Monday, July 11, 2016

Sejarah Singkat Sistem Pemerintahan Kerajaan Mataram Islam

Pengertian Birokrasi adalah keseluruhan aparat pemerintah, sipil maupun militer, yang melakukan tugas membantu pemerintah, dan mereka menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu. Ada dua tipe birokrasi, modern dan kuno. Birokrasi modern menurut Max Weber, bercirikan: adanya hierarki jabatan-jabatan (atasan dan bawahan yang disusun secara sistematik dengan kedudukan, hak, kewajiban dan tugas yang terurai dengan jelas), membedakan secara tajam antara kanSistetor dan si pemegang jabatan atau urusan pribadi dan urusan jabatan, kondisi yang tepat untuk pengangkatan dan kenaikan pangkat, yang kesemuanya diatur dengan undang-undang. Karena itu, bentuk ideal dari birokrasi adalah sifatnya yang objektif, rasional, netral, dengan mekanisme kerja yang efisien dan efektif. Birokrasi kuno adalah birokrasi yang mempunyai ciri berlawanan dari ciri-ciri tersebut.


       Struktur birokrasi Mataram didasarkan atas konsep perwilayahan negara dengan pusat kraton dan berkembang meluas ke luar, yang kalau digambarkan dapat berupa lingkaran konsentris. Dan dalam secara herturut-turut wilayah Mataram adalah:
  1. Kutagara atau Kutanegara, Negara atau Siti Narawita dengan kraton raja sebagai titik pusat, jadi boleh disebut kraton merupakan pusat sedangkan Kutagara atau Negara adalah lingkaran wilayah yang pertama.
  2. Negara Agung : daerah di sekitar Kutagara, yang masih termasuk inti kerajaan, karena di daerah inilah terdapat daerah tanah lungguh (jabatan) dan para bangsawan yang bertempat tinggal di Kutanegara.
  3.  Mancanagara, daerah di Luar Negara Agung :
3.1  Mancanagara Wetan : Mulai Panaraga ke Timur.
3.2. Mancanagara Kulon : Mulai Purwareja ke Barat.
  1. Daerah Pasisiran:
4.1. Pasisiran Kulon : Demak ke Barat.
4.2. Pasisiran Wetan : Demak ke Timur.
            Untuk mengurusi pemerintahan di wilayah-wilayah tersebut disusunlah berbagai jabatan dengan berbagai tingkatannya, dan yang tertinggi di pusat sampai yang terendah di daerah. Jabatan itu secara berturut-turut adalah :
1.      Pejabat-pejabat tinggi dalam Kraton dan daerah Kutagara:
            Di dalam kraton: Raja, Ratu-Eyang (nenek raja), Ratu-Ibu (ibu raja), Ratu-Kencana (permaisuri), P. Adipati Anom (putra mahkota). Pemerintahannya diurus oleh 4 orang wedana lebet. Di atas keempat wedana ini dahulu ada jabatan patih lebet. Pada masa Kerta yang menjadi patih lebet Adipati Mandaraka. Pada masa Amangkurat I, Tumenggung Singaranu menjadi patih lebet. Tetapi sejak tahun 1775 jabatan patih lebet dihapuskan. Keempat wedana lebet itu adalah: a. Wedana Gedong Kiwa, b. Wedana Gedong Tengen, c. Wedana Keparak Kiwa, d. Wedana Keparak Tengen. Wedana-wedanna Gedong mengurusi keuangan dan perbendaharaan kraton, sedangWedana-wedana Keparak mengurusi keprajuritan dan pengadilan. Para wedana lebet biasanya