·
Latar
Belakang
Orang Minahasa adalah suatu suku-bangsa yang
mendiami suatu wilayah pada bagian timur laut jazirah Sulawesi Utara yang
luasnya sekitar 5273 km2. Dalam ucapan sehari-hari orang Minahasa menyebutkan
diri mereka orang Manado. Tetangga-tetangga mereka di sebelah utara adalah
orang Sangir Talaud, dan di sebelah selatan orang Bolaang-Mongondow.
Penduduk Minahasa dapat dibagi ke dalam paling
sedikit delapan golongan : (a) Tonsea dengan dialek Tonsea yang mendiami daerah
sekitar bagian timurlaut; (b) Tombulu dengan dialek Tombulu yang mendiami
daerah sekitar baratlaut danau Tondano; (c) Tontemboan dengan dialek tontemboan
yang mendiami daerah sekitarbaratdaya dan selatan danau Tondano atau bagian
baratdaya daerah Minahasa; (d) Toulour dengan dialek Toulour yang mendiami
daerah bagian timur dan pesisir danau Tondano; (e) Tonsawang atau Tonsini dengan
dialek Tonsawang yang mendiami daerah bagian tengah Minahasa selatan atau
daerah Tombatu; (f) Ratahan; (g) Ponosakan; dan (h) Bantik. Orang Ratahan dan Ponosakan
mendiami daerah bagian tenggara Minahasa, sedangkan orang Bantik tersebar di
beberapa tempat di pesisir baratlaut, utara dan selatan dari kota Manado.
Bahasa-bahasa Ratahan dan Bantik berbeda dengan dialek-dialek Minahasa, tetapi
memiliki banyak unsur yang bersamaan dengan bahasa Sangir, sedangkan bahasa
Ponosakan yang juga amat berbeda dengan dialek-dialek Minahasa, mempunyai
banyak persamaannya dengan bahasa Bolaang-Mongondow. Adapun ketiga golongan
tersebut terakhir rupa-rupanya merupakan orang-orang yang datang kemudian dan
menetap di daerah Minahasa.
Bahasa digunakan sebagai bahasa sehari-hari di
Manado dan wilayah sekitarnya disebut bahasa Melayu Manado. Bahasa daerah
Manado menyerupai bahasa Indonesia tetapi dengan logat yang khas. Beberapa kata
dalam dialek Manado berasal dari bahasa Belanda dan bahasa Portugis karena
daerah ini dahulunya merupakan wilayah penjajahan Belanda dan Portugis.
·
Sistem
Religi
Sistem religi di Minahasa telah mengalami Akulturasi,
masyarakat telah memeluk berbagai macam agama. Agama yang mempunyai penganut
paling banyak di Minahasa, adalah agama Kristen kira-kira 90% dari seluruh
penduduk. Dari sekian banyak prosentase itu, aliran Protestant merupakan
mayoritas, menyusul Katolik. Penganut agama Islam kurang lebih 7% dan penduduk,
sedangkan Budha sekitar 3%. Selain dari kepercayaan tersebut, orang Minahasa
masih memiliki kepercayaan lama mereka antara lain kepercayaan dewa-dewa yang
menghuni alam sekitar.
Penyebutan dewa / Tuhan. bagi orang Minahasa ialah opo, yang dibagi
dalam :
- Opo wailan Wangko atau Opo Empung Wangko yang artinya Tuhan Allah.
- Nenek-nenek moyang atau dotudotu seperti Opo Lumimuut, Opa Toar, Opo Karema, Opo Rengan dan lain-lain yang dianggap sebagai leluhur.
- Opo-opo dari setiap kerabat seperti: Opo Sigar. Opo Supit, Opo Sigarlaki, Opo Tololiu, Opo Rumbayan, Opo Maringka dan lain-lain.
- Mahluk-mahluk yang dianggap penghuni-penghuni gunung antaranya: Opo Soputan, Opo Kalabat, Opo Lokok, Opo Dua Saudara dan lain-lain.
- Makhluk-makhluk penghuni sungai-sungai seperti: Opo Ranoyapo, Opo Poigar, Opo Rancake dan lain-lain.
- Penghuni-penghuni mata air seperti: Opo Muung, Opo Kumelembuai, Opo Tutuasan, Opo Ranolambut, Opo Lelendongan dan lain-lain.
