuk menyikapi adanya perubahan paradigma dalam pelestarian, pengelolaan dan pemanfataan Benda Cagar Budaya.
III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
            Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang masih akan dihadapi di masa mendatang, tindak lanjut yang diperlukan dalam pembangunan kebudayaan adalah: (1) aktualisasi nilai-nilai luhur budaya bangsa dan penguatan ketahanan budaya dalam menghadapi derasnya arus budaya global sehingga dapat menyeleksi penyerapan budaya global positif dan produktif yang bermanfaat untuk pembangunan dan karakter bangsa; (2) sosialisasi nilai-nilai kebangsaan dan strategi penguatannya untuk memperkukuh NKRI; (3) pelaksanaan kerja sama yang sinergis antar berbagai pemangku kepentingan dalam pengelolaan kekayaan budaya; (4) peningkatan pembangunan karakter dan pekerti bangsa; (5) pelestarian dan pengaktualisasian nilai-nilai tradisi; (6) revitalisasi dan reaktualisasi budaya lokal yang bernilai luhur sehingga mampu menjadi rujukan identitas lokal dan nasional yang konstruktif bagi pembangunan watak dan jati diri bangsa; (7) pelaksanaan transformasi budaya melalui adopsi dan adaptasi nilai-nilai baru yang positif untuk memperkaya dan memperkukuh khasanah budaya bangsa; (8) pelaksanaan dialog antarbudaya yang terbuka dan demokratis sehingga terjadi kesepahaman yang akan memperkukuh NKRI; (9) pengembangan pendidikan multikultural untuk meningkatkan toleransi dalam masyarakat sehingga perbedaan dapat disikapi secara arif dan positif; (10) pelestarian dan pengembangan ruang publik sebagai modal sosial untuk memperkuat interaksi dan komunikasi antar masyarakat; (11) pengembangan sistem informasi dan database bidang kebudayaan yang mampu memberikan gambaran peta pembangunan kebudayaan; (12) peningkatan sinergi di antara lintas pelaku pembangunan kebudayaan dalam pengelolaan kekayaan budaya; (14) pengembangan nilai sejarah, geografi sejarah dan pengelolaan peninggalan kepurbakalaan dan peninggalan bawah air; (15) pengembangan/ pengelolaan permuseuman dan pendukungan pengelolaan museum daerah; (16) pelestarian fisik dan kandungan naskah kuno; dan (17) perekaman dan digitalisasi bahan pustaka; pengelolaan koleksi deposit nasional, dan pengembangan statistik perpustakaan dan perbukuan.
VII BIDANG KEBUDAYAAN
A. KONDISI UMUM
            Pengalaman pembangunan pada masa lalu telah memberikan pelajaran berharga bahwa pembangunan yang terlalu memprioritaskan bidang ekonomi, khususnya yang bersifat fisik-material, memberikan dampak yang tidak menguntungkan bagi bangsa Indonesia, yaitu terjadinya peminggiran nilai-nilai kemanusiaan (dehumanisasi) dalam proses pembangunan bangsa. Model pembangunan yang demikian tidak menguntungkan bagi upaya pembangunan struktur dan budaya bangsa, bahkan cenderung membuat rapuh dan rentannya fundamen berbagai sistem dan pranata yang ada, baik pranata ekonomi, politik, pemerintahan, hukum, sosial, dan pertahanan keamanan. Struktur yang ada tidak ditopang oleh pranata budaya yang memadai sehingga struktur tersebut tidak dapat berkembang secara berkelanjutan dan tidak cukup memadai untuk merespon berbagai perubahan. Hal tersebut berakibat pada lambatnya proses pemulihan ekonomi bahkan krisis ekonomi tersebut meluas menjadi krisis moral, sosial dan krisis multidimensional yang berkepanjangan. Krisis multidimensi tersebut berakibat pada semakin melemahnya kendali negara dalam mengelola keragaman yang ada sehingga merebak konflik sosial dan konflik horizontal yang mengancam integrasi nasional. Pada sisi lain, arus globalisasi yang begitu deras dapat memperlemah ikatan kebangsaan sehingga diperlukan usaha untuk menata dan membenahi kembali berbagai pranata sosial kemasyarakatan dan kenegaraan. Pembenahan struktur dan pranata budaya merupakan keniscayaan untuk merespon tantangan global sekaligus usaha untuk mengejar ketertinggalan. Dengan demikian, diperlukan upaya untuk melakukan transformasi budaya sehingga mampu merespon berbagai tantangan dengan tetap mengacu pada kepribadian bangsa sebagaimana diamanatkan oleh dasar negara dan konstitusi negara. Pada dasarnya, bangsa Indonesia memiliki modal budaya yang kaya sebagai sumberdaya pembangunan.
