Tiap masyarakat, tiap kebudayaan tidak mengenal bahsaa,
tetapi dalam salah satu bentuk juga sastra. Sastra Melayu adalah suatu sastra
dari bangsa melayu yang bersifat sejarah, sebagai sastra sejarah dia mempunyai
fungsi dan arti yang harus kita ketahui pertama - tama adalah bahwa sejarah
melayu bukanlah karangan sejarah dalam arti yang dipakai oleh orang abad ke 20 ini
hal ini dikemukakan oleh Teuuw. Sejarah melayu tidak memberkan pelukisan
sejarah secara tepat dengan angka - angka penanggalan, demikian juga kejadian
atau fakta sejarah hanya sedikit sekali diungkap kebenarannya. Menurut Teuuw
sejarah melayu tidak banyak manfaatnya, tetapi sejarah atau sastra melayu
adalah sumber yang kaya untuk menggali pengetahuan tentang kebudayaan
masyarakat Indonesia
lama seperti masyarakat melayu. Dari sastra melayu inilah banyak kita pelajari
tetang hubungan - hubungan dalam masyarakat, tetang perkembangan pemikiran
keadaan ekonomi dan susunan lembaga - lembaga agama.
Sastra melayu disebut sebagai Primeval Covenant yang
dikemukakan oleh W. P Gerritsen atau sebagai Primeval Convenant menurut
Josseline De Jong yaitu kontrak antara penguasa dengan rakyatnya, antara tuan
dan hamba. Misalnya antara Sri Tribuana dengan Demang Lebar Daun. Primeval
Covenant atau perjanjian awal bagi orang melayu merupakan simbol sumpah setia
antara seorang raja melayu yang memerintah dengan rakvat melayu yang
diperintah. Peristiwa ini sebenarnya bagi orang melayu mempunyai pengertian dan
implikasi politik yang besar dikalangan yang berkuasa dan rakyatnya.
Sastra melayu merupakan suatu bentuk karya sastra yang
ditulis berdasarkan mitos, legenda dan dongeng - dongeng yang berkembang di
masyarakat mengenai kejadian atau peristiwa tertentu. Seperti yang terdapat
dalam unsur - unsur historiografi tradisional yaitu memuat genealogi, asal usul
rajakultus, simbolisme, hagiografi, dan sugesti.
Sastra melayu pada umunya terdiri atas dua bagian hal ini
dikemukakan oleh Roolvink. Bagian pertama adalah bagian yang bersifat mitos
atau dongeng yang menceritakan keadaan dahulu kala, asal mula raja - raja yang
memerintah dalam negeri, permulaan berlakunya adat istiadat dan sebagainya.
Bagian kedua adalah bagian yang mengadung aspek sejarah, pada zaman penulis
sastra itu hidup. 2 Pembagian tersebut dianggap wajar karena pada bagian
pertama mengandung konvensi, yang mengantarkan pembaca kepada tradisi sastra
yang sudah dikenalnya, sedang bagian kedua mengandung inovasi yaitu mengandung
hal - hal yang baru merupakan ciri khas suatu teks yang membedakannya dari teks
- teks lain yang sejenis. Konvensi dan inovasi merupakan tolok ukur
keberhasilan suatu karya rekaan.
Sastra melayu berkembang dalam lingkungan istana dan
ditulis untuk kepentingan raja, dinasti, dan kerajaan, maka bagian pertamanya
memuat cerita-cerita yang mengangung-agungkan kemegahan raja yang memerintah sampai kepada nenek
moyangnya. Dalam bagian kedua yang bersifat historis, cerita-cerita yang menunjukkan
martabat raja yang memerintah diringkas berhubungan dengan martabat raja itu berarti hidup
matinya di penulis, karena itu pembuatan tersebut wajar.
Maksud dan tujuan penulisan karya sastra sejarah adalah
:
- Untuk mencatat segala peristiwa.
- Untuk mencatat segala peraturan raja-raja Melayu.
- Untuk mencatat adat istiadat bangsa Melayu.
- Agar cerita tersebut sampai kepada anak cucu.