- Penghuni-penghuni hutan seperti: Opo Si owkurur.
- Penghuni bawah tanah seperti Opo Makawalang.
- Penghuni pantai/laut seperti: Opo Benteng, Opo Pisok, Opo Pulisan, Opo Bentenan.
- Opo Hujan (Opo Naharo/Nuran).
- Penghuni mata angin seperti: Opo Talikuran, Opo Sendangan, Opo Tihimu, dan Opo Amien.
·
Kepercayaan
pada makhluk halus.
Selain percaya akan opo-opo sebagaimana tersebut di
atas, orang Minahasa percaya pula akan hal-hal yang ada hubungannya dengan
makhluk-makhluk halus lainnya, pada kekuatan kekuatan gaib dan sakti.
Untuk itu diketemukan beberapa istilah yang menyangkut hal- hal
tersebut yang hingga saat ini masih tampak atau dipercaya oleh sebagian besar
penduduk sebagai berikut:
- Mukur : ialah arwah dari orang yang sudah meninggal. Menurut kepercayaan disaat manusia itu menghembuskan napasnya yang penghabisan, maka arwahnya berpindah menuju ke atas atau menghadap Empung Wangko. Sebelum arwah menghadap Empung Wangko, arwah itu masih berkeliaran di dunia 40 hari/malam lamanya. Sering mukur itu mengganggu orang-orang yang masih hidup yang mengakibatkan orang yang diganggu itu jatuh sakit, celaka atau meninggal.
- Pontianak : arwah orang wanita yang mati dalam keadaan hamil atau melahirkan. Makhluk itu banyak ditakuti orang karena suka mengganggu. Menurut kepercayaan sebab-sebab ia mengganggu orang karena menjadi jahat akibat mati mentah dan ia ingm hidup lagi di dunia (masih ingin hidup).
- Setang mengiung-ngiung : sama halnya dengan pontianak akan tetapi khusus bagi kaum pria saja yang dianggap mati mentah antara lain: mati tertabrak mobil, mati jatuh dan pohon mati lemas dan lain-lain.
- Pok-pok atau suangi : sebangsa drakula yang suka menghisap darah manusia yang masih hidup. Sasaran mereka terutama Wanita-wanita hamil atau melahirkan. Menurut kepercayaan pok-pok itu tidak lain adalah sukma dari yang masih hidup yang terbang diwaktu malam bersama kepala dan ususnya saja, sedangkan tubuhnya berada ditempat yang tersembunyi. Orang tersebut memiliki benda-benda yang bermakna dan sakti ia dapat menghilang, kebal terhadap benda-benda tajam dan peluru. Salah satu syarat baginya ialah agar supaya tetap kebal dapat menghilang dan jangan sampai penyakitan, maka harus meminum darah manusia sebulan sekali.
- Panunggu : sebangsa setan yang biasa disebut oleh orang Jawa dengan istilah genderuwo yang menempati tempat-tempat tertentu seperti: pohon-pohon besar, goa-goa, batu-batu besar, rumah-rumah tua dan kosong dan lain-lain.
- Jin : Sama halnya dengan penunggu akan tetapi jin itu selalu berkeliaran kemana-mana. Di Minahasa terdapat sejumlah dukun yang mempunyai suruhan. Suruhan mereka itu ialah jin. Bila ada orang yang tidak disenanginya maka ia menyunih jin piaraannya untuk mencelakakan orang tersebut. Dukun semacam itu biasa disebut dengan istilah pandoti (black magic), mengelot (kakas), mengundam (Tondano), Madiara (Tontem boan).
- Lalu: ia sebangsa setan yang menghuni hutan. Bila orang masuk hutan dengan tidak tahu aturan, maka orang itu akan diganggu dengan cara menyesatkan orang itu/hilang jalan tak tahu kemana, atau orang tersebut tidak dapat kembali lagi ke rumah/desanya. Istilah Minahasa kalulu ialah kesasar.