            Bangsa Indonesia pernah dikenal sebagai suatu bangsa yang memiliki peradaban terbuka dengan tingkat solidaritas dan kebersamaan yang tinggi. Selain itu, budaya bangsa yang sangat beragam juga mencerminkan kekayaan budaya nasional dalam bentuk-bentuk kearifan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian yang bersifat unik. Ditilik dari perspektif budaya, kondisi bangsa Indonesia sedang mengalami penurunan kepatuhan terhadap nilai dan adab yang ditandai dengan merebaknya korupsi, kolusi, nepotisme, hedonisme, permisifisme, konsumerisme dan budaya menerabas yang perlu segera dicarikan jalan keluar untuk pembenahannya. Merebaknya korupsi, kolusi dan nepotisme diakibatkan oleh semakin meningkatnya gaya hidup yang terlalu konsumtif-hedonistik akibat orientasi hidup yang berbasis materi. Percepatan budaya hidup konsumtif-hedonistik tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan kemampuan produksi sehingga terjadi kesenjangan produksi dan konsumsi yang sangat lebar. Pola hidup konsumtif yang terlampau kuat menyebabkan tumbuhnya budaya menerabas yang semakin menyuburkan kebiasaan korupsi, kolusi dan nepotisme dan semakin meminggirkan etika sosial serta etika berbangsa dan bernegara. Upaya membangun ketahanan budaya bangsa belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Ketahanan budaya bangsa masih rentan, karena adanya disorientasi tata nilai, krisis identitas, dan rendahnya daya saing. Disamping itu, dirasakan pula lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola keberagaman. Terjadinya krisis identitas bersamaan dengan rendahnya daya saing hasil karya bangsa telah mengakibatkan semakin melemahnya rasa kepercayaan diri dan kebanggaan sebagai suatu bangsa. Kondisi ini lebih jauh telah menyuburkan sikap inferioritas dan sikap ketergantungan. Hal tersebut tercermin antara lain oleh semakin rendahnya apresiasi masyarakat terhadap hasil karya dan kekayaan budaya nasional. Disamping itu, menipisnya semangat nasionalisme tersebut juga sebagai akibat dari lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman (pluralitas) yang menjadi ciri khas obyektif bangsa Indonesia. Gejala tersebut dapat dilihat dari menguatnya orientasi kelompok, etnik, dan agama, yang berpotensi menimbulkan konflik sosial dan bahkan disintegrasi bangsa.
B. SASARAN
            Pembangunan Bidang Kebudayaan pada tahun 2005 diarahkan untuk mencapai sasaran sebagai berikut: 1. Terwujudnya struktur sosial, kreativitas budaya dan daya dukung lingkungan yang kondusif bagi pembentukan jati diri bangsa; 2. Terwujud dan tersebarnya pola pengembangan modal budaya (cultural resources) dan modal sosial (social capital) yang dapat ditransformasikan sebagai kekuatan sejarah untuk meningkatkan martabat manusia; 3. Meningkatnya budaya pembelajar (learning culture) yang berorientasi iptek dan kesenian sehingga mampu mendukung upaya untuk peningkatan peradaban manusia; 4. Terwujudnya pengelolaan aset budaya yang dapat dijangkau secara adil bagi masyarakat luas sehingga dapat berfungsi sebagai sarana edukasi, rekreasi dan pengembangan kebudayaan secara optimal dan berkelanjutan; 5. Terwujudnya kebijakan pengelolaan keragaman budaya yang komprehensif, sistematis dan berkelanjutan untuk memperkokoh integrasi bangsa.
