Pengertian Birokrasi
adalah keseluruhan aparat pemerintah, sipil maupun militer, yang melakukan
tugas membantu pemerintah, dan mereka menerima gaji dari pemerintah karena
statusnya itu. Ada
dua tipe birokrasi, modern dan kuno. Birokrasi modern menurut Max Weber,
bercirikan: adanya hierarki jabatan-jabatan (atasan dan bawahan yang disusun
secara sistematik dengan kedudukan, hak, kewajiban dan tugas yang terurai
dengan jelas), membedakan secara tajam antara kanSistetor dan si pemegang jabatan
atau urusan pribadi dan urusan jabatan, kondisi yang tepat untuk pengangkatan
dan kenaikan pangkat, yang kesemuanya diatur dengan undang-undang. Karena itu,
bentuk ideal dari birokrasi adalah sifatnya yang objektif, rasional, netral,
dengan mekanisme kerja yang efisien dan efektif. Birokrasi kuno adalah
birokrasi yang mempunyai ciri berlawanan dari ciri-ciri tersebut.
Struktur birokrasi
Mataram didasarkan atas konsep perwilayahan negara dengan pusat kraton dan
berkembang meluas ke luar, yang kalau digambarkan dapat berupa lingkaran
konsentris. Dan dalam secara herturut-turut wilayah Mataram adalah:
- Kutagara atau Kutanegara, Negara atau Siti Narawita dengan kraton raja sebagai titik pusat, jadi boleh disebut kraton merupakan pusat sedangkan Kutagara atau Negara adalah lingkaran wilayah yang pertama.
- Negara Agung : daerah di sekitar Kutagara, yang masih termasuk inti kerajaan, karena di daerah inilah terdapat daerah tanah lungguh (jabatan) dan para bangsawan yang bertempat tinggal di Kutanegara.
- Mancanagara, daerah di Luar Negara Agung :
3.1 Mancanagara
Wetan : Mulai Panaraga ke Timur.
3.2. Mancanagara Kulon : Mulai Purwareja ke Barat.
- Daerah Pasisiran:
4.1. Pasisiran Kulon : Demak ke Barat.
4.2. Pasisiran Wetan : Demak ke Timur.
Untuk mengurusi pemerintahan
di wilayah-wilayah tersebut disusunlah berbagai jabatan dengan berbagai
tingkatannya, dan yang tertinggi di pusat sampai yang terendah di daerah.
Jabatan itu secara berturut-turut adalah :
1.
Pejabat-pejabat tinggi dalam
Kraton dan daerah Kutagara:
Di
dalam kraton: Raja, Ratu-Eyang (nenek raja), Ratu-Ibu (ibu raja), Ratu-Kencana
(permaisuri), P. Adipati Anom (putra mahkota). Pemerintahannya diurus oleh 4
orang wedana lebet. Di atas keempat wedana ini dahulu ada jabatan patih lebet.
Pada masa Kerta yang menjadi patih lebet Adipati Mandaraka. Pada masa
Amangkurat I, Tumenggung Singaranu menjadi patih lebet. Tetapi sejak tahun 1775
jabatan patih lebet dihapuskan. Keempat wedana lebet itu adalah: a. Wedana
Gedong Kiwa, b. Wedana Gedong Tengen, c. Wedana Keparak Kiwa, d. Wedana Keparak
Tengen. Wedana-wedanna Gedong mengurusi keuangan dan perbendaharaan kraton,
sedangWedana-wedana Keparak mengurusi keprajuritan dan pengadilan. Para wedana lebet biasanya bergelar Tumenggung atau
Pangeran (kalau masih berkeluarga raja). Sebelum tahun 1628 wedana-wedana lebet
Mataram adalah: P. Mandurareja, P. Upasanta (keduanya We,r,dana Keparak), P.
Manungoneng, P. Sujanapura (keduanya Wedana Gedong). Tiap-tiap wedana lebet ini
dibantu oleh seorang kliwon (pepatih atau lurah carik) yang biasanya bergelar
Ngabehi, seorang kebayan (juga bergelar Ngabehi, Rangga atau Raden) dan 40
orang mantri-mantri jajar. Untuk mengurusi daerah kota (Kutanegara) raja menunjuk 2 orang
wedana miji (miji = memilih, jadi wedana yang dipilih untuk tugas-tugas
tertentu). Wedana-wedana miji ini langsung dibawah perintah raja. Kedudukan
wedana miji di zaman modern hampir sama dengan wali kota (sebagai stadholder in the city).