bergelar Tumenggung atau Pangeran (kalau masih berkeluarga raja). Sebelum tahun 1628 wedana-wedana lebet Mataram adalah: P. Mandurareja, P. Upasanta (keduanya We,r,dana Keparak), P. Manungoneng, P. Sujanapura (keduanya Wedana Gedong). Tiap-tiap wedana lebet ini dibantu oleh seorang kliwon (pepatih atau lurah carik) yang biasanya bergelar Ngabehi, seorang kebayan (juga bergelar Ngabehi, Rangga atau Raden) dan 40 orang mantri-mantri jajar. Untuk mengurusi daerah kota (Kutanegara) raja menunjuk 2 orang wedana miji (miji = memilih, jadi wedana yang dipilih untuk tugas-tugas tertentu). Wedana-wedana miji ini langsung dibawah perintah raja. Kedudukan wedana miji di zaman modern hampir sama dengan wali kota (sebagai stadholder in the city).
            Dalam masa akhir pemerintahan Sultan Agung salah seorang dari wedana miji adalah Tumenggung Danupaya. Dalam tahun 1661 (zaman Mangku Rat I) Danupaya diganti oleh Wirajaya dalam jabatannya sebagai “stadholder in Mataram”. Sebagai orang kedua adalah Nitinegara. Sebelum itu terkenal pula 2 orang Tumenggung Mataram (tentulah ini Tumenggung-tumenggung Mataram proper = Tumenggung-tumenggung dari wilayah Kutagara = Wedana-wedana miji) yaitu Tumenggung Endranata dan Kyai Demang Yudaprana. Kedudukan kedua wedana miji ini sangat penting sehingga bersama-sama dengan keempat wedana lebet, mereka merupakan anggota Dewan Tertinggi Kerajaan. Tetapi pada zaman Kartasura (1774) pengurusan daerah Narawita diserahkan kepada 4 orang pejabat, seorang di antara mereka diangkat sebagai kepalanya (wedananya).
2.      Pejabat-pejabat di Wilayah Negara Agung
            Wilayah Negara Agung yang masih termasuk daerah pusat dari wilayah kerajaan ini administrasi pemerintahnya dikepalai oleh para wedana jawi. Sebagai pimpinan dan koordinator dan para wedana jawi adalah patih - jawi. Patih jawilah yang bertanggung jawab atas keberesan jalannya pemerintahan di daerah luar Kutagara, termasuk pengurusan masuknya pajak-pajak dan daerah wewenangnya, juga mengumpulkan tenaga-tenaga laskar orang desa bila diperlukan. Para wedana jawi jumlahnya sesuai dengan bagian-bagian dari Negara Agung dan bernama menurut daerah yang menjadi wewenangnya. Dengan demikian maka ada 8 wedana jawi, yaitu : Wedana Bumi (yang menguasai daerah Bumi), Wedana Bumija, Wedana Siti Ageng Kiwa, Wedana Siti Ageng Tengen, Wedana Sewu, Wedana Numbak Anyar, Wedana Penumping, Wedana Penekar. Wedana-wedana ini bertempat tinggal di daerah Kutagara, dan masing-masing dibantu oleh seorang kliwon, seorang kebayan, dan 40 orang mantri jajar. Untuk mengurusi secara langsung daerah-daerah di Negara Agung diangkat bupati-bupati dengan pejabat-pejabat bawahannya. Untuk tanah-tanah lungguh dan bangsawan-bangawan kraton yang juga terdapat di lingkungan Negara Agung, biasanya oleh bangsawan yang bersangkutan diwakilkan seorang Demang atau Kyai Lurah untuk mengurusinya.