- Agar anak cucu dapat belajar dari peristiwa pada masa nenek moyangnya.
Sastra melayu merupakan contoh dari bentuk historiografi
tradisional yang berada di wilayah Indonesia bagian barat. Sastra
melayu berkembang dengan baik serta mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam
kebudayaan dan adat istiadat masyarakat Indonesia
bagian barat terutama Sumatra . Hal ini
disebabkan masyarakat Indonesia berasal dan rumpun melayu, sehingga sastra
melayu tersebar tidak hanya di Indonesia bagian barat (Sumatra) tetapi juga
berkembang di wilayah lain di Indonesia, misalnya hikayat Raja Banjar dan
hikayat Kotaringin yang terdapat di Kalimantan merupakan bukti bahwa sastra
melayu berkembang sampai di Indonesia bagian Tengah.
Selain itu jika kita menelaah silsilah raja-raja mataram
maka kita akan menemukan beberapa tokoh mitologi dari mitologi melayu yang
merupakan salah satu unsur pokok sastra melayu yaitu tentang perkawinan dengan
bidadari, misalnya Kandiawan dan Nawangwulan.
Sumber sejarah adalah bahan - bahan yang dapat digunakan
untuk mengumpulkan informasi tentang peristiwa yang terjadi pada masa lalu yang
dialami oleh manusia pada masa itu dan
meninggalkan jejak - jejak peninggalan dan bukti - bukti yang menyangkut
kehidupan masyarakat.
Dalam sumber sejarah ada yang disebut sebagai sumber sejarah titik langsung
atau sumber sejarah cerita juga disebut tradisi dari terbagi atas: tradisi yang
berwujud rupa, tulisan dan lisan. Tradisi rupa terdiri dari cerita naluri yang
diwariskan dituturkan secara turun menurun dalam bentuk sage, mitos, legenda,
dan sebagainya. Karena dalam Sastra melayu terdapat unsur - unsur mitos dan
legenda maka sastra melayu dapat dijadikan sumber dalam penulisan sejarah.
Namun kita tidak bisa begitu saja menggunakan sastra melayu tersebut sebagai
sumber sejarah secara utuh karena kita harus melakukan kritik baik intern
maupun eksteren terhadap sumber sejarah tersebut. Tidak semua sastra melayu
bisa dijadikan sumber sejarah hanya yang mempunyai unsur mitos sedikit saja
yang dapat digunakan sebagai sumber sejarah. Dengan cara membandingkan antara
fakta - fakta dilapangan dengan mitos - mitos yang terdapat dalam sastra
melayu. Sastra melayu dapat dikatakan sebagai sejarah melayu karena tidak ada
perbedaan yang jauh antara sastra melayu dan sejarah melayu. Dalam mempelajari
sastra melayu secara otomatis kita dapat sekaligus mempelajari sejarah melayu.
Dengan demikian dalam penggunaan sastra melayu sebagai
sumber sejarah kita harus cermat dalam melakukan kritik sumber, hal ini
disebabkan sastra melayu lebih banyak mengandung unsur mitos dan legenda dari
pada fakta - fakta yang menjelaskan mengenai rentetan peristiwa. Dalam sastra melayu
juga lebih banyak menjelaskan tentang perjajian antara raja dengan rakyat,
tentang silsilah raja - raja dan sangat sedikit sastra melayu yang menjelaskan
secara detail dari keseluruhan mengenai fakta suatu kejadian yang terjadi pada
masa itu.
DAFTAR PUSTAKA
Djohan
Hanaviah. Melayu Jawa Citra danBudaya
Sejarah Palembang, di Antara Sejarah Melayu dan Babad Tanah Jawi. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada. 1995.
Sulastin
Sutrisno. Sastra dan Historigrafi
Tradisional, Panel Historigrafi Tradisional. Jakarta : Depdikbud. 1983.
Prof.
Dr. Sartono Kartodirjo. Fatsal-fatsal
Historiografi Tradisional dalam lembaran sejarah No. 2. Yogyakarta : UGM.
Helius Sjamsuddin. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta : Depdikbud. 1996.
No comments:
Post a Comment