C. ARAH KEBIJAKAN
            Dalam upaya pemberantasan KKN untuk mempercepat proses reformasi, pembangunan kebudayaan diarahkan untuk mengembangkan budaya kritis masyarakat secara konstruktif sehingga dapat menumbuhkan kontrol sosial yang produktif. Selain itu, juga akan dilakukan upaya untuk mempercepat sosialisasi dan kulturisasi Etika Kehidupan Berbangsa. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, pembangunan bidang kebudayaan diarahkan pada upaya untuk mengembangkan minat baca masyarakat dan mempercepat tumbuhnya budaya kewirausahaan yang bersifat progresif dan berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu juga akan dikembangkan industri-industri budaya, termasuk didalamnya adalah upaya revitalisasi modal sosial dan modal budaya untuk keperluan pengembangan usaha perekonomian.          Dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam bidang budaya akan dilakukan upaya untuk mengembangkan dan memperkuat jatidiri bangsa, pengelolaan keragaman budaya, dan pengembangan berbagai wujud ikatan kebangsaan. Pengembangan jatidiri bangsa terutama akan dilakukan melalui “nation and character building” berdasarkan nilai-nilai Pancasila dengan menerapkan format dan metode yang tepat yang disesuaikan dengan dinamika yang berkembang di dalam masyarakat. Pengelolaan keragaman budaya ditujukan selain untuk mengembangkan budaya lokal dan interaksi harmonis-produktif antar unit budaya, juga untuk memupuk dan memperkuat perasaan dan semangat keIndonesiaan. Untuk itu, juga akan dilakukan upaya untuk mengembangkan berbagai wujud ikatan kebangsaan, baik yang bersifat normatif maupun pragmatis.
D. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
1. Program pengembangan nilai budaya
            Program ini ditujukan untuk memperkokoh jati diri dan ketahanan budaya nasional sehingga mampu berperan sebagai filter terhadap penetrasi budaya global, dalam arti mampu menangkal penetrasi budaya asing yang bernilai negatif dan mampu memfasilitasi teradopsinya budaya asing yang bernilai positif dan produktif. Sasaran yang hendak dicapai dalam program ini adalah terwujudnya proses sosialisasi dan kulturisasi nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam mewujudkan jatidiri bangsa yang tangguh dan kompetitif. Kegiatan pokok yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran program ini meliputi: 1. Pelaksanaan revitalisasi dan reaktualisasi nilai-nilai tradisional yang bernilai luhur; 2. Penyelenggaraan sosialisasi dan reaktualisasi Etika Kehidupan Berbangsa; 3. Pengembangan kegiatan budaya kritis dan kewirausahaan yang progresif dan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; 4. Pengembangan industri budaya dengan merevitalisasi modal budaya untuk perkembangan ekonomi; 5. Penyusunan dan revisi peraturan perundang-undangan di bidang kebudayaan dan perpustakaan; 6. Pengembangan minat dan budaya baca masyarakat.
2. Program pengelolaan kekayaan budaya
            Program ini ditujukan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat, termasuk aparat pemerintah terhadap aset budaya serta meningkatkan sistem pengelolaan, termasuk sistem pembiayaannya, agar aset budaya, termasuk seni dan film, sebagai sarana edukasi, rekreasi dan pengembangan kebudayaan dapat berfungsi optimal. Sasaran yang hendak dicapai dalam program ini adalah terwujudnya pengembangan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan kekayaan budaya, dan berkembangnya industri budaya. Untuk mencapai sasaran tersebut dilakukan berbagai kegiatan pokok sebagai berikut: 1. Pembinaan dan sosialisasi untuk meningkatkan apresiasi dan komitmen pada pelestarian aset budaya; 2. Pengembangan peranserta masyarakat dan swasta dalam operasionalisasi dan pemeliharaan aset budaya; 3. Pengembangan sistem informasi dan database bidang kebudayaan dan perpustakaan; 4. Peningkatan sumberdaya manusia pengelola aset budaya; 5. Peningkatan kapasitas kelembagaan melalui pembenahan sistem manajerial lembaga-lembaga yang menangani pengelolaan aset budaya; 6. Pengembangan perfilman nasional yang berbasis budaya bangsa.
3. Program pengeloan keragaman budaya

Program ini ditujukan untuk menciptakan keserasian hubungan baik antara unit sosial dan budaya yang ada maupun antara kepentingan mengembangkan budaya lokal dan memantapkan budaya nasional, yang kesemuanya dilakukan dalam bingkai tujuan memperkokoh keutuhan NKRI. Sasaran yang hendak dicapai dalam program ini adalah berkembangnya berbagai model keterikatan rasional maupun emosional dalam memperkokoh ikatan kebangsaan. Kegiatan pokok yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran program ini meliputi: 1. Pelaksanaan promosi sikap toleransi dan kooperasi; 2. Pengembangan interaksi yang harmonis antarunit budaya untuk memperkuat semangat keIndonesiaan; 3. Pengembangan berbagai wujud ikatan kebangsaan (keterikatan rasional dan emosional).

No comments:

Post a Comment