Adapun makhluk-makhluk sebagaimana tersebut di atas
kecuali pok-pok, dianggap dapat berubah-ubah wujudnya seperti menjadi wanita
cantik/jelek, orang kerdil, orang yang tinggi (jangkung) dan gemuk sekali,
menjadi kakek tua, orang bongkok, ular, babi, kucing, ayam, tikus, anjing,
itik, angsa, batang pisang dan lain-lain. Demikian pula dengan bau mereka dapat
berubah-ubah antara lain: berbau harum, berbau busuk, berbau amis dan
lain-lain. Pada umumnya kepercayaan orang Minahasa yang lama (tradisionil) dan
cara-cara pengobatan tradisionil dapat dikatakan masih berlaku.
Masyarakat Minahasa juga mempercayai sebuah batu
yang dinamakan watu pinawetengan, pada bongkahan batu tersebut terdapat
goresan-goresan berbagai motif yang dibuat oleh tangan manusia. Goresan-goresan
itu ada yang membentuk gambar manusia, menyerupai kemaluan laki-laki,
menggambarkan kemaluan perempuan, dan motif garis-garis serta motif yang tidak
jelas maksudnya. Para ahli menduga bahwa goresan-goresan tersebut merupakan
simbol yang berkaitan dengan kepercayaan komunitas pendukung budaya megalit,
yaitu kepercayaan kepada roh leluhur (nenek moyang) yang dianggap memiliki
kekuatan gaib sehingga mampu mengatur dan menentukan kehidupan manusia di
dunia. Oleh sebab itu, manusia harus melakukan upacara-upacara pemujaan
tertentu untuk memperoleh keselamatan atau memperoleh apa yang diharapkan
(seperti: keberhasilan panen, menolak marabahaya atau mengusir penyakit) dengan
menggunakan batu-batu besar sebagai sarana pemujaan mereka. Masyarakat setempat
mempercayai bahwa batu itu merupakan tempat tempat bermusyawarahnya para
pemimpin dan pemuka masyarakat Minahasa asli keturunan Toar-Lumimuut (nenek
moyang masyarakat Minahasa) pada masa lalu, dalam rangka membagi daerah menjadi
enam kelompok etnis suku-suku bangsa yang tergolong ke dalam kelompok-kelompok
etnis Minahasa.
·
Sistem
Upacara
Upacara keagamaan lama (tradisionil) di Minahasa relatif
tidak ada lagi. Dahulu upacara tersebut dipimpin oleh walian dan tenaas. Tempat-tempat
upacara tadi di suatu lapangan terbuka atau di dalam rumah di tempat tersebut, contohnya
: menanam / panen di sawah atau ladang, di lapangan, naik rumah baru di dalam
rumah, lelayaan atau perkawinan di halaman rumah atau di dalam rumah.
Sekarang upacara-upacara keagamaan telah dibebankan pada
pimpinan-pimpinan agama setempat sesuai dengan keyakinan penduduk yang terdiri
dari berbagai sekte atau aliran agama antaranya: Protestant, Katolik,
Pantekosta, Advent, Sidang Jumat Allah, Islam dan lain-lain setiao
sekte/aliran/Agama tersebut, ada yang bersamaan isitilah pemimpinnya dan ada
yang berbeda. Contohnya : pada Protestant,. Pantekosta, Advent, Sidang Jumat
Allah pemimpinnya disebut pendeta; pada Katolik pastor dan Islam ialah
Kadi/Imam.
Saat-saat upacara bagi Protestant,Pantekosta ,Katolik, Sidang Jumat
Allah dilakukan pada setiap hari Minggu, sedangkan Advent setiap hari Sabtu dan
Islam setiap hari Jumat. Selain hari-hari yang menurut ketentuan sebagai hari
ibadah dan setiap agama/aliran tersebut masih terdapat pula saat-saat upacara
keagamaan di hari-hari lain.
Di dalam menyebarkan ajaran agama, setiap agama tersebut
mempunyai buku-buku pelajarannya yang dianggap sebagai buku suci seperti:
Protestant, Katolik, Pantekosta, Advent buku sucinya ialah Kitab Perjanjian
Lama dan Kitab Perjanjian Baru, sedangkan Islam ialah Al-Qur-an.
DAFTAR PUSTAKA
“Adat
Istiadat Daerah Sulawesi Utara”.
Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
Kebudayaan Daerah. 1983
Koentjaraningrat., “Manusia dan Kebudayaan di Indonesia”. Jakarta : Djambatan.
Cetakan keenam 1981.
http://www.kotamanado.go.id
http://www.Webmaster@petra.ac.id
No comments:
Post a Comment