Dalam
masa akhir pemerintahan Sultan Agung salah seorang dari wedana miji adalah
Tumenggung Danupaya. Dalam tahun 1661 (zaman Mangku Rat I) Danupaya diganti
oleh Wirajaya dalam jabatannya sebagai “stadholder in Mataram”. Sebagai orang
kedua adalah Nitinegara. Sebelum itu terkenal pula 2 orang Tumenggung Mataram
(tentulah ini Tumenggung-tumenggung Mataram proper = Tumenggung-tumenggung dari
wilayah Kutagara = Wedana-wedana miji) yaitu Tumenggung Endranata dan Kyai
Demang Yudaprana. Kedudukan kedua wedana miji ini sangat penting sehingga
bersama-sama dengan keempat wedana lebet, mereka merupakan anggota Dewan Tertinggi
Kerajaan. Tetapi pada zaman Kartasura (1774) pengurusan daerah Narawita
diserahkan kepada 4 orang pejabat, seorang di antara mereka diangkat sebagai
kepalanya (wedananya).
2.
Pejabat-pejabat di Wilayah
Negara Agung
Wilayah
Negara Agung yang masih termasuk daerah pusat dari wilayah kerajaan ini
administrasi pemerintahnya dikepalai oleh para wedana jawi. Sebagai pimpinan
dan koordinator dan para wedana jawi adalah patih - jawi. Patih jawilah yang
bertanggung jawab atas keberesan jalannya pemerintahan di daerah luar Kutagara,
termasuk pengurusan masuknya pajak-pajak dan daerah wewenangnya, juga mengumpulkan
tenaga-tenaga laskar orang desa bila diperlukan. Para
wedana jawi jumlahnya sesuai dengan bagian-bagian dari Negara Agung dan bernama
menurut daerah yang menjadi wewenangnya. Dengan demikian maka ada 8 wedana jawi,
yaitu : Wedana Bumi (yang menguasai daerah Bumi), Wedana Bumija, Wedana Siti
Ageng Kiwa, Wedana Siti Ageng Tengen, Wedana Sewu, Wedana Numbak Anyar, Wedana
Penumping, Wedana Penekar. Wedana-wedana ini bertempat tinggal di daerah
Kutagara, dan masing-masing dibantu oleh seorang kliwon, seorang kebayan, dan
40 orang mantri jajar. Untuk mengurusi secara langsung daerah-daerah di Negara
Agung diangkat bupati-bupati dengan pejabat-pejabat bawahannya. Untuk tanah-tanah
lungguh dan bangsawan-bangawan kraton yang juga terdapat di lingkungan Negara
Agung, biasanya oleh bangsawan yang bersangkutan diwakilkan seorang Demang atau
Kyai Lurah untuk mengurusinya.
3.
Pejabat-pejabat di wilayah
Mancanagara
Daerah-daerah
di mancanegara baik kulon maupun wetan, masing-masing dikepalai oleh seorang
bupati atau lebih (dalam Surat Pustaka Radja Puwara istilahnya juga wedana),
yang biasanya berpangkat Tumenggung atau Raden Arya. Jumlah bupati yang
mengepalai tiap-tiap daerah tidak sama, tergantung pada luas dan tidaknya
daerah itu. Sebagai contoh misalnya: pada zaman Paku Buwana II (Kartasura) Daerah
Kediri (dengan tanah cacah 4.000 karya) hanya dikepalai oleh seorang bupati
yaitu Tumenggung Katawengan. Sedang daerah Madiun (dengan tanah cacah 16.000
karya) dikepalai oleh 2 orang bupati, yaitu Raden Tumenggung Martalaya dan
Raden Arya Suputra (24). Daerah yang tidak luas cukup dikepalai oleh seorang
mantri atau seorang kliwon. Para bupati mancanagara
tersebut di bawah pengawasan seorang wedana bupati mancanagara. Pada tahun 1677
Mas Tumapel (saudara sepupu Panembahan Mas Giri) yang semula menjabat sebagai
bupati Gresik, kemudian diangkat menjadi wedana bupati mancanagara berkedudukan
di Jipang (terkenal dengan nama Adipati di Jipang) yang ditugaskan mengepalai
dan mengkoordinasikan bupati-bupati mancanagara. Juga di dalam tahun 1709
Tumenggung Surawijaya diangkat menjadi wedana bupati mancanagara wetan.
4.
Pejabat-pejabat di daerah
Pasisiran
Tiap-tiap
daerah di pasisiran juga dikepalai oleh seorang bupati atau syahbandar,
berpangkat Tumenggung, Kyai Demang atau Kyai Ngabehi. Sebagai contoh misalnya
Bupati Pasisiran Jepara ialah Ngabehi Martanata (1657), Bupati Semarang Kyai
Ngabehi Wangsareja, Bupati Demak Tumenggung Suranata. Dalam tahun 1618 sebagai
Bupati Pasisiran Jepara Ulubalang Kojah (keturunan India ), dalam tahun 1631-1636
dijabat oleh Kyai Demang Leksmana. Meskipun bupati-bupati atau syahbandar itu
mempunyai kekuasaan memerintah dalam daerah wewenangnya, tetapi mereka tidak
lepas dan pengawasan pejabat-pejabat tinggi yang ada di Kutagara. Fakta-fakta
di bawah ini kiranya memperjelas : Pemalang (1622-1623) di bawah yurisdiksi
Pangeran Purbaya, yang diwakilkan di situ ialah seorang Kyai Lurah, sebagai
stadholder. Pekalongan (1622) di bawah yurisdiksi Pangeran Upasanta. Tegal
(1631-1638) tumenggungnya di bawah authority Tumenggung Mataram (wedana miji)
Danupaya. Semarang
(1631) di bawah Tumenggung Warganaya, yang tunduk kepada Pangeran Kraton Tumenggung
Arya Wangsa.