3.      Pejabat-pejabat di wilayah Mancanagara
            Daerah-daerah di mancanegara baik kulon maupun wetan, masing-masing dikepalai oleh seorang bupati atau lebih (dalam Surat Pustaka Radja Puwara istilahnya juga wedana), yang biasanya berpangkat Tumenggung atau Raden Arya. Jumlah bupati yang mengepalai tiap-tiap daerah tidak sama, tergantung pada luas dan tidaknya daerah itu. Sebagai contoh misalnya: pada zaman Paku Buwana II (Kartasura) Daerah Kediri (dengan tanah cacah 4.000 karya) hanya dikepalai oleh seorang bupati yaitu Tumenggung Katawengan. Sedang daerah Madiun (dengan tanah cacah 16.000 karya) dikepalai oleh 2 orang bupati, yaitu Raden Tumenggung Martalaya dan Raden Arya Suputra (24). Daerah yang tidak luas cukup dikepalai oleh seorang mantri atau seorang kliwon. Para bupati mancanagara tersebut di bawah pengawasan seorang wedana bupati mancanagara. Pada tahun 1677 Mas Tumapel (saudara sepupu Panembahan Mas Giri) yang semula menjabat sebagai bupati Gresik, kemudian diangkat menjadi wedana bupati mancanagara berkedudukan di Jipang (terkenal dengan nama Adipati di Jipang) yang ditugaskan mengepalai dan mengkoordinasikan bupati-bupati mancanagara. Juga di dalam tahun 1709 Tumenggung Surawijaya diangkat menjadi wedana bupati mancanagara wetan.
4.      Pejabat-pejabat di daerah Pasisiran
            Tiap-tiap daerah di pasisiran juga dikepalai oleh seorang bupati atau syahbandar, berpangkat Tumenggung, Kyai Demang atau Kyai Ngabehi. Sebagai contoh misalnya Bupati Pasisiran Jepara ialah Ngabehi Martanata (1657), Bupati Semarang Kyai Ngabehi Wangsareja, Bupati Demak Tumenggung Suranata. Dalam tahun 1618 sebagai Bupati Pasisiran Jepara Ulubalang Kojah (keturunan India), dalam tahun 1631-1636 dijabat oleh Kyai Demang Leksmana. Meskipun bupati-bupati atau syahbandar itu mempunyai kekuasaan memerintah dalam daerah wewenangnya, tetapi mereka tidak lepas dan pengawasan pejabat-pejabat tinggi yang ada di Kutagara. Fakta-fakta di bawah ini kiranya memperjelas : Pemalang (1622-1623) di bawah yurisdiksi Pangeran Purbaya, yang diwakilkan di situ ialah seorang Kyai Lurah, sebagai stadholder. Pekalongan (1622) di bawah yurisdiksi Pangeran Upasanta. Tegal (1631-1638) tumenggungnya di bawah authority Tumenggung Mataram (wedana miji) Danupaya. Semarang (1631) di bawah Tumenggung Warganaya, yang tunduk kepada Pangeran Kraton Tumenggung Arya Wangsa.
            Di samping jabatan-jabatan tinggi tersebut di atas, dalam tahun 1744 (zaman Kartasura) masih ada jabatan-jabatan yang diberi tugas khusus untuk mengepalai golongan-golongan rakyat tertentu. Jabatan-jabatan itu dipegang oleh 4 orang Tumenggung, yaitu :
1.          Tumenggung yang mengepalai 6.000 orang Kalang.
2.          Tumenggung yang mengepalai 1.000 orang Gowong.
3.          Tumenggung yang mengepalai 1.200 orang Tuwaburu.
4.          Tumenggung yang mengepalai 1.400 orang Kadipaten.
Semua jabatan ini di bawah kekuasaan patih jero (lebet).
5.      Jabatan-jabatan yang lebih rendah:
            Di samping jabatan-jabatan tinggi pemerintahan seperti tersebut di muka masih terdapat jabatan-jabatan tengahan dan rendahan yang jumlahnya sangat besar. Pejabat-pejabat tersebut tidak hanya terbatas pada bidang pemerintahan saja, tetapi juga pada bidang-bidang lain yang berhubungan dengan kebesaran kraton dan raja. Serat Wadu Adji maupun Serat Radja Kapa-kapa memberikan uraian tentang nama-nama pangkat punggawa raja (abdi dalem) tersebut dengan arti dan tugasnya. Bukanlah maksudnya di sini akan disebut satu per satu jabatan-jabatan itu, tetapi hanya untuk sekedar memberi gambaran . Jabatan-jabatan yang berhubungan dengan pamong praja antara lain : Panewu, Panatus, Paneket, Panalawe, (Penglawe), Panigangjung, Panakikil. Yang berhubungan dengan Keagamaan: Pengulu, Ketib, Modin, Marbot, Naib, Suranata dan sebagainya (mereka sering disebut abdi dalem Pamethakan/Mutihan). Yang berhubungan dengan pengadilan: Jaksa, Mertalutut (tukang menghukum gantung), Singanegara (tukang menghukum dengan senjata tajam). Yang berhubungan dengan keuangan: Pemaosan (yang mengumpulkan pajak tanah), Melandang (yang memungut hasil bumi berupa padi, palawija dan sebagainya untuk disetorkan ke kraton, dan lain-lain). Yang berhubungan dengan perlengkapan: Pandhe (pekerja barangbarang dan besi), Kemas (pekerja barang-barang dan emas), Genjang (pekerja barang-barang selaka), Sarawedi (pekerja intan), Gemblak (pekerja kuningan), Sayang (pekerja tembaga), Gajahmati (pembuat cemeti, barang-barang anyaman, amben dan sebagainya), Gendhing (tukang membuat gamelan), Inggil (tukang merawat gamelan), Blandhong (pencari kayu), Kemit Bumi (tukang membersihkan dalam cepuri dan mengangkut barang-barang), Palingga (tukang membuat batu bata), Wegeg (tukang membuat batu nisan), Marakeh (pembuat gunting), Jlagra (pembuat barang-barang dan batu seperti umpak dan sebagainya), Undhagi (tukang ukir kayu), Gerji (tukang jahit) dan lain-lain.

            Demikianlah macam ragam nama jabatan (abdi dalem) raja, yang masing-masing mempunyai pegawai (orangnya) sendiri-sendiri. Jabatan-jabatan yang seperti itu rupanya makin lama makin bertambah jumlahnya (macamnya), sehingga pada pertengahan abad ke-19 (menurut catatan Pangeran Juru, yaitu Patih Danuredja IV) jumlah tersebut tidak kurang dan 150 macam. Dalam hubungan ini perlu dikemukakan, bahwa lingkungan kehidupan para pejabat pertengahan di rumah-rumah para bupati, demang dan sebagainya), adalah bentuk miniatur kehidupan kraton. Mereka mempunyai abdi-abdi pengiring, abdi-abdi kriya dan sebagainya dalam jumlah yang sesuai dengan kedudukannya.

No comments:

Post a Comment