Di
samping jabatan-jabatan tinggi tersebut di atas, dalam tahun 1744 (zaman
Kartasura) masih ada jabatan-jabatan yang diberi tugas khusus untuk mengepalai
golongan-golongan rakyat tertentu. Jabatan-jabatan itu dipegang oleh 4 orang
Tumenggung, yaitu :
1.
Tumenggung yang mengepalai
6.000 orang Kalang.
2.
Tumenggung yang mengepalai 1.000
orang Gowong.
3.
Tumenggung yang mengepalai
1.200 orang Tuwaburu.
4.
Tumenggung yang mengepalai
1.400 orang Kadipaten.
Semua jabatan ini di bawah kekuasaan patih jero (lebet).
5.
Jabatan-jabatan yang lebih
rendah:
Di
samping jabatan-jabatan tinggi pemerintahan seperti tersebut di muka masih
terdapat jabatan-jabatan tengahan dan rendahan yang jumlahnya sangat besar.
Pejabat-pejabat tersebut tidak hanya terbatas pada bidang pemerintahan saja,
tetapi juga pada bidang-bidang lain yang berhubungan dengan kebesaran kraton
dan raja. Serat Wadu Adji maupun Serat Radja Kapa-kapa memberikan uraian
tentang nama-nama pangkat punggawa raja (abdi dalem) tersebut dengan arti dan
tugasnya. Bukanlah maksudnya di sini akan disebut satu per satu jabatan-jabatan
itu, tetapi hanya untuk sekedar memberi gambaran . Jabatan-jabatan yang
berhubungan dengan pamong praja antara lain : Panewu, Panatus, Paneket,
Panalawe, (Penglawe), Panigangjung, Panakikil. Yang berhubungan dengan
Keagamaan: Pengulu, Ketib, Modin, Marbot, Naib, Suranata dan sebagainya (mereka
sering disebut abdi dalem Pamethakan/Mutihan). Yang berhubungan dengan
pengadilan: Jaksa, Mertalutut (tukang menghukum gantung), Singanegara (tukang
menghukum dengan senjata tajam). Yang berhubungan dengan keuangan: Pemaosan
(yang mengumpulkan pajak tanah), Melandang (yang memungut hasil bumi berupa
padi, palawija dan sebagainya untuk disetorkan ke kraton, dan lain-lain). Yang
berhubungan dengan perlengkapan: Pandhe (pekerja barangbarang dan besi), Kemas
(pekerja barang-barang dan emas), Genjang (pekerja barang-barang selaka),
Sarawedi (pekerja intan), Gemblak (pekerja kuningan), Sayang (pekerja tembaga),
Gajahmati (pembuat cemeti, barang-barang anyaman, amben dan sebagainya),
Gendhing (tukang membuat gamelan), Inggil (tukang merawat gamelan), Blandhong
(pencari kayu), Kemit Bumi (tukang membersihkan dalam cepuri dan mengangkut
barang-barang), Palingga (tukang membuat batu bata), Wegeg (tukang membuat batu
nisan), Marakeh (pembuat gunting), Jlagra (pembuat barang-barang dan batu
seperti umpak dan sebagainya), Undhagi (tukang ukir kayu), Gerji (tukang jahit)
dan lain-lain.
Demikianlah
macam ragam nama jabatan (abdi dalem) raja, yang masing-masing mempunyai
pegawai (orangnya) sendiri-sendiri. Jabatan-jabatan yang seperti itu rupanya
makin lama makin bertambah jumlahnya (macamnya), sehingga pada pertengahan abad
ke-19 (menurut catatan Pangeran Juru, yaitu Patih Danuredja IV) jumlah tersebut
tidak kurang dan 150 macam. Dalam hubungan ini perlu dikemukakan, bahwa
lingkungan kehidupan para pejabat pertengahan di rumah-rumah para bupati,
demang dan sebagainya), adalah bentuk miniatur kehidupan kraton. Mereka
mempunyai abdi-abdi pengiring, abdi-abdi kriya dan sebagainya dalam jumlah yang
sesuai dengan kedudukannya.
No comments:
Post a Comment